Stories - 10 August 2023

Pahami Risiko Tinggi Investasi Kripto

Di balik potensi keuntungan besar, investasi di kripto dibayangi risiko besar hingga kehilangan aset. Jangan sampai berinvestasi dengan cara berutang

Context.id, JAKARTA - Belakangan ini ramai pemberitaan tentang seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap rekannya, yang merupakan adik kelasnya di kampus tersebut. 

Alasan tersangka membunuh korban untuk menguasai harta bendanya guna membayar utang pinjaman online (pinjol) yang sudah menggunung dan jatuh tempo. Tersangka terlilit pinjol karena terus merugi akibat harga aset terus turun saat bermain jual beli cryptocurrency (kripto). 

Rugi akibat bermain atau berinvestasi kripto? Ini bukanlah hal baru. Lalu, apakah kripto layak menjadi instrumen investasi jika penggunanya atau investornya terus merugi? 

Berbicara mengenai kripto, tentunya tak akan lepas dari risiko yang harus dihadapinya. Hal ini karena pergerakan nilai yang selalu fluktuatif. Untuk itulah ketika ingin berinvestasi atau melakukan trading harus mengetahui penyebab pergerakan tersebut.

Muhammad Adisurya Pratama, peneliti Bank Indonesia mengatakan mata uang kripto adalah inovasi teknologi di bidang keuangan. Meski belum sepenuhnya diakui sebagai alat pembayaran karena sangat fluktuatif dan risiko tinggi, tak sedikit investor yang menjadikan kripto sebagai investasi.

Sampai dengan November 2022, Pratama mencatat ada 9.3581 jenis kripto yang bisa dijadikan instrumen investasi. Dari jumlah itu, Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Theter (USDT), BNB, Binance USD (USDC), XRP, Cardano (ADA), Dogecoin (DOGE) memiliki marketcap terbesar. 

Kehadiran mata uang digital ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihannya transfer yang cepat dengan profit investasi yang sangat besar. Kenaikannya bisa ribuan persen tapi dalam hitungan jam juga bisa langsung turun ribuan persen juga. 

Namun, kripto juga tidak lepas dari kekurangan, salah satunya fluktuasi harga yang sangat tinggi. Selain itu, geraknya yang bisa berubah 360 derajat sewaktu-waktu membuat orang yang berinvestasi atau bahkan melakukan trading harus punya mental baja. 

Hal inilah yang sebenarnya harus menjadi pertimbangan penting bahkan utama bagi investor, utamanya investor muda atau pun yang melakukan trading. Kasus mahasiswa UI di atas merupakan dampak atau akibat dari belum siapnya mental anak tersebut untuk berkecimpung di bursa kripto. 

Kepala Badan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengingatkan masyarakat untuk menggunakan 'uang dingin' atau uang yang benar-benar menganggur atau tidak digunakan untuk berinvestasi kripto. 

"Yang harus menjadi perhatian adalah sumber dana. Pastikan berinvestasi dengan dana yang bukan berasal dari dana kebutuhan sehari-hari, apalagi bersumber dari pinjaman seperti pinjaman dari bank atau dari pinjaman online (pinjol)," tegas Didid seperti dikutip dalam keterangan resminya, Rabu,(9/8/2023)

Pada 2022, Bappebti mencatat lebih dari 50 persen pelanggan aset kripto di Indonesia adalah masyarakat berusia 18-30 tahun. Artinya aset kripto banyak diminati generasi millenial dan bahkan generasi Z. 


Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024