Rahasia Jenius di Balik Tidur Siang, Bukan Cuma Mimpi Indah!
Tidur siang bisa jadi kunci membuka pintu kreativitas yang tersembunyi!

Context.id, JAKARTA - Pernahkah kamu terbangun dari tidur siang singkat dengan ide brilian yang tiba-tiba muncul di kepala? Kalau iya, selamat!
Kamu mungkin baru saja meniru jejak para jenius dunia seperti Dmitri Mendeleev yang menemukan tabel periodik lengkap setelah tertidur di mejanya, atau bahkan Mary Shelley dan Thomas Edison.
Ternyata, tidur siang bukan cuma buat mengusir kantuk, tapi bisa jadi kunci membuka pintu kreativitas yang tersembunyi!
Konon, Thomas Edison punya trik unik, ia akan memegang cangkir atau benda lain saat tertidur di kursi. Saat ia mulai terlelap terlalu dalam dan cangkirnya jatuh, suara jatuhnya akan membangunkannya.
Edison percaya, momen-momen "eureka" atau pencerahan sering datang tepat setelah terbangun dari tidur singkat ini. Kedengarannya aneh, ya? Tapi ternyata, para ilmuwan kini mulai serius meneliti teknik ini!
Dilansir dari Arstechnica, sebuah tim peneliti dari Universitas Sorbonne, Prancis dipimpin ahli saraf kognitif Célia Lacaux, mencoba mereplikasi trik Edison. Mereka meminta lebih dari 100 peserta memecahkan masalah matematika yang punya jalan pintas tersembunyi.
Replikasi Edison
Lalu, para peserta diminta tidur siang ala Edison, memegang sendok, bola baja, atau cangkir. Hasilnya mengejutkan! Sebagian besar peserta yang terbangun karena cangkir jatuh ternyata menemukan jalan pintas tersembunyi itu.
Tidur siang mereka sangat singkat, hanya cukup untuk mencapai fase tidur ringan non-REM N1.
Namun, tidak semua eksperimen berjalan mulus. Tim ilmuwan Jerman di Universitas Hamburg, yang dipimpin oleh Anika T. Löwe, awalnya ingin mengulang eksperimen Lacaux.
Mereka bahkan membeli jenis cangkir yang sama, tapi entah mengapa, cangkupnya sering tidak jatuh! Anehnya lagi, fase tidur N1 yang disebut-sebut kuncinya, juga tidak memberikan hasil yang sama.
Tim Löwe kemudian merancang eksperimen yang berbeda. Mereka meminta 90 peserta melacak titik-titik di layar, dengan istirahat tidur siang 20 menit di antaranya. Tugas ini lebih tentang ketajaman persepsi, bukan analisis matematika.
Nah, di sini bagian menariknya, kebanyakan peserta yang menemukan solusi tersembunyi (yaitu hubungan antara warna titik dan arah gerakannya) adalah mereka yang mencapai fase tidur N2, fase tidur yang lebih dalam!
Lebih dari 80% orang yang mencapai tidur N2 berhasil menemukan solusi koding warna. Bandingkan dengan mereka yang hanya tidur N1 (61% berhasil), atau yang tetap terjaga (55% berhasil).
Bahkan, kelompok kontrol yang tidak tidur siang sama sekali hanya 49% yang berhasil! Jadi, mungkin tidur yang sedikit lebih dalam malah lebih manjur?
Perbedaan hasil ini membuat para peneliti penasaran, jadi mereka memeriksa sinyal otak EEG atau elektroensefalografi (pemeriksaan aktivitas listrik otak) para peserta. Otak manusia memancarkan sinyal dengan frekuensi rendah dan tinggi.
Momen Eureka
Saat terjaga, banyak sinyal frekuensi tinggi, membuat "lereng spektrum" EEG terlihat datar.
Namun, saat tidur, sinyal frekuensi tinggi meredam, sinyal frekuensi rendah meningkat dan lerengnya menjadi lebih curam.
Semakin dalam tidur, semakin curam lereng EEG-nya.
Inilah penemuan pentingnya, momen pencerahan alias "eureka" sangat berkorelasi dengan lereng spektrum EEG yang curam! Semakin curam lerengnya, semakin besar kemungkinan seseorang mendapatkan ide brilian.
Ternyata, model yang hanya didasarkan pada sinyal EEG saja bahkan lebih akurat memprediksi momen eureka daripada prediksi berdasarkan fase tidur saja, lho!
Menurut Nicolas Schuck, profesor ilmu kognitif di Universitas Hamburg dan penulis utama studi, ini menunjukkan pengkategorian tidur menjadi fase N1 atau N2 mungkin terlalu kaku. Realitasnya, proses tidur jauh lebih kontinu.
Melihat sinyal EEG secara spesifik bisa membantu kita memahami apa yang sebenarnya terjadi di otak saat momen pencerahan tiba-tiba muncul.
Ke depannya, tim Schuck berencana menggabungkan EEG dengan pencitraan fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging) untuk melihat area otak mana yang aktif saat seseorang tidur.
Tujuannya? Untuk memahami bagaimana tidur dapat memperkuat memori dan tentu saja, bagaimana tidur memicu momen-momen pencerahan yang kita dambakan!
Jadi, lain kali kamu merasa buntu dan butuh ide segar, jangan ragu untuk mencoba tidur siang singkat. Siapa tahu, kamu bisa jadi jenius berikutnya
POPULAR
RELATED ARTICLES
Rahasia Jenius di Balik Tidur Siang, Bukan Cuma Mimpi Indah!
Tidur siang bisa jadi kunci membuka pintu kreativitas yang tersembunyi!

Context.id, JAKARTA - Pernahkah kamu terbangun dari tidur siang singkat dengan ide brilian yang tiba-tiba muncul di kepala? Kalau iya, selamat!
Kamu mungkin baru saja meniru jejak para jenius dunia seperti Dmitri Mendeleev yang menemukan tabel periodik lengkap setelah tertidur di mejanya, atau bahkan Mary Shelley dan Thomas Edison.
Ternyata, tidur siang bukan cuma buat mengusir kantuk, tapi bisa jadi kunci membuka pintu kreativitas yang tersembunyi!
Konon, Thomas Edison punya trik unik, ia akan memegang cangkir atau benda lain saat tertidur di kursi. Saat ia mulai terlelap terlalu dalam dan cangkirnya jatuh, suara jatuhnya akan membangunkannya.
Edison percaya, momen-momen "eureka" atau pencerahan sering datang tepat setelah terbangun dari tidur singkat ini. Kedengarannya aneh, ya? Tapi ternyata, para ilmuwan kini mulai serius meneliti teknik ini!
Dilansir dari Arstechnica, sebuah tim peneliti dari Universitas Sorbonne, Prancis dipimpin ahli saraf kognitif Célia Lacaux, mencoba mereplikasi trik Edison. Mereka meminta lebih dari 100 peserta memecahkan masalah matematika yang punya jalan pintas tersembunyi.
Replikasi Edison
Lalu, para peserta diminta tidur siang ala Edison, memegang sendok, bola baja, atau cangkir. Hasilnya mengejutkan! Sebagian besar peserta yang terbangun karena cangkir jatuh ternyata menemukan jalan pintas tersembunyi itu.
Tidur siang mereka sangat singkat, hanya cukup untuk mencapai fase tidur ringan non-REM N1.
Namun, tidak semua eksperimen berjalan mulus. Tim ilmuwan Jerman di Universitas Hamburg, yang dipimpin oleh Anika T. Löwe, awalnya ingin mengulang eksperimen Lacaux.
Mereka bahkan membeli jenis cangkir yang sama, tapi entah mengapa, cangkupnya sering tidak jatuh! Anehnya lagi, fase tidur N1 yang disebut-sebut kuncinya, juga tidak memberikan hasil yang sama.
Tim Löwe kemudian merancang eksperimen yang berbeda. Mereka meminta 90 peserta melacak titik-titik di layar, dengan istirahat tidur siang 20 menit di antaranya. Tugas ini lebih tentang ketajaman persepsi, bukan analisis matematika.
Nah, di sini bagian menariknya, kebanyakan peserta yang menemukan solusi tersembunyi (yaitu hubungan antara warna titik dan arah gerakannya) adalah mereka yang mencapai fase tidur N2, fase tidur yang lebih dalam!
Lebih dari 80% orang yang mencapai tidur N2 berhasil menemukan solusi koding warna. Bandingkan dengan mereka yang hanya tidur N1 (61% berhasil), atau yang tetap terjaga (55% berhasil).
Bahkan, kelompok kontrol yang tidak tidur siang sama sekali hanya 49% yang berhasil! Jadi, mungkin tidur yang sedikit lebih dalam malah lebih manjur?
Perbedaan hasil ini membuat para peneliti penasaran, jadi mereka memeriksa sinyal otak EEG atau elektroensefalografi (pemeriksaan aktivitas listrik otak) para peserta. Otak manusia memancarkan sinyal dengan frekuensi rendah dan tinggi.
Momen Eureka
Saat terjaga, banyak sinyal frekuensi tinggi, membuat "lereng spektrum" EEG terlihat datar.
Namun, saat tidur, sinyal frekuensi tinggi meredam, sinyal frekuensi rendah meningkat dan lerengnya menjadi lebih curam.
Semakin dalam tidur, semakin curam lereng EEG-nya.
Inilah penemuan pentingnya, momen pencerahan alias "eureka" sangat berkorelasi dengan lereng spektrum EEG yang curam! Semakin curam lerengnya, semakin besar kemungkinan seseorang mendapatkan ide brilian.
Ternyata, model yang hanya didasarkan pada sinyal EEG saja bahkan lebih akurat memprediksi momen eureka daripada prediksi berdasarkan fase tidur saja, lho!
Menurut Nicolas Schuck, profesor ilmu kognitif di Universitas Hamburg dan penulis utama studi, ini menunjukkan pengkategorian tidur menjadi fase N1 atau N2 mungkin terlalu kaku. Realitasnya, proses tidur jauh lebih kontinu.
Melihat sinyal EEG secara spesifik bisa membantu kita memahami apa yang sebenarnya terjadi di otak saat momen pencerahan tiba-tiba muncul.
Ke depannya, tim Schuck berencana menggabungkan EEG dengan pencitraan fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging) untuk melihat area otak mana yang aktif saat seseorang tidur.
Tujuannya? Untuk memahami bagaimana tidur dapat memperkuat memori dan tentu saja, bagaimana tidur memicu momen-momen pencerahan yang kita dambakan!
Jadi, lain kali kamu merasa buntu dan butuh ide segar, jangan ragu untuk mencoba tidur siang singkat. Siapa tahu, kamu bisa jadi jenius berikutnya
POPULAR
RELATED ARTICLES