Share

Home Stories

Stories 14 Desember 2022

Siapa Saja yang Menentang Penyetujuan KUHP?

Penyetujuan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi buah bibir masyarakat hingga dunia internasional.

Ilustrasi RKUHP. - Bisnis Indonesia-

Context.id, JAKARTA - Penyetujuan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi buah bibir masyarakat hingga dunia internasional. Sejumlah masyarakat mengatakan bahwa mereka setuju, tetapi tidak sedikit pula yang menyatakan keberatannya.

Diketahui, dalam draf akhir RKUHP yang terdiri atas 624 pasal dan 37 bab tersebut, banyak pasal yang tidak sesuai dengan kebebasan fundamental dan hak asasi manusia. Mulai dengan pembatasan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, kebebasan berbicara serta berekspresi, dan hak atas privasi serta otonomi seksual. 

Selain itu, adapula pasal tentang pembatasan akses aborsi, potensi diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, agama atau kepercayaan, hingga kelompok seksualitas LGBT.

Kontroversi ini pun sudah terdengar hingga telinga PBB dan mereka pun turut menyatakan keprihatinan atas ancaman kebebasan sipil. 

“Melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial negatif terhadap anggota agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka,” ujar PBB dalam sebuah pernyataan. 

Senada, Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, Eva Sundari menyatakan bahwa pengesahan KUHP merupakan langkah mundur dari Indonesia. 

Hal ini dikarenakan dalam salah satu pasal juga melarang adanya penyebaran ajaran komunis dan Marxis-Leninis, serta ideologi lainnya yang bertentangan dengan pancasila. Selain itu, pasal lainnya juga melarang adanya penghinaan pada presiden, wakil presiden, pemerintah, hingga lembaga lainnya. 

Oleh karena itu, definisi dalam pasal tersebut terlalu luas dan dapat menjadi ajang bagi para petinggi negara untuk melawan kritik yang ditujukan pada mereka.

“Kami telah membuat langkah besar menuju demokrasi sejak kejatuhan kediktatoran Suharto dan KUHP yang baru mengancam akan membalikkan kemajuan itu,” ujar Eva, dikutip dari Tempo. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Context.id

Stories 14 Desember 2022

Siapa Saja yang Menentang Penyetujuan KUHP?

Penyetujuan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi buah bibir masyarakat hingga dunia internasional.

Ilustrasi RKUHP. - Bisnis Indonesia-

Context.id, JAKARTA - Penyetujuan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi buah bibir masyarakat hingga dunia internasional. Sejumlah masyarakat mengatakan bahwa mereka setuju, tetapi tidak sedikit pula yang menyatakan keberatannya.

Diketahui, dalam draf akhir RKUHP yang terdiri atas 624 pasal dan 37 bab tersebut, banyak pasal yang tidak sesuai dengan kebebasan fundamental dan hak asasi manusia. Mulai dengan pembatasan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, kebebasan berbicara serta berekspresi, dan hak atas privasi serta otonomi seksual. 

Selain itu, adapula pasal tentang pembatasan akses aborsi, potensi diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, agama atau kepercayaan, hingga kelompok seksualitas LGBT.

Kontroversi ini pun sudah terdengar hingga telinga PBB dan mereka pun turut menyatakan keprihatinan atas ancaman kebebasan sipil. 

“Melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial negatif terhadap anggota agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka,” ujar PBB dalam sebuah pernyataan. 

Senada, Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, Eva Sundari menyatakan bahwa pengesahan KUHP merupakan langkah mundur dari Indonesia. 

Hal ini dikarenakan dalam salah satu pasal juga melarang adanya penyebaran ajaran komunis dan Marxis-Leninis, serta ideologi lainnya yang bertentangan dengan pancasila. Selain itu, pasal lainnya juga melarang adanya penghinaan pada presiden, wakil presiden, pemerintah, hingga lembaga lainnya. 

Oleh karena itu, definisi dalam pasal tersebut terlalu luas dan dapat menjadi ajang bagi para petinggi negara untuk melawan kritik yang ditujukan pada mereka.

“Kami telah membuat langkah besar menuju demokrasi sejak kejatuhan kediktatoran Suharto dan KUHP yang baru mengancam akan membalikkan kemajuan itu,” ujar Eva, dikutip dari Tempo. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Context.id


RELATED ARTICLES

Diplomasi Olahraga RI-Inggris: Sumbangsih BritCham untuk Anak Indonesia

Program GKSC diharapkan dapat menjadi langkah awal perubahan positif anak-anak dalam hidup mereka.

Helen Angelia . 08 May 2025

Bobby Kertanegara Dapat Hadiah Spesial dari Pendiri Microsoft

Dari boneka paus untuk kucing presiden, hingga keris untuk sang filantropis. Momen yang memperlihatkan diplomasi tak selalu kaku.

Noviarizal Fernandez . 07 May 2025

Siap-siap, Sampah Antariksa Era Soviet Pulang Kampung ke Bumi

Diluncurkan Uni Soviet pada 1972, sayangnya wahana ini gagal menuju Venus karena roket pengangkutnya gagal total

Noviarizal Fernandez . 06 May 2025

Ketika Lampu Padam, Mengapa Blackout Masih Membayangi Indonesia?

Blackout di Indonesia bukanlah kejutan, melainkan semacam ritual yang kembali menghantui setiap dekade

Context.id . 05 May 2025