Share

Home Stories

Stories 19 April 2022

Konflik Rusia-Ukraina Dorong Percepatan EBT Indonesia?

Kenaikan harga energi fosil akan berpengaruh pada Indonesia, tetapi tidak signifikan sampai dapat meningkatkan penggunaan EBT di Tanah Air.

Context.id, JAKARTA - Masifnya penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang terjadi di Eropa karena perang Rusia-Ukraina, dirasa kurang signifikan dampaknya pada Indonesia.

Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu pemasok energi fosil pada negara-negara sekitarnya. Kenaikan harga energi fosil akan berpengaruh pada Indonesia, tetapi tidak signifikan sampai dapat meningkatkan penggunaan EBT di Tanah Air. Padahal, Indonesia berkomitmen mencapai Net Zero Emission pada 2060.

Advisor GIZ Indonesia, Deni Gumilang menyatakan sebaiknya Indonesia berfokus pada proses dekarbonisasi dari dalam negeri. Ia menilai Indonesia juga memiliki potensi besar di bidang EBT.

“Potensi EBT di negara kita ini masih besar, masih sangat besar. Bagaimana itu dioptimalkan kan itu belum optimal, itu yang penting menurut saya, bagaimana kita mengoptimalkan ketahanan bangsa sesuai dengan apa yang kita punya, walaupun aspek-aspek global berpengaruh,” ujar Deni dalam media briefing, Kamis (14/4/2021).

Berdasarkan data Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE), pertumbuhan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia hanya meningkat 2,4-2,5 GW dalam lima tahun terakhir.

“Secara khusus energi terbarukannya itu, dari tahun 2017-2021, hanya ada peningkatan sebesar 2,4-2,5 GW,” ujar Project Manager IESR, Agus P. Tampubolon.

Hal itu membuktikan bahwa pengembangan EBT di Indonesia terkesan lambat dan masih jauh dari target Bauran Energi 2025 yang mencapai 23 persen atau 3,6 GW.

Sebelumnya, kenaikan harga harga komoditas, terutama BBM, gas, dan batubara karena perang Ukraina-Rusia telah memicu beberapa negara Eropa untuk melakukan kemandirian energi, dengan penerapan energi terbarukan (EBT).

Rusia merupakan eksportir migas terbesar di dunia, dan produksinya banyak digunakan oleh negara-negara di Uni Eropa. Sehingga ketika perang memanas dan Rusia menghentikan pasokan, negara-negara Eropa ketar-ketir.

Penasehat Jerman, Olaf Scholz menyebutkan bahwa energi terbarukan ini sangat diperlukan, terutama untuk menyelamatkan Jerman dari krisis energi. Dilansir dari badan Energi Internasional, Jerman bergantung pada minyak Rusia dan hampir 50 persen gas.

“Semakin cepat kita mendorong perluasan energi terbarukan, semakin baik,” ujar Scholz dilansir dari DW.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 19 April 2022

Konflik Rusia-Ukraina Dorong Percepatan EBT Indonesia?

Kenaikan harga energi fosil akan berpengaruh pada Indonesia, tetapi tidak signifikan sampai dapat meningkatkan penggunaan EBT di Tanah Air.

Context.id, JAKARTA - Masifnya penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang terjadi di Eropa karena perang Rusia-Ukraina, dirasa kurang signifikan dampaknya pada Indonesia.

Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu pemasok energi fosil pada negara-negara sekitarnya. Kenaikan harga energi fosil akan berpengaruh pada Indonesia, tetapi tidak signifikan sampai dapat meningkatkan penggunaan EBT di Tanah Air. Padahal, Indonesia berkomitmen mencapai Net Zero Emission pada 2060.

Advisor GIZ Indonesia, Deni Gumilang menyatakan sebaiknya Indonesia berfokus pada proses dekarbonisasi dari dalam negeri. Ia menilai Indonesia juga memiliki potensi besar di bidang EBT.

“Potensi EBT di negara kita ini masih besar, masih sangat besar. Bagaimana itu dioptimalkan kan itu belum optimal, itu yang penting menurut saya, bagaimana kita mengoptimalkan ketahanan bangsa sesuai dengan apa yang kita punya, walaupun aspek-aspek global berpengaruh,” ujar Deni dalam media briefing, Kamis (14/4/2021).

Berdasarkan data Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE), pertumbuhan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia hanya meningkat 2,4-2,5 GW dalam lima tahun terakhir.

“Secara khusus energi terbarukannya itu, dari tahun 2017-2021, hanya ada peningkatan sebesar 2,4-2,5 GW,” ujar Project Manager IESR, Agus P. Tampubolon.

Hal itu membuktikan bahwa pengembangan EBT di Indonesia terkesan lambat dan masih jauh dari target Bauran Energi 2025 yang mencapai 23 persen atau 3,6 GW.

Sebelumnya, kenaikan harga harga komoditas, terutama BBM, gas, dan batubara karena perang Ukraina-Rusia telah memicu beberapa negara Eropa untuk melakukan kemandirian energi, dengan penerapan energi terbarukan (EBT).

Rusia merupakan eksportir migas terbesar di dunia, dan produksinya banyak digunakan oleh negara-negara di Uni Eropa. Sehingga ketika perang memanas dan Rusia menghentikan pasokan, negara-negara Eropa ketar-ketir.

Penasehat Jerman, Olaf Scholz menyebutkan bahwa energi terbarukan ini sangat diperlukan, terutama untuk menyelamatkan Jerman dari krisis energi. Dilansir dari badan Energi Internasional, Jerman bergantung pada minyak Rusia dan hampir 50 persen gas.

“Semakin cepat kita mendorong perluasan energi terbarukan, semakin baik,” ujar Scholz dilansir dari DW.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Aplikasi yang Tak Bisa Dilepaskan Para Kreator di 2025

Kira-kira aplikasi apa yang paling penting di ponsel Anda?

Renita Sukma . 05 June 2025

Astronaut, Popok dan Martabat Manusia di Antariksa

Mengapa mengompol di luar angkasa bukanlah aib, tapi keharusan profesional

Renita Sukma . 04 June 2025

Vietnam Blokir Telegram, Antara Keamanan Negara dan Sensor Digital

Pemerintah Vietnam kembali menjadi sorotan setelah memerintahkan pemblokiran Telegram yang sangat populer di negara komunis itu

Renita Sukma . 03 June 2025

Gara-gara Konklaf UMKM Roma Raih Keuntungan Besar

Peziarah dan turis habiskan dana sampai 600 Juta Euro saat berkunjung ke Roma

Noviarizal Fernandez . 03 June 2025