Rentan Kena Serangan Digital, Perlu TNI Angkatan Siber?
Selain memiliki tentara AL, AD dan AU, Singapura memiliki Angkatan Digital/Siber. Indonesia terinspirasi mengikuti seiring meningkatnya serangan siber
Context.id, JAKARTA - Selama 2023 ini, tiap menit perhari Indonesia menerima 2200 serangan siber. Sementara, pada 2022 Indonesia mendapatkan sekitar 2,2 miliar serangan siber. Informasi ini dikabarkan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional RI (Lemhanas) Andi Widjajanto dalam kanal Youtube Lemhanas belum lama ini.
Untuk mencegah serangan siber yang semakin parah, Andi mengusulkan agar pemerintah membentuk matra siber di TNI sebagai angkatan keempat. Sebelumnya, seperti kita ketahui, sudah ada tiga matra atau angkatan di TNI, yakni AD, AL dan AU. Wacana membentuk satu angkatan lagi di dalam TNI seperti yang diusulkan Gubernur Lemhanas ini mengacu pada hal serupa di Singapura.
"Hari ini Singapura punya AL, AD, AU dan Angkatan Digital/Intelijen. Angkatan itu dibentuk pada Oktober 2022, antara lain fungsinya untuk menangkap dinamika sibernya serta mencegah serangan siber," ungkap Andi.
Menurut Andi, Singapura membentuk Angkatan Siber lantaran mereka memprediksi dalam beberapa tahun ke depan, perang atau serangan siber akan lebih hebat dan lebih merusak. Singapura, sudah memiliki empat laboratorium computing yang tersebar di tiga wilayah lainnya yaitu Israel, Amerika Serikat, Singapura dan China.
Andi mengakui Indonesia cukup ketinggalan soal keamanan siber, terutama soal strateginya. Pemerintah baru saja merilis Peraturan Presiden (Perpres) Strategi Keamanan Siber, sementara Singapura kata Andi, sudah punya UU dan angkatan siber.
"Di ASEAN, Indonesia adalah negara ke-10 dari 10 negara yang terakhir memiliki strategi keamanan siber nasional, bahkan setelah Laos. Kita baru 2023 itu pun kira-kira baru satu bulan yang lalu," ungkap Andi.
Sepengetahuan Andi, jumlah pasukan angkatan siber Singapura sudah mencapai 3 ribu orang. Diperkirakan dalam waktu 12 tahun ke depan, mereka akan punya angkatan lengkap sebanyak 12 ribu orang
Jika Indonesia membentuk angkatan siber, dirinya mengusulkan agar komandannya atau kepala staf angkatan siber berstatus jenderal bintang tiga. Hanya saja, pembentukan angkatan siber tentunya tidak begitu mudah diwujudkan. Terlebih lagi, sebenarnya Indonesia sudah punya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Pengamat siber yang juga eks pejabat BSSN, Pratama Persadha dalam suatu kesempatan di acara Importance of Trust and Transparency ICT Supply Chain Landscape Kaspersky, di Jakarta 2022 lalu, pernah mengatakan perang dunia maya atau siber telah menjadi masalah keamanan global yang serius di abad ke-21.
Serangan siber, bukan hanya terkait dengan keamanan militer atau pengumpulan informasi rahasia negara tapi juga mengganggu kepentingan negara, karena meruntuhkan sistem dan infrastruktur ekonomi bisnis seperti perbankan bahkan sektor kesehatan.
“Banyak negara yang melakukan spionase melalui dunia maya, baik itu untuk kepentingan geopolitik maupun geoekonomi atau ekopol. China misalnya, pertumbuhan digitalisasi membuatnya unggul dalam hal perdagangan dan keamanan, termasuk soal tudingan spionase industri negara-negara yang dijadikan sasaran pasar. Sempat rame kan itu soal TikTok di AS dan Eropa,” kata Pratama saat itu.
Dalam pendekatan keamanan siber dewasa ini, Pratama yang merupakan Direktur CiSSRec, lembaga yang konsen mengenai siber mengingatkan bahwa tidak ada negara lain yang bisa disebut sebagai teman, yang ada merupakan musuh dan berpotensi menjadi musuh.
Untuk itu, jika hendak melakukan digitalisasi, maka harus dibarengi dengan keamanan siber yang sudah kuat pula. Mengingat, potensi serangan siber itu tiada henti-hentinya mengancam kedaulatan digital masing-masing negara. Apabila sistem keamanan siber negara itu belum kuat, akan terjadi kekacauan saat ada serangan siber hebat.
"Kita harus belajar dari kasus Estonia, negara yang terkena serangan siber paling parah di dunia pada 2007. They established the digital era, but when attacked this country is destroyed, semuanya hancur, perbankannya hancur, takes ten years untuk membuat negara ini kembali stabil lagi," kata Pratama.
Peringatan Gubernur Lemhanas dan Pratama sepertinya menjadi hal yang perlu kita ingat. Persoalannya, selama Semester 1/2003 ini saja Indonesia sudah mendapatkan ratusan juta serangan siber dari negara lain terutama pada perangkat sensor. Hal itu terungkap dalam laporan perusahaan keamanan perangkat lunak asal Indonesia, Awan Pintar.
Berdasarkan dataIndonesia.id yang mengutip Awan Pintar, serangan tersebut paling banyak terjadi pada bulan Mei 2023 yaitu sebanyak 112,66 juta serangan siber. Awan Pintar juga menemukan sebanyak 347,17 juta serangan digital terjadi di Indonesia sejak Januari hingga Juni 2023.
RELATED ARTICLES
Rentan Kena Serangan Digital, Perlu TNI Angkatan Siber?
Selain memiliki tentara AL, AD dan AU, Singapura memiliki Angkatan Digital/Siber. Indonesia terinspirasi mengikuti seiring meningkatnya serangan siber
Context.id, JAKARTA - Selama 2023 ini, tiap menit perhari Indonesia menerima 2200 serangan siber. Sementara, pada 2022 Indonesia mendapatkan sekitar 2,2 miliar serangan siber. Informasi ini dikabarkan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional RI (Lemhanas) Andi Widjajanto dalam kanal Youtube Lemhanas belum lama ini.
Untuk mencegah serangan siber yang semakin parah, Andi mengusulkan agar pemerintah membentuk matra siber di TNI sebagai angkatan keempat. Sebelumnya, seperti kita ketahui, sudah ada tiga matra atau angkatan di TNI, yakni AD, AL dan AU. Wacana membentuk satu angkatan lagi di dalam TNI seperti yang diusulkan Gubernur Lemhanas ini mengacu pada hal serupa di Singapura.
"Hari ini Singapura punya AL, AD, AU dan Angkatan Digital/Intelijen. Angkatan itu dibentuk pada Oktober 2022, antara lain fungsinya untuk menangkap dinamika sibernya serta mencegah serangan siber," ungkap Andi.
Menurut Andi, Singapura membentuk Angkatan Siber lantaran mereka memprediksi dalam beberapa tahun ke depan, perang atau serangan siber akan lebih hebat dan lebih merusak. Singapura, sudah memiliki empat laboratorium computing yang tersebar di tiga wilayah lainnya yaitu Israel, Amerika Serikat, Singapura dan China.
Andi mengakui Indonesia cukup ketinggalan soal keamanan siber, terutama soal strateginya. Pemerintah baru saja merilis Peraturan Presiden (Perpres) Strategi Keamanan Siber, sementara Singapura kata Andi, sudah punya UU dan angkatan siber.
"Di ASEAN, Indonesia adalah negara ke-10 dari 10 negara yang terakhir memiliki strategi keamanan siber nasional, bahkan setelah Laos. Kita baru 2023 itu pun kira-kira baru satu bulan yang lalu," ungkap Andi.
Sepengetahuan Andi, jumlah pasukan angkatan siber Singapura sudah mencapai 3 ribu orang. Diperkirakan dalam waktu 12 tahun ke depan, mereka akan punya angkatan lengkap sebanyak 12 ribu orang
Jika Indonesia membentuk angkatan siber, dirinya mengusulkan agar komandannya atau kepala staf angkatan siber berstatus jenderal bintang tiga. Hanya saja, pembentukan angkatan siber tentunya tidak begitu mudah diwujudkan. Terlebih lagi, sebenarnya Indonesia sudah punya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Pengamat siber yang juga eks pejabat BSSN, Pratama Persadha dalam suatu kesempatan di acara Importance of Trust and Transparency ICT Supply Chain Landscape Kaspersky, di Jakarta 2022 lalu, pernah mengatakan perang dunia maya atau siber telah menjadi masalah keamanan global yang serius di abad ke-21.
Serangan siber, bukan hanya terkait dengan keamanan militer atau pengumpulan informasi rahasia negara tapi juga mengganggu kepentingan negara, karena meruntuhkan sistem dan infrastruktur ekonomi bisnis seperti perbankan bahkan sektor kesehatan.
“Banyak negara yang melakukan spionase melalui dunia maya, baik itu untuk kepentingan geopolitik maupun geoekonomi atau ekopol. China misalnya, pertumbuhan digitalisasi membuatnya unggul dalam hal perdagangan dan keamanan, termasuk soal tudingan spionase industri negara-negara yang dijadikan sasaran pasar. Sempat rame kan itu soal TikTok di AS dan Eropa,” kata Pratama saat itu.
Dalam pendekatan keamanan siber dewasa ini, Pratama yang merupakan Direktur CiSSRec, lembaga yang konsen mengenai siber mengingatkan bahwa tidak ada negara lain yang bisa disebut sebagai teman, yang ada merupakan musuh dan berpotensi menjadi musuh.
Untuk itu, jika hendak melakukan digitalisasi, maka harus dibarengi dengan keamanan siber yang sudah kuat pula. Mengingat, potensi serangan siber itu tiada henti-hentinya mengancam kedaulatan digital masing-masing negara. Apabila sistem keamanan siber negara itu belum kuat, akan terjadi kekacauan saat ada serangan siber hebat.
"Kita harus belajar dari kasus Estonia, negara yang terkena serangan siber paling parah di dunia pada 2007. They established the digital era, but when attacked this country is destroyed, semuanya hancur, perbankannya hancur, takes ten years untuk membuat negara ini kembali stabil lagi," kata Pratama.
Peringatan Gubernur Lemhanas dan Pratama sepertinya menjadi hal yang perlu kita ingat. Persoalannya, selama Semester 1/2003 ini saja Indonesia sudah mendapatkan ratusan juta serangan siber dari negara lain terutama pada perangkat sensor. Hal itu terungkap dalam laporan perusahaan keamanan perangkat lunak asal Indonesia, Awan Pintar.
Berdasarkan dataIndonesia.id yang mengutip Awan Pintar, serangan tersebut paling banyak terjadi pada bulan Mei 2023 yaitu sebanyak 112,66 juta serangan siber. Awan Pintar juga menemukan sebanyak 347,17 juta serangan digital terjadi di Indonesia sejak Januari hingga Juni 2023.
POPULAR
RELATED ARTICLES