Pembukaan FK, Solusi Kekurangan Dokter?
Minimnya jumlah dokter di Indonesia membuat pemerintah mencabut moratorium pembukaan program studi kedokteran. Kampus pun berebut membuka program ini
Context.id, JAKARTA - Minimnya jumlah dokter di Indonesia terutama di wilayah-wilayah 3T membuat pemerintah menyetujui pembukaan Fakultas Kedokteran (FK) yang baru di beberapa kampus. Sampai saat ini, tercatat ada 12 perguruan tinggi yang membuka program studi (prodi) kedokteran baru di berbagai wilayah di Indonesia.
Hal ini juga sejalan dengan dicabutnya moratorium pembukaan FK di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sempat melakukan moratorium pembukaan kedokteran pada 2016.
Pencabutan moratorium itu disahkan melalui Kepmendikbud-Ristek Nomor 471/P/2022 yang dirilis Desember tahun lalu. Bukan hanya moratorium yang dicabut, kapasitas untuk penyelenggaraan kedokteran juga ditambah. Setiap provinsi mulai diwajibkan untuk memiliki FK.
Hal ini tak lepas dari kepentingan pemerintah untuk menambah jumlah dokter agar rasio dokter dengan jumlah penduduk tidak terlalu timpang. Sehingga, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta boleh membuka program studi yang terkait dengan kesehatan, terutama kedokteran.
Badan Pusat Statistik merujuk data dari Kementerian Kesehatan mencatat, pada 2022 terdapat 176.110 dokter di Indonesia. Jumlah itu mencakup seluruh jenjang dokter, baik itu dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis.
Data tersebut tak jauh berbeda dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat jumlah dokter di Indonesia sebanyak 170.338 orang pada 2020. Persoalannya, persebaran dokter di Indonesia tidak merata dan dengan jumlah sebanyak itu harus melayani 275,77 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini.
Jika dibandingkan jumlah dokter dan total jumlah penduduk Indonesia terbaru, rasionya menjadi sekitar 0,63 dokter per 1.000 penduduk. Padahal, standar ideal WHO 1 dokter per 1.000 penduduk atau butuh 10 dokter untuk melayani 10.000 penduduk.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan pembukaan FK ini tidak hanya terpusat di Jawa saja, tapi juga untuk pulau-pulau lain. Hal ini untuk menjawab kekurangan dokter di daerah.
"Untuk masalah distribusi, di tempat-tempat lain masih kurang jadi memang perlu diperbaiki distribusinya. Untuk moratorium sebenarnya kewenangannya bukan di Kemenkes, tapi di Kemdikbudristek" kata Dante saat acara Wapres Ma'ruf Amin soal kelaparan di Papua Tengah, Rabu (2/8).
Kemenkes pun kini merealisasikan program collegium based bagi Peserta Program Dokter Spesialis (PPDS) sesuai dengan amanat UU Kesehatan. Nantinya lulusan kedokteran yang berniat melanjutkan pendidikan spesialis bisa memilih pendidikan dengan skema praktik langsung di Rumah Sakit dan dibayar. Program ini dulu sangat sulit dilakukan dengan alasan harus ada izin dari lembaga profesi.
Dari Kampus Teknologi hingga Eks-IKIP
Seperti diketahui, sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) maupun swasta (PTS) telah membuka fakultas kedokteran (FK) baru sejak awal Agustus 2023.
Perguruan tinggi tersebut adalah IPB University, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Dian Nuswantoro, Universitas Pendidikan Nasional Veteran Jawa Timur, Universitas Bangka Belitung, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Institut Kesehatan Medistra, serta Institut Kesehatan Deli Husada.
Selain itu, ada juga universitas eks Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang ikut membuka FK di antaranya seperti Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Nizam, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Kemendikbudristek menyatakan kendati pencabutan moratorium merupakan domain kementeriannya, kebijakan ini didasarkan pada permintaan Kemkes dengan pertimbangan proyeksi kekurangan dokter.
“Hal yang perlu ditekankan, pencabutan moratorium FK untuk memenuhi rasio kebutuhan dokter bukan berarti tidak memperhatikan soal kualitasnya. Untuk di Jawa, akreditasi institusi harus unggul atau akreditasi A. Institusi tersebut minimal punya prodi sains dasar dengan akreditasi B, sebagai fondasi keilmuan FK,” katanya kepada Bisnis.com Senin (7/8/2023).
Syarat lainnya berkaitan dengan kompetensi pengajar dan infrastruktur yang memadai serta seluruh proses ini, harus didampingi oleh FK pembina dengan akreditasi unggul. Melalui syarat yang cukup ketat ini, Kemdikbudristek berharap pembukaan prodi kedokteran tetap akan terjaga kualitasnya.
Lalu, bagaimana dengan kesiapan kampus-kampus eks IKIP untuk membuka program studi kedokteran ini?
M. Solehuddin, Rektor UPI mengatakan UPI resmi menjadi kampus penyelenggara kedokteran pada 5 Mei 2023 berdasarkan izin Lembaga Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Kemdikbudriistek dengan konsentrasi keunggulan sport medicine and tourism dan bekerja sama dengan RS Polri Sartika Asih Bandung, RS Banyuasih Purwakarta, RS Olahraga Cibubur sebagai rumah sakit pendidikan.
“FK UPI akan berkolaborasi dengan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI. Ini akan memberikan warna baru pada penyelenggaraan studi kedokteran di Indonesia. Seperti diketahui, kampus ini menyumbang banyak atlet dan juga ikut mendukung kesuksesan olahraga nasional,” jelasnya dalam keterangan resminya.
Kampus eks IKIP lainnya, Unesa juga menjadi kampus penyelenggara kedokteran yang fokus pada muatan kompetensi ilmu keolahragaan. Pasalnya, hampir semua kampus pendidikan memiliki fakultas yang fokus pada bidang olahraga.
Sementara, Unnes menekankan dokter lulusannya akan didesain untuk siap mengabdi di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (3T) dengan semangat wawasan konservasi.
Semenjak era reformasi, IKIP-IKIP Negeri berubah bentuk menjadi universitas. Konsekuensi perubahan bentuk berikutnya adalah pendirian prodi-prodi non pendidikan. Kini, mereka bukan hanya melahirkan calon guru alias sarjana pendidikan, tapi juga sarjana umum bahkan dokter.
Hal lainnya yang jadi perhatian, biaya pendidikan untuk dokter tidaklah murah. Di IPB dan ITS, untuk sumbangan pendidikan awal mencapai Rp150 juta. Sedangkan untuk kampus-kampus eks-IKIP beragam sesuai golongannya, mulai dari Rp50 juta hingga Rp150 juta.
RELATED ARTICLES
Pembukaan FK, Solusi Kekurangan Dokter?
Minimnya jumlah dokter di Indonesia membuat pemerintah mencabut moratorium pembukaan program studi kedokteran. Kampus pun berebut membuka program ini
Context.id, JAKARTA - Minimnya jumlah dokter di Indonesia terutama di wilayah-wilayah 3T membuat pemerintah menyetujui pembukaan Fakultas Kedokteran (FK) yang baru di beberapa kampus. Sampai saat ini, tercatat ada 12 perguruan tinggi yang membuka program studi (prodi) kedokteran baru di berbagai wilayah di Indonesia.
Hal ini juga sejalan dengan dicabutnya moratorium pembukaan FK di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sempat melakukan moratorium pembukaan kedokteran pada 2016.
Pencabutan moratorium itu disahkan melalui Kepmendikbud-Ristek Nomor 471/P/2022 yang dirilis Desember tahun lalu. Bukan hanya moratorium yang dicabut, kapasitas untuk penyelenggaraan kedokteran juga ditambah. Setiap provinsi mulai diwajibkan untuk memiliki FK.
Hal ini tak lepas dari kepentingan pemerintah untuk menambah jumlah dokter agar rasio dokter dengan jumlah penduduk tidak terlalu timpang. Sehingga, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta boleh membuka program studi yang terkait dengan kesehatan, terutama kedokteran.
Badan Pusat Statistik merujuk data dari Kementerian Kesehatan mencatat, pada 2022 terdapat 176.110 dokter di Indonesia. Jumlah itu mencakup seluruh jenjang dokter, baik itu dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis.
Data tersebut tak jauh berbeda dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mencatat jumlah dokter di Indonesia sebanyak 170.338 orang pada 2020. Persoalannya, persebaran dokter di Indonesia tidak merata dan dengan jumlah sebanyak itu harus melayani 275,77 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini.
Jika dibandingkan jumlah dokter dan total jumlah penduduk Indonesia terbaru, rasionya menjadi sekitar 0,63 dokter per 1.000 penduduk. Padahal, standar ideal WHO 1 dokter per 1.000 penduduk atau butuh 10 dokter untuk melayani 10.000 penduduk.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan pembukaan FK ini tidak hanya terpusat di Jawa saja, tapi juga untuk pulau-pulau lain. Hal ini untuk menjawab kekurangan dokter di daerah.
"Untuk masalah distribusi, di tempat-tempat lain masih kurang jadi memang perlu diperbaiki distribusinya. Untuk moratorium sebenarnya kewenangannya bukan di Kemenkes, tapi di Kemdikbudristek" kata Dante saat acara Wapres Ma'ruf Amin soal kelaparan di Papua Tengah, Rabu (2/8).
Kemenkes pun kini merealisasikan program collegium based bagi Peserta Program Dokter Spesialis (PPDS) sesuai dengan amanat UU Kesehatan. Nantinya lulusan kedokteran yang berniat melanjutkan pendidikan spesialis bisa memilih pendidikan dengan skema praktik langsung di Rumah Sakit dan dibayar. Program ini dulu sangat sulit dilakukan dengan alasan harus ada izin dari lembaga profesi.
Dari Kampus Teknologi hingga Eks-IKIP
Seperti diketahui, sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) maupun swasta (PTS) telah membuka fakultas kedokteran (FK) baru sejak awal Agustus 2023.
Perguruan tinggi tersebut adalah IPB University, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Dian Nuswantoro, Universitas Pendidikan Nasional Veteran Jawa Timur, Universitas Bangka Belitung, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Institut Kesehatan Medistra, serta Institut Kesehatan Deli Husada.
Selain itu, ada juga universitas eks Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang ikut membuka FK di antaranya seperti Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Nizam, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Kemendikbudristek menyatakan kendati pencabutan moratorium merupakan domain kementeriannya, kebijakan ini didasarkan pada permintaan Kemkes dengan pertimbangan proyeksi kekurangan dokter.
“Hal yang perlu ditekankan, pencabutan moratorium FK untuk memenuhi rasio kebutuhan dokter bukan berarti tidak memperhatikan soal kualitasnya. Untuk di Jawa, akreditasi institusi harus unggul atau akreditasi A. Institusi tersebut minimal punya prodi sains dasar dengan akreditasi B, sebagai fondasi keilmuan FK,” katanya kepada Bisnis.com Senin (7/8/2023).
Syarat lainnya berkaitan dengan kompetensi pengajar dan infrastruktur yang memadai serta seluruh proses ini, harus didampingi oleh FK pembina dengan akreditasi unggul. Melalui syarat yang cukup ketat ini, Kemdikbudristek berharap pembukaan prodi kedokteran tetap akan terjaga kualitasnya.
Lalu, bagaimana dengan kesiapan kampus-kampus eks IKIP untuk membuka program studi kedokteran ini?
M. Solehuddin, Rektor UPI mengatakan UPI resmi menjadi kampus penyelenggara kedokteran pada 5 Mei 2023 berdasarkan izin Lembaga Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Kemdikbudriistek dengan konsentrasi keunggulan sport medicine and tourism dan bekerja sama dengan RS Polri Sartika Asih Bandung, RS Banyuasih Purwakarta, RS Olahraga Cibubur sebagai rumah sakit pendidikan.
“FK UPI akan berkolaborasi dengan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI. Ini akan memberikan warna baru pada penyelenggaraan studi kedokteran di Indonesia. Seperti diketahui, kampus ini menyumbang banyak atlet dan juga ikut mendukung kesuksesan olahraga nasional,” jelasnya dalam keterangan resminya.
Kampus eks IKIP lainnya, Unesa juga menjadi kampus penyelenggara kedokteran yang fokus pada muatan kompetensi ilmu keolahragaan. Pasalnya, hampir semua kampus pendidikan memiliki fakultas yang fokus pada bidang olahraga.
Sementara, Unnes menekankan dokter lulusannya akan didesain untuk siap mengabdi di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (3T) dengan semangat wawasan konservasi.
Semenjak era reformasi, IKIP-IKIP Negeri berubah bentuk menjadi universitas. Konsekuensi perubahan bentuk berikutnya adalah pendirian prodi-prodi non pendidikan. Kini, mereka bukan hanya melahirkan calon guru alias sarjana pendidikan, tapi juga sarjana umum bahkan dokter.
Hal lainnya yang jadi perhatian, biaya pendidikan untuk dokter tidaklah murah. Di IPB dan ITS, untuk sumbangan pendidikan awal mencapai Rp150 juta. Sedangkan untuk kampus-kampus eks-IKIP beragam sesuai golongannya, mulai dari Rp50 juta hingga Rp150 juta.
POPULAR
RELATED ARTICLES