Share

Home Stories

Stories 03 Agustus 2022

Inflasi, Buat Inggris Resesi dan Menuju Stagflasi

Inggris sedang berada di dalam kondisi penurunan ekonomi akibat inflasi tinggi dan diprediksi akan masuk ke kondisi stagflasi.

Inggris sedang berada di dalam kondisi penurunan ekonomi akibat inflasi tinggi dan diprediksi akan masuk ke kondisi stagflasi.

Context.id, JAKARTA -  Apa yang terjadi jika biaya hidup semakin mahal, padahal pendapatan tidak kunjung bertambah? Hal itulah yang sedang dialami Inggris saat ini. 

Inggris sedang berada di dalam kondisi penurunan ekonomi akibat inflasi tinggi. Menurut Kantor Statistik Nasional Inggris, inflasi negara tersebut sudah mencapai 9,4 persen pada Juni 2022, yang mana merupakan kenaikan inflasi tertinggi dalam satu tahun, sejak 40 tahun silam.

Hal ini pun terbukti dari penelitian Institut Nasional Penelitian Ekonomi dan Sosial (NIESR). Mereka menemukan bahwa rata-rata pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat Inggris turun hingga 2,5 persen pada tahun ini. Alhasil, banyak juga rumah tangga yang terpaksa menggunakan tabungannya atau sampai berhutang agar dapat bertahan hidup. 

Otomatis, ini pun berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, peningkatan pengangguran, dan penurunan ukuran pendapatan. Dimana hal tersebutlah yang membawa Inggris menuju resesi (penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, berdampak luas, dan terjadi cukup lama). 

Diketahui, NIESR menyatakan bahwa resesi Inggris dimulai pada kuartal tiga tahun ini dan akan berlanjut hingga awal 2023.

Parahnya, jika hal ini dibiarkan, Inggris akan menuju stagflasi, dimana ekonomi Inggris akan mandek, layaknya yang diucapkan oleh Wakil Direktur Makro Ekonomi NIESR Stephen Millard. “Ekonomi Inggris sedang menuju ke periode stagflasi dengan inflasi tinggi dan resesi (yang) memukul ekonomi secara bersamaan,” ujar Millard. 

Sayangnya, penelitian pun menyatakan bahwa situasi ini akan butuh bertahun-tahun untuk kembali seperti semula.


Emang Apa yang Terjadi Jika Terjadi Stagflasi?

Dikutip dari Investopedia, stagflasi adalah kombinasi dari tiga hal yang negatif bagi perekonomian negara, yakni pertumbuhan ekonomi melambat, pengangguran yang tinggi, dan harga yang lebih tinggi. 

Maka dari itu, kondisi inipun membuat lapangan kerja menjadi semakin sedikit, masyarakat tidak bisa mendapatkan uang, padahal biaya hidup semakin meningkat. Masalahnya, ketika negara sudah mengalami stagflasi, hal ini akan sangat sulit untuk berhenti. 

Soalnya, kebijakan ekonomi yang menguntungkan bagi satu pihak, akan membuat pihak lain menjadi lebih terpuruk. 

 


Bagaimana Dengan Indonesia?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga masih optimis bahwa perekonomian Indonesia masih kuat dan bisa tumbuh di 5-5,2 persen di 2022 ini. Pasalnya, berdasarkan kuartal yang sudah lewat, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di angka 5 persen. 

Selain itu, beberapa indikator ekonomi Indonesia masih positif, baik dari sektor keuangan, moneter, pasar tenaga kerja, maupun industri. 

“Kami masih optimis kuartal kedua juga diperkirakan sedikit lebih dari lima persen. Kalau bisa dijaga di kuartal III/2022, maka angka 5-5,2 persen di akhir tahun ini bisa kita capai,” ujar Airlangga.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 03 Agustus 2022

Inflasi, Buat Inggris Resesi dan Menuju Stagflasi

Inggris sedang berada di dalam kondisi penurunan ekonomi akibat inflasi tinggi dan diprediksi akan masuk ke kondisi stagflasi.

Inggris sedang berada di dalam kondisi penurunan ekonomi akibat inflasi tinggi dan diprediksi akan masuk ke kondisi stagflasi.

Context.id, JAKARTA -  Apa yang terjadi jika biaya hidup semakin mahal, padahal pendapatan tidak kunjung bertambah? Hal itulah yang sedang dialami Inggris saat ini. 

Inggris sedang berada di dalam kondisi penurunan ekonomi akibat inflasi tinggi. Menurut Kantor Statistik Nasional Inggris, inflasi negara tersebut sudah mencapai 9,4 persen pada Juni 2022, yang mana merupakan kenaikan inflasi tertinggi dalam satu tahun, sejak 40 tahun silam.

Hal ini pun terbukti dari penelitian Institut Nasional Penelitian Ekonomi dan Sosial (NIESR). Mereka menemukan bahwa rata-rata pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat Inggris turun hingga 2,5 persen pada tahun ini. Alhasil, banyak juga rumah tangga yang terpaksa menggunakan tabungannya atau sampai berhutang agar dapat bertahan hidup. 

Otomatis, ini pun berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, peningkatan pengangguran, dan penurunan ukuran pendapatan. Dimana hal tersebutlah yang membawa Inggris menuju resesi (penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, berdampak luas, dan terjadi cukup lama). 

Diketahui, NIESR menyatakan bahwa resesi Inggris dimulai pada kuartal tiga tahun ini dan akan berlanjut hingga awal 2023.

Parahnya, jika hal ini dibiarkan, Inggris akan menuju stagflasi, dimana ekonomi Inggris akan mandek, layaknya yang diucapkan oleh Wakil Direktur Makro Ekonomi NIESR Stephen Millard. “Ekonomi Inggris sedang menuju ke periode stagflasi dengan inflasi tinggi dan resesi (yang) memukul ekonomi secara bersamaan,” ujar Millard. 

Sayangnya, penelitian pun menyatakan bahwa situasi ini akan butuh bertahun-tahun untuk kembali seperti semula.


Emang Apa yang Terjadi Jika Terjadi Stagflasi?

Dikutip dari Investopedia, stagflasi adalah kombinasi dari tiga hal yang negatif bagi perekonomian negara, yakni pertumbuhan ekonomi melambat, pengangguran yang tinggi, dan harga yang lebih tinggi. 

Maka dari itu, kondisi inipun membuat lapangan kerja menjadi semakin sedikit, masyarakat tidak bisa mendapatkan uang, padahal biaya hidup semakin meningkat. Masalahnya, ketika negara sudah mengalami stagflasi, hal ini akan sangat sulit untuk berhenti. 

Soalnya, kebijakan ekonomi yang menguntungkan bagi satu pihak, akan membuat pihak lain menjadi lebih terpuruk. 

 


Bagaimana Dengan Indonesia?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga masih optimis bahwa perekonomian Indonesia masih kuat dan bisa tumbuh di 5-5,2 persen di 2022 ini. Pasalnya, berdasarkan kuartal yang sudah lewat, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di angka 5 persen. 

Selain itu, beberapa indikator ekonomi Indonesia masih positif, baik dari sektor keuangan, moneter, pasar tenaga kerja, maupun industri. 

“Kami masih optimis kuartal kedua juga diperkirakan sedikit lebih dari lima persen. Kalau bisa dijaga di kuartal III/2022, maka angka 5-5,2 persen di akhir tahun ini bisa kita capai,” ujar Airlangga.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025