Stories - 31 August 2022

Paperless Office, Bikin Kantor Lebih Ramah Lingkungan

Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat kertas semakin kurang dibutuhkan saat bekerja. Kerena itu, muncul istilah paperless office.


Ilustrasi paperless office. -Puspa Larasati-

Context, JAKARTA - Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat kertas semakin kurang dibutuhkan saat bekerja. Bahkan saat ini beberapa tipe pekerjaan bisa diselesaikan hanya dengan sebuah ponsel. Karena itu, muncul istilah paperless office.

Sederhananya, paperless office atau kantor tanpa kertas ini merupakan konsep di mana penggunaan kertas untuk aktivitas kantor dikurangi, atau bahkan dihilangkan sama sekali. Sebagai gantinya, segala bentuk dokumen kertas akan dialihkan bentuknya menjadi dokumen digital.

Tetapi, karena menghilangkan kertas dari kantor itu bukan lah hal yang mudah, sebagian besar perkantoran masih menggunakan kertas, meskipun dengan kapasitas yang kecil. Melihat hal ini, beberapa pihak pun lebih cenderung untuk menyebut konsep ini dalam istilah paper-light, bukan paperless office.


Didorong Perkembangan Internet

Salah satu syarat utama untuk menerapkan paperless office ini adalah dengan memiliki jaringan internet. Dilansir dari Market Business News, bentuk dari sebuah kantor pada saat ini sangat berbeda dengan kantor pada 45 tahun yang lalu. 

Dulu, perkantoran dipenuhi dengan kertas-kertas di setiap meja kerja, ada yang isinya surat, dokumen pekerjaan, kertas catatan, laporan keuangan, slip gaji, dan lain sebagainya. Selain itu, dulu kantor juga menjadi tempat yang bising, ramai akan karyawan, penuh suara ketikan dan suara mesin, terutama mesin fotocopy.

Namun, pada saat itu memang tidak ada pilihan lain. Salah satu cara paling efisien adalah dengan menggunakan kertas. Segala sesuatu harus diarsipkan dengan menggunakan kertas, baik itu untuk surat menyurat, menyetor kerjaan, hingga untuk berkoordinasi antar divisi.

Kemudian, setelah teknologi internet semakin berkembang, lama kelamaan penggunaan kertas di kantor pun semakin berkurang. Semua pekerjaan bisa dikerjakan lewat gadget, baik itu komputer, laptop, atau ponsel. 

Dengan sambungan internet, para pekerja tidak lagi harus menulis atau mencetak tulisan di kertas hanya untuk meminta revisi. Melainkan, cukup mengirim hasil pekerjaan tersebut melalui aplikasi pengirim pesan, seperti WhatsApp, gmail, dan lain sebagainya. 

Pengarsipan dokumen yang biasanya memenuhi meja pun kini telah berkurang. Dulu yang biasanya dokumen selalu berbentuk tumpukan kertas yang dijilid dengan karton atau amplop besar, kini cukup mengandalkan drive komputer, Google Drive, atau web penyedia penyimpanan data lainnya. 

Bahkan, saking tidak diperlukannya lagi kertas di kantor, banyak juga perkantoran yang telah menerapkan sistem work from home (WFH) atau work from anywhere (WFA). Perkantoran dengan konsep seperti ini sebenarnya juga sudah mulai bermunculan di Indonesia. Terutama, pada masa pandemi kemarin ketika kegiatan di perkantoran tidak boleh 100 persen.


Dampak Positif Paperless Office

Jika sebuah kantor dengan karyawan lebih dari 50 orang harus selalu mencetak kertas, bayangkan berapa besar biaya yang dikeluarkan setiap harinya. Sebagai contoh, dilansir dari Hyland, kantor-kantor di Amerika Serikat (AS) harus menghabiskan lebih dari US$120 miliar atau Rp1.778 triliun per tahunnya hanya untuk formulir cetak saja. Sebagian besar formulir tersebut pun akan menjadi usang dalam jangka waktu tiga bulan.

Karena itu, dengan konsep paperless office, setiap kantor dapat menghemat anggarannya hanya untuk membeli kertas, mencetak kertas, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kertas. Anggaran untuk kertas tersebut bisa dialihkan ke hal-hal lainnya yang dapat menguntungkan perusahaan.

Kemudian, bekerja dengan tumpukan kertas-kertas dokumen bisa membuat pekerjaan menjadi tidak produktif. Seorang karyawan bisa menghabiskan 30-40 menit waktunya hanya untuk mencari beberapa dokumen kertas. 

Dengan paperless office yang didukung oleh kecanggihan teknologi dan internet, seorang karyawan hanya butuh 1-2 menit untuk mencari dokumen di perangkat digitalnya. Dalam waktu lima menit, mungkin 5-10 dokumen bisa ditemukan hanya dengan mengetik judul dokumen tersebut di perangkat digital.

Selain itu, paperless office juga akan meningkatkan keamanan informasi perusahaan. Dokumen fisik yang ditumpuk di atas meja akan lebih rawan untuk dicuri. Namun, jika dokumen sudah digital, sistem keamanannya bisa diatur, baik itu dengan menyertakan pin, password, atau hak akses lainnya. Pekerja juga bisa menentukan siapa saja yang bisa mengakses. 

Lalu, pengurangan penggunaan kertas dalam aktivitas kantor juga bisa berkontribusi pada mengurangi deforestasi. Pada 2009 greenpeace melaporkan permintaan akan produk kertas menjadi salah satu pendorong deforestasi hutan tropis.


Penerapan paperless office di Indonesia

Dilansir dari researchgate, tim dari Politeknik Ubaya Surabaya telah melakukan penelitian mengenai kantor atau institusi di Indonesia yang telah menerapkan paperless office, salah satunya adalah Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. 

Dalam beberapa tahun terakhir, Dirjen Pajak telah mengubah tata cara pelaporan pajak dari yang tadinya menggunakan kertas untuk mengisi formulir, kini cukup menggunakan e-filing. Kemudian pada 2018, tercatat sudah ada 8.213.098 orang yang melaporkan pajaknya melalui e-filing. 

Berdasarkan penelitian tersebut, pengurangan kertas untuk pelaporan pajak ternyata berkontribusi pada penghematan penggunaan kertas. Jika diasumsikan setiap pelapor pajak membutuhkan 2 lembar kertas, maka pada 2018 telah ada 32.852,4 rim (satuan untuk kertas berjumlah 500 lembar) yang dihemat. 

Penerapan paperless office di Indonesia sebenarnya juga mulai banyak. Hal ini bisa dilihat dengan mulai banyaknya perusahaan yang menerapkan sistem WFH atau pun WFA. Selain itu di sektor pemerintahan, terutama sektor pelayanan masyarakat, paperless office juga sudah mulai diterapkan. Seperti Dirjen Pajak, beberapa institusi lainnya juga telah menyediakan web atau pun aplikasi untuk melayani keperluan masyarakat.

Namun, sayangnya pelayanan secara digital yang dilakukan pemerintah tersebut kadang masih belum maksimal. Meskipun sudah menggunakan aplikasi, beberapa sektor pelayanan masyarakat masih menyertakan kertas untuk beberapa keperluan seperti fotocopy KK, KTP, SIM, tanda tangan dokumen, dan lain-lain.  

Seperti contohnya pada perpanjangan SIM online melalui aplikasi Digital Korlantas Polri, pengisian formulir dan ujian SIM memang sudah melalui aplikasi, namun untuk tanda tangannya masih harus di atas kertas putih. Pengalaman ini dirasakan sendiri oleh salah satu pembuat SIM online, Ezra Reyhan. 

“Sebenarnya perpanjangan sim via online sih sudah lumayan simple, isi data segala macam sudah lewat aplikasi, tapi untuk tanda tangan masih harus di atas kertas fisik, lalu diupload dengan cara difoto,” ujar Ezra kepada Context.

Bahkan, di beberapa kasus meskipun sudah mengupload KTP via web atau aplikasi, masyarakat diharuskan untuk membawa fotocopy KTP dalam bentuk fisik. Contoh ini bisa ditemukan saat masyarakat ingin melakukan vaksinasi di sejumlah daerah.


Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Memicu Depresi, Kenapa?

Data Kemenkes RI per Maret 2024 mencatat sebanyak 22,4 % atau sekitar 2.716 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi akibat PPDS.

Context.id | 18-04-2024

Ini Dia Lubang Hitam Besar di Galaksi

BH3 adalah lubang hitam bintang paling masif yang pernah ditemukan di Bima Sakti

Noviarizal Fernandez | 18-04-2024

Ketika Semenanjung Arab Diguyur Hujan Lebat

Banjir besar menelan 18 korban tewas di Oman dan juga mengakibatkan kelumpuhan di beberapa negara Timur Tengah

Noviarizal Fernandez | 18-04-2024

Masuk ke Indonesia, Starlink Ciptakan Tantangan atau Peluang?

Perizinan operasi satelit Starlink telah memenuhi standarisasi dari Kominfo

Context.id | 17-04-2024