Buntut Putusan Kawin Beda Agama, PN Jakpus Tuai Kritik
PN Jakpus tuai protes dan kritik usai putusan nikah beda agama dibolehkan
Context.id, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendapat banyak kritikan dan protes usai mengeluarkan putusan kontroversi yaitu membolehkan perkawinan beda agama di Indonesia.
Salah satu protes tersebut datang dari Anggota Komisi VIII DPR RI Surahman Hidayat. Dia menilai bahwa putusan tersebut merupakan wujud tidak taatnya Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap konstirusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah menolak judicial review untuk membolehkan kawin beda agama.
Dia berpandangan bahwa masalah perkawinan dalam Islam sudah jelas ketentuannya, di mana perempuan muslimah tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam.
“Ketentuan itu juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di mana di dalam Pasal 2 Ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya,” tuturnya di Jakarta, Selasa (27/6).
Sekretaris Komisi Fatwa pada Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Miftahul Huda menjelaskan bahwa pernikahan beda agama dinilai haram dan tidak sah sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 yang mengacu pada konteks kehidupan rumah tangga di Indonesia dan sejumlah dalil, baik dari Al-quran maupun hadis.
“MUI dalam Fatwa Nomor 4 Tahun 2005 tentang perkawinan beda agama memutuskan pertama, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Kedua, perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita ahli kitab, menurut qaul mu'tamad [pendapat yang diunggulkan], adalah haram dan tidak sah,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf yang menegaskan bahwa pihaknya menolak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait perkawinan beda agama diperbolehkan.
Bahkan, dia mendukung putusan MK sebelumnya yang melarang perkawinan beda agama di Indonesia.
“Kami masih dalam posisi mematuhi hukum yang sudah ada,” ujar Gus Yahya.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muchamad Ichsan mengungkapkan Muhammadiyah telah memutuskan bahwa nikah beda agama hukumnya adalah haram.
Hal tersebut diatur di dalam Muktamar Tarjih ke-22 tahun 1989 di Malang, Jawa Timur. Para ulama sepakat bahwa perempuan Muslimah haram menikah dengan laki-laki musyrik. Pun dengan laki-laki Muslim haram menikah dengan perempuan Musyrikah.
“Kalau ada hakim yang menikahkan seorang muslim dan atau muslimah dengan orang yang berbeda agama dengannya maka berarti hakim tersebut telah melanggar UU jelas menyelisihi konstitusi, konstitusi menegaskan bahwa negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa, religiusitas menjadi payung dan prinsip dalam mengambil keputusan,” kata Politisi Fraksi PKS itu.
RELATED ARTICLES
Buntut Putusan Kawin Beda Agama, PN Jakpus Tuai Kritik
PN Jakpus tuai protes dan kritik usai putusan nikah beda agama dibolehkan
Context.id, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendapat banyak kritikan dan protes usai mengeluarkan putusan kontroversi yaitu membolehkan perkawinan beda agama di Indonesia.
Salah satu protes tersebut datang dari Anggota Komisi VIII DPR RI Surahman Hidayat. Dia menilai bahwa putusan tersebut merupakan wujud tidak taatnya Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap konstirusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah menolak judicial review untuk membolehkan kawin beda agama.
Dia berpandangan bahwa masalah perkawinan dalam Islam sudah jelas ketentuannya, di mana perempuan muslimah tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam.
“Ketentuan itu juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di mana di dalam Pasal 2 Ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya,” tuturnya di Jakarta, Selasa (27/6).
Sekretaris Komisi Fatwa pada Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Miftahul Huda menjelaskan bahwa pernikahan beda agama dinilai haram dan tidak sah sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 yang mengacu pada konteks kehidupan rumah tangga di Indonesia dan sejumlah dalil, baik dari Al-quran maupun hadis.
“MUI dalam Fatwa Nomor 4 Tahun 2005 tentang perkawinan beda agama memutuskan pertama, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Kedua, perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita ahli kitab, menurut qaul mu'tamad [pendapat yang diunggulkan], adalah haram dan tidak sah,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf yang menegaskan bahwa pihaknya menolak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait perkawinan beda agama diperbolehkan.
Bahkan, dia mendukung putusan MK sebelumnya yang melarang perkawinan beda agama di Indonesia.
“Kami masih dalam posisi mematuhi hukum yang sudah ada,” ujar Gus Yahya.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muchamad Ichsan mengungkapkan Muhammadiyah telah memutuskan bahwa nikah beda agama hukumnya adalah haram.
Hal tersebut diatur di dalam Muktamar Tarjih ke-22 tahun 1989 di Malang, Jawa Timur. Para ulama sepakat bahwa perempuan Muslimah haram menikah dengan laki-laki musyrik. Pun dengan laki-laki Muslim haram menikah dengan perempuan Musyrikah.
“Kalau ada hakim yang menikahkan seorang muslim dan atau muslimah dengan orang yang berbeda agama dengannya maka berarti hakim tersebut telah melanggar UU jelas menyelisihi konstitusi, konstitusi menegaskan bahwa negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa, religiusitas menjadi payung dan prinsip dalam mengambil keputusan,” kata Politisi Fraksi PKS itu.
POPULAR
RELATED ARTICLES