Umrah Backpacker yang Mulai Dilarang
Umrah backpacker atau umrah yang dijalankan secara mandiri mulai diawasi karena dianggap bertentangan dengan regulasi terkait umrah dan haji
Context.id, JAKARTA - Umrah backpacker atau umrah yang dijalankan secara mandiri tanpa melibatkan agen perjalanan ibadah sedang menjadi tren alternatif bagi jemaah untuk bisa beribadah ke tanah suci Mekkah.
Umrah backpacker diminati dan menjadi opsi jemaah karena secara hitung-hitungan biayanya dianggap relatif lebih hemat jika dibandingkan harus menggunakan agen perjalanan umrah.
Kendati lebih murah, Kementerian Agama (Kemenag) banyak yang menyarankan agar jemaah untuk menggunakan jasa agen perjalanan. Itu demi keselamatan dan keamanan yang lebih terjamin.
Menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas perjalanan umrah mesti dilalui dengan serangkaian ritual, sehingga bagi traveler yang awam akan lebih baik jika dengan pendamping.
"Jemaah kita ini kan sebagian besar tidak memahami ya, proses. Bukan hanya proses secara beribadahnya tapi bagaimana fasilitas akomodasi di sana, transportasi di sana, itu yang menyulitkan," kata Yaqut usai merilis logo dan tema Hari Santri di Kemenag, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023).
Namun, Kemenag juga bertindak tegas dengan melaporkan surat pengaduan kepada Polda Metro Jaya agar menindak pihak-pihak yang diduga mempromosikan aktivitas umrah backpacker atau umrah mandiri.
Kemenag menganggap bahwa tren umrah backpacker tidak bisa dibiarkan terus berlanjut karena tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah diatur oleh Pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Pasal 115 dalam undang-undang tersebut mengindikasikan bahwa setiap individu yang tidak memiliki hak sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dilarang untuk mengumpulkan dan/atau mengirimkan jemaah umrah.
Pelanggaran tersebut berpotensi menghadapi sanksi hukuman penjara selama 6 tahun atau denda sebesar Rp6 miliar. Sedangkan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU dilarang untuk menerima setoran biaya umrah dan jika dilanggar sanksinya 8 tahun penjara atau denda sebesar Rp8 miliar.
Kemenag berharap agar masyarakat dan pelaku usaha mendukung upaya penegakan hukum ini.
RELATED ARTICLES
Umrah Backpacker yang Mulai Dilarang
Umrah backpacker atau umrah yang dijalankan secara mandiri mulai diawasi karena dianggap bertentangan dengan regulasi terkait umrah dan haji
Context.id, JAKARTA - Umrah backpacker atau umrah yang dijalankan secara mandiri tanpa melibatkan agen perjalanan ibadah sedang menjadi tren alternatif bagi jemaah untuk bisa beribadah ke tanah suci Mekkah.
Umrah backpacker diminati dan menjadi opsi jemaah karena secara hitung-hitungan biayanya dianggap relatif lebih hemat jika dibandingkan harus menggunakan agen perjalanan umrah.
Kendati lebih murah, Kementerian Agama (Kemenag) banyak yang menyarankan agar jemaah untuk menggunakan jasa agen perjalanan. Itu demi keselamatan dan keamanan yang lebih terjamin.
Menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas perjalanan umrah mesti dilalui dengan serangkaian ritual, sehingga bagi traveler yang awam akan lebih baik jika dengan pendamping.
"Jemaah kita ini kan sebagian besar tidak memahami ya, proses. Bukan hanya proses secara beribadahnya tapi bagaimana fasilitas akomodasi di sana, transportasi di sana, itu yang menyulitkan," kata Yaqut usai merilis logo dan tema Hari Santri di Kemenag, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023).
Namun, Kemenag juga bertindak tegas dengan melaporkan surat pengaduan kepada Polda Metro Jaya agar menindak pihak-pihak yang diduga mempromosikan aktivitas umrah backpacker atau umrah mandiri.
Kemenag menganggap bahwa tren umrah backpacker tidak bisa dibiarkan terus berlanjut karena tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah diatur oleh Pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Pasal 115 dalam undang-undang tersebut mengindikasikan bahwa setiap individu yang tidak memiliki hak sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dilarang untuk mengumpulkan dan/atau mengirimkan jemaah umrah.
Pelanggaran tersebut berpotensi menghadapi sanksi hukuman penjara selama 6 tahun atau denda sebesar Rp6 miliar. Sedangkan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU dilarang untuk menerima setoran biaya umrah dan jika dilanggar sanksinya 8 tahun penjara atau denda sebesar Rp8 miliar.
Kemenag berharap agar masyarakat dan pelaku usaha mendukung upaya penegakan hukum ini.
POPULAR
RELATED ARTICLES