Stories - 08 August 2022

Siap-Siap, Harga Tiket Pesawat akan Naik!

Kementerian Perhubungan telah membukakan pintu bagi pihak maskapai penerbangan yang ingin mengenakan biaya tambahan hingga 15 persen.


Sebuah pesawat mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (28/7/2022). -Antara-

Context, JAKARTA - Kementerian Perhubungan telah memberikan lampu hijau bagi pihak maskapai penerbangan yang ingin mengenakan biaya tambahan hingga 15 persen. Karena itu, per 4 Agustus 2022 kemarin, harga tiket pesawat diperkirakan akan naik secara bertahap.

Kebijakan pengenaan biaya tambahan ini tertuang pada Keputusan Menteri Perhubungan No. 142/2022 tentang besaran biaya tambahan (fuel surcharge). Kebijakan ini dibuat karena adanya naiknya harga bahan bakar pesawat (avtur). Kebijakan ini berlaku tidak hanya untuk maskapai jenis jet, namun juga untuk maskapai propeller. Bedanya, maskapai propeller diizinkan untuk mengenakan biaya tambahan hingga 25 persen. 

Maskapai propeller sendiri merupakan maskapai penerbangan yang menyediakan pesawat dengan mesin propeller (baling-baling) dan banyak beroperasi di Indonesia bagian timur dengan jangkauan yang lebih pendek.

Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono menjelaskan kebijakan ini diterapkan agar maskapai penerbangan memiliki pedoman jika ingin menaikkan tiket pesawat.

"Besaran biaya tambahan atau surcharge untuk pesawat udara jenis jet, paling tinggi 15 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai. Sementara pesawat udara jenis propeller paling tinggi 25 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai," kata Isnin dikutip dari Bisnis.

Presentasi biaya tambahan ini lebih tinggi daripada ketentuan biaya tambahan sebelumnya tertuang pada Keputusan Menteri Perhubungan No. 68/2022. Pada kebijakan tersebut, maksimal kenaikan biaya yang dapat diterapkan oleh pesawat jet adalah 10 persen dan propeler adalah 25 persen.

Tetapi, pengenaan biaya tambahan untuk maskapai penerbangan ini adalah bersifat pilihan, bukan lah mandatori. Kemenhub hanya memberikan jalan bagi maskapai yang merasa terbebani karena adanya kenaikan biaya bahan bakar avtur.

Karena itu, Isnin meminta kepada seluruh maskapai penerbangan yang melayani rute dalam negeri agar memberikan harga tiket penumpang yang masih terjangkau meskipun tetap dinaikkan. Pasalnya, pesawat merupakan salah satu transportasi yang sangat penting di Indonesia. Keberadaannya bisa menjaga konektivitas antar wilayah.

Saat ini, banyak masyarakat di Indonesia yang belum pulih dari pandemi, sehingga kenaikan harga tiket pesawat yang tinggi tentu akan menurunkan daya beli tiket pesawat di Indonesia.

"Seperti kita ketahui, bahwa kemampuan daya beli masyarakat belum pulih akibat pandemi Covid-19 namun kebutuhan masyarakat akan transportasi udara tetap harus diperhatikan,” ujar Isnin.

Jika maskapai penerbangan masih bisa mengusahakan penyediaan tiket pesawat yang terjangkau, Isnis mengatakan bahwa hal ini bisa mendorong mobilitas masyarakat dengan menggunakan transportasi udara. Hasilnya, ekosistem ekonomi transportasi udara pun diharapkan juga akan meningkat.


Solusi dari INACA

Kenaikan harga tiket pesawat yang sepertinya sulit untuk dihindari, menarik perhatian Indonesia National Air Carriers Association (INACA). Untuk masalah ini, INACA pun menawarkan solusi yang bisa menguntungkan semua pihak, baik itu maskapai penerbangan, ekosistem penerbangan lainnya, dan juga konsumen.

Sebelumnya, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja telah mengatakan bahwa dirinya mendukung langkah yang dilakukan pemerintah untuk membuka jalan bagi maskapai agar bisa menaikan tiket pesawat. Pasalnya, kondisi harga minyak dunia yang terus tidak menentu ini telah membuat bahan bakar avtur naik. Jika sudah seperti ini, mau tidak mau maskapai penerbangan memang harus menaikan harga tiket sebagai salah satu solusi supaya bisa bertahan.

Tetapi, dilansir dari Bisnis, Denon juga mengatakan bahwa pihak maskapai juga perlu melakukan penilaian (assessment) di berbagai rute yang dilayani berdasarkan frekuensi dan keterjangkauan (affordability) di tingkat konsumen.

"Jadi misalnya frekuensi tinggi tidak harus mentok Tarif Batas Atas. Saya pikir ini cara yang win-win solution sehingga maskapai bisa cepat pulih dan mengatasi burden operasional yang dialami juga," kata Denon.

Jika kebijakan ini berjalan, Denon mengatakan hal ini bisa membantu mempercepat pemulihan ekosistem transportasi udara seperti saat sebelum pandemi melanda. Pasalnya, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, tercatat hanya 30-40 persen pesawat yang beroperasi jika dibandingkan dengan tahun 2019 ke bawah. 

Namun di lain sisi, pelemahan nilai tukar kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, kemudian perang Eropa Timur yang menyebabkan naiknya harga minyak dunia termasuk avtur, menyebabkan biaya operasional transportasi udara semakin tinggi. 

"60 persen cost operasional itu untuk leasing dan avtur. Leasing sensitif terhadap nilai mata uang asing, dan avtur sekarang 120 persen naiknya," jelas Denon. Karena itu, pengenaan biaya tambahan yang dilakukan maskapai penerbangan rasanya memang perlu dilakukan.


Kalau Tiket Pesawat Naik, Apa Dampak Buruknya?

Seperti yang dikatakan Isnin sebelumnya, sebisa mungkin maskapai penerbangan udara harus bisa menjaga harga tiket pesawat supaya tetap terjangkau bagi konsumen. Pasalnya, akan banyak kerugian yang muncul jika harga tiket pesawat melambung sangat tinggi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa salah satu hal yang paling terdampak dari naiknya harga tiket pesawat adalah sektor pariwisata di Indonesia. 

Menurutnya, perbaikan mobilitas, termasuk transportasi udara selama ini telah membawa efek positif terhadap perekonomian negara. Bahkan, hal ini telah membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,4 persen pada kuartal II/2022. Khusus di wilayah yang mengandalkan pariwisata seperti Bali dan Nusa Tenggara, kinerja pertumbuhan ekonominya mencapai 3,94 persen pada kuartal II/2022.

"Kita tahu pariwisata belum kembali [seperti kondisi sebelum pandemi Covid-19]. Namun, ini baru awal dari perbaikan akibat mobilitas yang membaik," kata Airlangga

Namun, adanya konflik di Eropa Timur yang telah menyebabkan naiknya harga bahan bakar avtur dan menaikan harga tiket pesawat akan memberi tekanan besar bagi pertumbuhan ekonomi dari sektor pariwisata.

"Terkait dengan tiket pesawat banyak yang mengambil batas atas, sehingga keterbatasan dari pesawat membuat biaya transportasi atau biaya tiket sekarang dari mana pun relatif lebih mahal dari dua atau tiga tahun lalu," kata Airlangga.

Selain itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memperkirakan bahwa naiknya harga tiket pesawat akan menjadi salah satu faktor utama terjadinya inflasi pada akhir tahun.

Harga tiket transportasi udara saat ini memang telah menjadi penyumbang terbesar inflasi dari kelompok administered price. Pada Juli 2022 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat bahwa kelompok ini telah menyumbang sebesar 0,21 persen month to month (mom) atau 6,51 persen year on year (yoy).


Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024