Share

Stories 03 Oktober 2023

Korupsi BUMN Era Menteri Dahlan Iskan

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan diperiksa penegak hukum terkait kasus korupsi Pertamina dan PTPN VI pada periode kepemimpinannya.

Context.id, JAKARTA - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan era Presiden SBY diperiksa selama 4 jam oleh Polda Jambi terkait kasus dugaan korupsi di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI.

Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan mark up akuisisi PT Mendahara Agro Jaya Industri (Maji) oleh PTPN VI pada tahun 2012.

Menteri BUMN periode 2011-2014 itu mengatakan pemeriksaan dilakukan karena akan ada 4 tersangka baru dalam kasus ini. Namun, ia tidak menjelaskan siapa saja para tersangka tersebut.

Dahlan menyebut, proses akusisi PT Maji tahun 2012 yang dilakukan oleh para petinggi PTPN VI pada saat ia menjabat Menteri BUMN itu tidak sesuai prosedur karena dikatrol menjadi Rp146 miliar dari harga sebenarnya yang dibayarkan hanya Rp50 miliar.

"Ini PTPN VI membeli kebun sawit milik swasta. Nah, tentu harusnya ada kajian, kajian keuangan dan seterusnya. Nah, yang saya kaget tadi, ada dokumen sudah ada pembayaran sebelum dilakukan prosedur yang benar. Terus kok ada ya seperti itu? Ya kalau begitu proses aja secara hukum," jelasnya kepada wartawan, Senin (2/10/2023).

Dahlan sendiri merasa telah dibohongi oleh para tersangka saat menyetujui dokumen proses akuisisi tersebut.  

Kasus Pertamina
Bukan kali ini saja Dahlan dipanggil dan diperiksa sebagai saksi terkait korupsi di BUMN era Presiden SBY. Sebelumnya, pada awal September lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memanggil Dahlan untuk diperiksa terkait proyek yang dulu dijalankan pada 2011 silam. 

Pemanggilan mantan bos Jawa Pos Grup ini dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2014. Kendati sudah berlangsung lama, kasus ini baru mulai disidik KPK pada Juni 2022 lalu.

Usai diperiksa, Dahlan mengatakan dirinya tidak terlalu tahu banyak informasi mengenai pembelian LNG itu.

Ia mengatakan dirinya bukanlah komisaris maupun direksi sehingga tidak tahu detil pembelian yang sifatnya sangat teknis.  

Namun, dirinya tidak menampik adanya pertanyaan terkait eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan.

Kasus ini bermula ketika PT Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekitar tahun 2012. Sebab, perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia kurum waktu 2009-2040.

Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia. 

Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri,  salah satunya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen diduga secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.

Dalam prosesnya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Dari pembelian itu diduga menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun.

Eks Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan yang akhirnya dijadikan tersangka, menyebut Dahlan Iskan mengetahui bahkan menandatangani proses pengadaan LNG di PT Pertamina 2011-2021. 

Karen menegaskan, saat itu Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN dan menjadi penanggung jawab proyek tersebut. Karen pun mengatakan, dalam dokumen pembelian itu ada disposisi tanda tangan Menteri BUMN. 

Karen juga membantah tudingan dia bermain sendiri dalam kasus korupsi ini. Ia menjelaskan, jajaran Direksi PT Pertamina telah menyetujui pengadaan LNG ini. 

Bahkan, ia mengungkapkan, sebelum disetujui direksi, proyek ini telah melewati tahap uji tuntas atau due diligence. 

Sebagai informasi, uji tuntas ini merupakan penyelidikan secara menyeluruh pada perusahaan terkait aset, kewajiban, risiko usaha, dan lain-lain.

Kegiatan ini bermanfaat untuk membantu membuat keputusan bisnis dan investasi yang tepat.

"Ada due diligence, ada tiga konsultan yang terlibat," tegas Karen kepada wartawan, Selasa (19/9/2023) malam



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 03 Oktober 2023

Korupsi BUMN Era Menteri Dahlan Iskan

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan diperiksa penegak hukum terkait kasus korupsi Pertamina dan PTPN VI pada periode kepemimpinannya.

Context.id, JAKARTA - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan era Presiden SBY diperiksa selama 4 jam oleh Polda Jambi terkait kasus dugaan korupsi di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI.

Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan mark up akuisisi PT Mendahara Agro Jaya Industri (Maji) oleh PTPN VI pada tahun 2012.

Menteri BUMN periode 2011-2014 itu mengatakan pemeriksaan dilakukan karena akan ada 4 tersangka baru dalam kasus ini. Namun, ia tidak menjelaskan siapa saja para tersangka tersebut.

Dahlan menyebut, proses akusisi PT Maji tahun 2012 yang dilakukan oleh para petinggi PTPN VI pada saat ia menjabat Menteri BUMN itu tidak sesuai prosedur karena dikatrol menjadi Rp146 miliar dari harga sebenarnya yang dibayarkan hanya Rp50 miliar.

"Ini PTPN VI membeli kebun sawit milik swasta. Nah, tentu harusnya ada kajian, kajian keuangan dan seterusnya. Nah, yang saya kaget tadi, ada dokumen sudah ada pembayaran sebelum dilakukan prosedur yang benar. Terus kok ada ya seperti itu? Ya kalau begitu proses aja secara hukum," jelasnya kepada wartawan, Senin (2/10/2023).

Dahlan sendiri merasa telah dibohongi oleh para tersangka saat menyetujui dokumen proses akuisisi tersebut.  

Kasus Pertamina
Bukan kali ini saja Dahlan dipanggil dan diperiksa sebagai saksi terkait korupsi di BUMN era Presiden SBY. Sebelumnya, pada awal September lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memanggil Dahlan untuk diperiksa terkait proyek yang dulu dijalankan pada 2011 silam. 

Pemanggilan mantan bos Jawa Pos Grup ini dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2014. Kendati sudah berlangsung lama, kasus ini baru mulai disidik KPK pada Juni 2022 lalu.

Usai diperiksa, Dahlan mengatakan dirinya tidak terlalu tahu banyak informasi mengenai pembelian LNG itu.

Ia mengatakan dirinya bukanlah komisaris maupun direksi sehingga tidak tahu detil pembelian yang sifatnya sangat teknis.  

Namun, dirinya tidak menampik adanya pertanyaan terkait eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan.

Kasus ini bermula ketika PT Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekitar tahun 2012. Sebab, perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia kurum waktu 2009-2040.

Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia. 

Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri,  salah satunya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen diduga secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.

Dalam prosesnya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Dari pembelian itu diduga menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun.

Eks Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan yang akhirnya dijadikan tersangka, menyebut Dahlan Iskan mengetahui bahkan menandatangani proses pengadaan LNG di PT Pertamina 2011-2021. 

Karen menegaskan, saat itu Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN dan menjadi penanggung jawab proyek tersebut. Karen pun mengatakan, dalam dokumen pembelian itu ada disposisi tanda tangan Menteri BUMN. 

Karen juga membantah tudingan dia bermain sendiri dalam kasus korupsi ini. Ia menjelaskan, jajaran Direksi PT Pertamina telah menyetujui pengadaan LNG ini. 

Bahkan, ia mengungkapkan, sebelum disetujui direksi, proyek ini telah melewati tahap uji tuntas atau due diligence. 

Sebagai informasi, uji tuntas ini merupakan penyelidikan secara menyeluruh pada perusahaan terkait aset, kewajiban, risiko usaha, dan lain-lain.

Kegiatan ini bermanfaat untuk membantu membuat keputusan bisnis dan investasi yang tepat.

"Ada due diligence, ada tiga konsultan yang terlibat," tegas Karen kepada wartawan, Selasa (19/9/2023) malam



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Jaga Kesehatan Sopir, Jepang Siapkan Jalan Otomatis untuk Logistik

Jepang merancang jalur transportasi otomatis antara Tokyo dan Osaka untuk mengantisipasi krisis pengemudi truk serta lonjakan kebutuhan logistik.

Context.id . 07 November 2024

Kolaborasi Manusia dan Kecerdasan Buatan Mengubah Metode Perawatan Kanker

Teknologi AI merevolusi deteksi, diagnosis, dan perawatan kanker dengan meningkatkan akurasi dan kecepatan, namun perlu kehati-hatian dan keputusa ...

Context.id . 06 November 2024

Jack Ma Berbagi Pelajaran Hidup bagi Generasi Muda

Jack Ma, pendiri Alibaba, mengajarkan kesuksesan datang dari ketekunan menghadapi kegagalan, belajar dari kesalahan dan memberikan dampak positif ...

Context.id . 06 November 2024

Mungkinkah Mars Menjadi Tempat Tinggal? Temuan Baru Soal Kehidupan Mikroba

NASA menemukan area di Mars yang berpotensi mendukung kehidupan mikroba, tersembunyi di bawah lapisan es dan debu.

Context.id . 31 October 2024