Stories - 30 August 2022

Jika Tarif Ojol Jadi Naik, Seperti Apa Dampaknya?

Baru-baru ini terdengar isu bahwa tarif ojek online (ojol) akan dinaikkan.


Baru-baru ini terdengar isu bahwa tarif ojek online (ojol) akan dinaikkan. - Bisnis Indonesia -

Context.id, JAKARTA - Baru-baru ini terdengar isu bahwa tarif ojek online (ojol) akan dinaikkan. Pertama kali disebut akan naik pada 14 Agustus 2022, lalu diundur menjadi tanggal 29 Agustus 2022, dan lagi-lagi diundur sampai waktu yang tidak ditentukan. 

Namun, sebenarnya kebijakan ini sudah diatur oleh pemerintah. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuat Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No. KP 564/2022, dimana tarif ojol akan diklasifikasi dengan sistem zonasi. 

Adapun Indonesia akan terbagi atas tiga zona tarif. Zona I yang meliputi Sumatra, Bali, dan Jawa (selain Jabodetabek). Zona II wilayah Jabodetabek. Zona III yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku, serta Papua.

Nantinya harga jasa batas bawah, atas, dan rentang biaya jasa minimal ditentukan dari pembagian zona tersebut. Namun, rata-rata kenaikannya mencapai Rp2.800-Rp6.200 per km.


 

Kenaikan BBM Timbulkan Pro-kontra

Dilansir dari Tempo, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Hamil menyatakan bahwa kenaikan tarif ojek online ini tidak akan banyak berpengaruh pada konsumen. Pasalnya, menurut Rizal kenaikan tersebut tidak terlalu tinggi. 

“Karena tarif batas atas dan batas bawah, perubahannya tidak terlalu besar bahkan hanya Rp100 per kilometer, kurang lebih sama dengan aturan lama,” ujar Rizal pada Tempo, Selasa (9/8/2022).

Rizal juga menyatakan bahwa biaya jasa yang meningkat hanya untuk wilayah Jabodetabek, di mana nilainya mencapai Rp5.000. Menurutnya, hal ini karena adanya peningkatan biaya jasa yang berlaku khusus di Jakarta dan sekitarnya untuk kebutuhan biaya hidup serta tingkat perekonomian di sana. 

Namun di sisi lain, hal ini menimbulkan protes dari konsumen dan pengemudi ojek online itu sendiri. Menurut survei “Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia” dilansir dari Antara menyatakan bahwa konsumen hanya bersedia membayar rata-rata 5 persen lebih tinggi dibandingkan tarif ojol saat ini.

Lebih lanjut, bahkan 73,8 persen konsumen meminta pemerintah melakukan kajian ulang tentang kenaikan tarif ojol tersebut. 


 

Diduga Karena Isu Kenaikan Harga BBM Subsidi

Beberapa waktu belakangan ini juga ramai dibicarakan akan isu kenaikan harga BBM subsidi. Maka dari itu, kenaikan tarif ojol inipun rancang, untuk mempertahankan kesejahteraan driver.

Masalahnya, walaupun pendapatan yang diterima ojol meningkat, takutnya penumpangnya yang jauh berkurang. 

“Misalkan jika sebelumnya bisa mendapatkan 10 penumpang, dengan adanya kenaikan ini penumpangnya jadi turun jadi 7 atau bahkan hanya 5. Perlu diingat, jumlah driver tetap sama tapi penumpang berkurang,” ujar ekonom Universitas Airlangga Rumayya Batubara, dikutip dari Antara

Senada, Direktur Center for Policy and Public Management Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Yudo Anggoro menilai bahwa kenaikan tarif ojol ini berpotensi menurunkan permintaan jasa tersebut.

Soalnya, saat ini ojol sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat dalam beraktivitas. Apalagi fungsi ojol yang sebagai angkutan pengumpan. Maka dari itu, ditakutkan jika terjadi kenaikan harga ojol, masyarakat akan berganti ke transportasi pribadi. 

“Ojek online ini menawarkan kepraktisan dan kemudahan, sesuatu yang tidak ditawarkan oleh moda transportasi lain. Kalau tarif ojek online ini benar-benar naik, dikhawatirkan banyak orang akan beralih menggunakan kendaraan pribadi,” ujar Yudo, dikutip dari Antara


 

Inflasi Indonesia akan Semakin Tinggi

Menurut ekonom Universitas Airlangga Rumayya Batubara, kenaikan tarif ojol juga akan menekan daya beli masyarakat dan turut menaikan inflasi. Dengan demikian, upaya pemerintah yang tengah menekan inflasi melalui program subsidi di beberapa sektor akan semakin terhambat.

“Kita lihat saat ini inflasi sedang tinggi. Bahkan untuk inflasi pangan tertinggi sejak tahun 2015. Jika inflasi tinggi, maka daya beli konsumen tergerus,” ujar Rumayya.


Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024