UMKM Masih Hadapi Kendala Akses KUR
Penyaluran kredit usaha rakyat mengandung sejumlah persoalan yang harus diselesaikan.
Context.id, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan masih banyak persoalan dalam penyaluran kredit usaha rakyat yang belum terselesaikan.
Anggota Ombudsman RI, Dadan Suharmawijaya mengatakan potret itu diperoleh dari data pengaduan masyarakat pada Posko Pengaduan KUR yang diselenggarakan Ombudsman RI dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Adapun, sampai 30 September 2023, realisasi penyaluran masih relatif rendah yakni Rp175,73 triliun dari target Rp297 triliun, berdasarkan data pada Sistem Informasi Kredit Program (SIKP).
“Realisasi KUR masih relatif rendah, di antaranya disebabkan Permenkop Nomor 1 Tahun 2023 baru terbit tanggal 27 Januari 2023, sehingga tidak boleh ada penyaluran sebelum tanggal 27 Januari 2023," terangnya dalam catatan tertulis yang diterima, Selasa (3/10/2023).
Kemudian, adanya perubahan suku bunga KUR yang berjenjang menyebabkan adanya perubahan pada sistem perbankan dan SIKP. Sehingga, penyalur mengalami keterlambatan dalam penyaluran KUR.
Sebelumnya, Ombudsman RI bersama Kementerian Koperasi dan UKM membuka Posko Pengaduan KUR bagi UMKM pada 31 Agustus-20 September 2023.
Pada rentang waktu ini, Ombudsman menerima 80 permintaan informasi atau konsultasi masyarakat dan 19 pengaduan.
Dari 19 pengaduan, 11 pengaduan telah selesai ditindaklanjuti dan 8 pengaduan dalam proses monitoring.
Tipologi pengaduan masyarakat didominasi dengan adanya permintaan agunan sebanyak 53 persen, tidak ada kepastian atas tindak lanjut permohonan KUR sebesar 37 persen, dan masyarakat merasa dipersulit dalam pengajuan KUR sebesar 10 persen.
“Ada temuan di lapangan berdasarkan keluhan masyarakat, mereka terkesan dinomorduakan dalam mengajukan KUR berbeda dengan peminjam kredit komersial. Misalnya saja pelapor ini merasa dipersulit dalam pengajuannya, dan persetujuan kredit memakan waktu yang lama,” ungkapnya.
Ombudsman menilai, program KUR belum tersosialisasi dengan baik oleh pemerintah maupun bank penyalur.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK dan agunan menjadi kendala dominan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses KUR.
Atas data pengaduan tersebut, dikeluarkan sejumlah usulan kebijakan bagi Program KUR bagi UMKM.
Pertama, perlunya pengaturan mengenai pengembalian agunan terhadap akad KUR dengan nilai 100 juta yang telah terjadi sebelum tahun 2023 dan cicilan sedang berjalan.
Kedua, perlunya sosialisasi yang intensif tentang program KUR kepada masyarakat baik pemda maupun oleh lembaga penyalur.
Ketiga, perlunya pengaturan mengenai standar waktu maksimal bagi lembaga penyalur dalam memutuskan permohonan KUR yang diajukan masyarakat.
“Keputusan permohonan KUR diterima atau tidak harus jelas standar waktunya,” ujar Dadan.
Keempat, perlunya literasi program untuk manajemen maupun karyawan lini pelayanan perbankan atau lembaga penyalur untuk memahami filosofi dan keberpihakan dalam program KUR.
Kelima, perlunya skema penyelesaian terhadap pemohon yang tidak lolos SLIK sehingga tetap berpeluang mengakses KUR sekaligus lembaga penyalur tetap mendapatkan jaminan terbayarkannya KUR.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius menyampaikan pihaknya optimis KUR akan terealisasi sesuai target yang ditetapkan.
Terkait keluhan masyarakat mengenai agunan, Yulius mengatakan regulasinya tidak mensyaratkan adanya agunan dalam permohonan KUR.
Namun, menurutnya, masyarakat yang ditolak pengajuannya KUR-nya karena meskipun tidak ada agunan, namun pihak perbankan mempertimbangkan karakteristik calon peminjam.
Selanjutnya, Yulius mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi apakah regulasi mengenai KUR dijalankan dengan baik di lapangan.
RELATED ARTICLES
UMKM Masih Hadapi Kendala Akses KUR
Penyaluran kredit usaha rakyat mengandung sejumlah persoalan yang harus diselesaikan.
Context.id, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan masih banyak persoalan dalam penyaluran kredit usaha rakyat yang belum terselesaikan.
Anggota Ombudsman RI, Dadan Suharmawijaya mengatakan potret itu diperoleh dari data pengaduan masyarakat pada Posko Pengaduan KUR yang diselenggarakan Ombudsman RI dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Adapun, sampai 30 September 2023, realisasi penyaluran masih relatif rendah yakni Rp175,73 triliun dari target Rp297 triliun, berdasarkan data pada Sistem Informasi Kredit Program (SIKP).
“Realisasi KUR masih relatif rendah, di antaranya disebabkan Permenkop Nomor 1 Tahun 2023 baru terbit tanggal 27 Januari 2023, sehingga tidak boleh ada penyaluran sebelum tanggal 27 Januari 2023," terangnya dalam catatan tertulis yang diterima, Selasa (3/10/2023).
Kemudian, adanya perubahan suku bunga KUR yang berjenjang menyebabkan adanya perubahan pada sistem perbankan dan SIKP. Sehingga, penyalur mengalami keterlambatan dalam penyaluran KUR.
Sebelumnya, Ombudsman RI bersama Kementerian Koperasi dan UKM membuka Posko Pengaduan KUR bagi UMKM pada 31 Agustus-20 September 2023.
Pada rentang waktu ini, Ombudsman menerima 80 permintaan informasi atau konsultasi masyarakat dan 19 pengaduan.
Dari 19 pengaduan, 11 pengaduan telah selesai ditindaklanjuti dan 8 pengaduan dalam proses monitoring.
Tipologi pengaduan masyarakat didominasi dengan adanya permintaan agunan sebanyak 53 persen, tidak ada kepastian atas tindak lanjut permohonan KUR sebesar 37 persen, dan masyarakat merasa dipersulit dalam pengajuan KUR sebesar 10 persen.
“Ada temuan di lapangan berdasarkan keluhan masyarakat, mereka terkesan dinomorduakan dalam mengajukan KUR berbeda dengan peminjam kredit komersial. Misalnya saja pelapor ini merasa dipersulit dalam pengajuannya, dan persetujuan kredit memakan waktu yang lama,” ungkapnya.
Ombudsman menilai, program KUR belum tersosialisasi dengan baik oleh pemerintah maupun bank penyalur.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK dan agunan menjadi kendala dominan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses KUR.
Atas data pengaduan tersebut, dikeluarkan sejumlah usulan kebijakan bagi Program KUR bagi UMKM.
Pertama, perlunya pengaturan mengenai pengembalian agunan terhadap akad KUR dengan nilai 100 juta yang telah terjadi sebelum tahun 2023 dan cicilan sedang berjalan.
Kedua, perlunya sosialisasi yang intensif tentang program KUR kepada masyarakat baik pemda maupun oleh lembaga penyalur.
Ketiga, perlunya pengaturan mengenai standar waktu maksimal bagi lembaga penyalur dalam memutuskan permohonan KUR yang diajukan masyarakat.
“Keputusan permohonan KUR diterima atau tidak harus jelas standar waktunya,” ujar Dadan.
Keempat, perlunya literasi program untuk manajemen maupun karyawan lini pelayanan perbankan atau lembaga penyalur untuk memahami filosofi dan keberpihakan dalam program KUR.
Kelima, perlunya skema penyelesaian terhadap pemohon yang tidak lolos SLIK sehingga tetap berpeluang mengakses KUR sekaligus lembaga penyalur tetap mendapatkan jaminan terbayarkannya KUR.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius menyampaikan pihaknya optimis KUR akan terealisasi sesuai target yang ditetapkan.
Terkait keluhan masyarakat mengenai agunan, Yulius mengatakan regulasinya tidak mensyaratkan adanya agunan dalam permohonan KUR.
Namun, menurutnya, masyarakat yang ditolak pengajuannya KUR-nya karena meskipun tidak ada agunan, namun pihak perbankan mempertimbangkan karakteristik calon peminjam.
Selanjutnya, Yulius mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi apakah regulasi mengenai KUR dijalankan dengan baik di lapangan.
POPULAR
RELATED ARTICLES