Stories - 31 January 2023

Ibnu Sina, Inspirasi Kedokteran dari Timur Tengah

Ibnu Sina atau Avicenna merupakan seorang dokter dan filsuf Muslim besar pertama di dunia.


Bapak Kedokteran Modern, Ibu Sina. - Istimewa -

Context.id, JAKARTA - “Kedokteran bukanlah ilmu yang sulit dan berduri seperti matematika dan metafisika, jadi saya segera membuat kemajuan besar. Saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat pasien menggunakan pengobatan yang disetujui,” ujar Ibnu Sina. 

Dari dulu, dipercaya bahwa pusat ilmu pengetahuan berasal dari benua biru. Hal ini terlihat dari banyaknya pengetahuan ataupun ideologi yang dilahirkan oleh filsuf Romawi, Yunani, ataupun Italia.

Namun, kehadiran Ibnu Sina telah merubah pandangan itu. Abu Ali Al-Hussein Ibn Abdullah Ibn Sina atau yang akrab dikenal sebagai Ibnu Sina atau Avicenna, merupakan seorang dokter sekaligus filsuf Muslim besar pertama di dunia. Ia berperan penting dalam perkembangan baru di dunia kedokteran dan membuat kemajuan pada pengobatan Islam dan Eropa selama berabad-abad. 

Bagaimana tidak? Ia merupakan tokoh di balik pengetahuan mengenai fungsi organ tubuh manusia, racun dalam kosmetik, penyakit-penyakit organ tubuh, gejala diabetes, pengobatan pascakelahiran, hingga kesehatan mental. Tak heran, ia bahkan sering disebut sebagai tokoh yang mewakilkan puncak zaman pembaharuan Islam dan sering disandingkan dengan Goethe serta Leonardo da Vinci. 


 

Mengenal Sosok Ibnu Sina

Dikutip dari Annals of Saudi Medicine, Ibnu Sina yang lahir pada 980 merupakan anak seorang gubernur sebuah desa di dekat kota Bukhara, Kerajaan Samani. Sedari belia, ayahnya sudah mengetahui bahwa Ibnu Sina merupakan sosok yang jenius.

Hal ini terlihat ketika usianya menginjak 10 tahun, ia sudah selesai belajar dan menghafal Alquran, serta mahir dalam Bahasa Arab berikut sastra klasiknya. Kemudian, ketika usianya 13 tahun, ia sudah mulai mempelajari ilmu kedokteran. Sejak itulah, ia sudah mulai dipanggil untuk menyembuhkan masyarakat sekitar yang sakit.

Karier kedokterannya pun berjalan mulus. Pada usianya yang ke-18 tahun, ia sudah menjadi seorang dokter yang terkenal di negaranya. Pada saat itu pula, pasien yang meminta pertolongannya bukan hanya warga biasa, melainkan juga para petinggi kerajaan, termasuk sultan.

Pasalnya, ada suatu ketika, Sultan Bukhara, Nuh Ibn Mansour dari Dinasti Samanid mengalami sakit parah. Alhasil, Ibnu Sina pun dipanggil untuk menyembuhkannya.

Rupanya, upaya pengobatan Ibnu Sina pun berhasil. Sebagai gantinya, ia diberikan penghargaan dan akses ke perpustakaan kerajaan. Dimana, di dalamnya terdapat banyak manuskrip langka dan buku-buku unik milik sang sultan. Hal itupun membuat pengetahuan Ibnu Sina bertambah banyak dan kemudian ia mulai memberikan kuliah serta menulis buku pertamanya “Al Qanun fi al Tibb” karya medisnya yang paling signifikan.

Kemudian, beberapa waktu setelahnya, ia kembali menulis 30 buku dan diminta untuk menyembuhkan penguasanya, Pangeran Emir Shams al-Dawlah dari DInasti Buyid dari sakit perut yang parah.

Lagi-lagi, ia pun berhasil untuk menyembuhkan sang pangeran dan kemudian diangkat menjadi dokter pribadi sekaligus orang kepercayaan Emir. Tak lama berselang, ia pun dipercayakan menjadi perdana menteri Emir.

Namun ketika Syam al-Dawlah meninggal, Ibnu Sina pun menulis surat kepada penguasa untuk mendapatkan posisi di istananya. Namun, ketika Emir Hamadan mengetahui hal ini, ia memenjarakan Ibnu Sina. 

Di balik jeruji besi, Ibnu Sina pun kembali menulis sejumlah buku. Dan kemudian setelah dibebaskan, ia melayani Emir Ala al-Dawlah hingga akhir hayatnya di usia 57 tahun. 

Ia dimakamkan di Kota Hamadan dan pemerintah pun mendirikan sebuah monumen disampingnya. 



 

Apa Saja Karya Ibnu Sina?

Dipercaya, Ibnu Sina telah menulis sekitar 450 karya semasa hidupnya. Namun, hanya sekitar 240 karya saja yang masih ada. Adapun karya tersebut merupakan ilmu mengenai filsafat, kedokteran, astronomi, geometri, teologi, filologi, dan seni. 

Diketahui, ia memiliki sebuah buku yang merupakan kunci dari kedokteran pramodern, yakni Al Qanun fi al Tibb (Canon), salah satu buku pertamanya sekaligus buku medis paling berpengaruh yang pernah ditulis oleh seorang dokter Muslim. Buku ini merupakan ensiklopedia medis yang menggambarkan pengobatan Arab dengan ilmu Yunani dan diadaptasi dengan pengamatan pribadi Ibnu Sina.

Selain itu, ia juga menulis buku “Kitab al Shifa” atau yang berarti Kitab Penyembuhan. Buku ini merupakan buku filosofis yang  terkenal di kalangan teolog karena menyatukan tradisi Aristotelian dan Platonian dengan teologi Islam. 


Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Context.id

MORE  STORIES

Lamun dan Rumput Laut Bisa Menangkal Perubahan Iklim

Jumlah karbon biru yaitu karbon yang dapat disimpan oleh ekosistem laut dan pesisir secara alami sebanyak 350.000 ton

Context.id | 25-04-2024

Mengenal Duck Syndrome, Istilah yang Lagi Populer

Sindrom ini menggambarkan seseorang yang mencoba menciptakan ilusi kehidupan yang sempurna, tetapi sebenarnya diliputi kecemasan yang sangat besar

Context.id | 25-04-2024

Fragmen Virus Flu Burung dalam Susu Pasteurisasi, Apakah Berbahaya?

Hasil pengetesan beberapa sampel susu pasteurisasi ditemukan sisa-sisa fragmen virus Flu Burung yang telah menginfeksi sapi perah

Context.id | 25-04-2024

Alasan Masyarakat hingga Pejabat Indonesia Gemar Berobat ke Luar Negeri

Pengobatan ke rumah sakit di luar negeri sejak lama menjadi tren yang berkembang di Indonesia

Context.id | 25-04-2024