Pekerja Indonesia Numpuk di Jepang, Sinyal Bagus atau Buruk?
Tingginya minat terhadap pekerja asing seperti dari Indonesia berkaitan erat dengan krisis demografi yang dialami Jepang
Context.id, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, tren #KaburAjaDulu sempat ramai di media sosial. Banyak warganet menyuarakan keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Di antara berbagai negara yang disebut, Jepang menjadi salah satu destinasi favorit.
Tapi rupanya bukan cuma netizen yang tertarik. Pemerintah Indonesia pun punya rencana serius. Pada 2023, Menteri Ketenagakerjaan kala itu, Ida Fauziyah, menyatakan dalam lima tahun mendatang Indonesia akan mengirim 250.000 pekerja migran ke Jepang khususnya yang memiliki keterampilan tertentu.
Data dari Japan International Cooperation Agency (JICA) menunjukkan jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) di Jepang melonjak tajam. Dari 77.889 orang pada 2023, meningkat menjadi 121.507 orang pada 2024. Lonjakan ini menandai semakin besarnya animo sekaligus peluang kerja bagi warga Indonesia di Negeri Sakura.
Lalu, apa alasan utama Indonesia begitu tertarik pada Jepang?
Salah satunya adalah standar gaji yang tinggi. Survei GoodStats menunjukkan 40% responden memilih bekerja di luar negeri karena faktor gaji. Selain itu, Jepang juga dianggap aman (31%), memiliki lapangan kerja luas (27%), jenjang karir yang menjanjikan (21%), dan lingkungan yang nyaman (17%).
Tapi, Jepang juga punya masalah besar. Tingginya minat terhadap pekerja asing seperti dari Indonesia, ternyata berkaitan erat dengan krisis demografi yang dialami Jepang. Populasi usia kerja di Jepang yaitu kelompok umur 15–64 tahun terus menyusut.
Pada 2015 jumlahnya 7,7 juta jiwa, namun diperkirakan akan merosot menjadi hanya 5,9 juta pada 2040. Sementara itu, penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) semakin mendominasi dan pada 2023 jumlahnya sudah mencapai 36,2 juta orang, atau sekitar 29% dari total populasi Jepang.
Lebih jauh lagi, kelompok usia kerja pun didominasi oleh yang berusia 45 tahun ke atas, yang artinya Jepang akan menghadapi krisis tenaga kerja serius dalam waktu dekat. Masalahnya diperparah oleh angka kelahiran yang terus menurun selama 9 tahun berturut-turut.
Melihat kekosongan tenaga kerja, Jepang kini sangat membuka diri terhadap masuknya pekerja migran. Bahkan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, secara terbuka menyampaikan harapannya agar lebih banyak pelajar dan pekerja Indonesia datang ke negaranya.
Namun, di balik peluang itu, ada juga risiko. Banyak pekerja migran Indonesia menghadapi kontrak kerja yang tidak sesuai, kekerasan akibat kendala bahasa, kondisi kerja di bawah ekspektasi, hingga terjebak menjadi pekerja ilegal akibat agen penyalur yang tidak bertanggung jawab.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Pekerja Indonesia Numpuk di Jepang, Sinyal Bagus atau Buruk?
Tingginya minat terhadap pekerja asing seperti dari Indonesia berkaitan erat dengan krisis demografi yang dialami Jepang
Context.id, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, tren #KaburAjaDulu sempat ramai di media sosial. Banyak warganet menyuarakan keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Di antara berbagai negara yang disebut, Jepang menjadi salah satu destinasi favorit.
Tapi rupanya bukan cuma netizen yang tertarik. Pemerintah Indonesia pun punya rencana serius. Pada 2023, Menteri Ketenagakerjaan kala itu, Ida Fauziyah, menyatakan dalam lima tahun mendatang Indonesia akan mengirim 250.000 pekerja migran ke Jepang khususnya yang memiliki keterampilan tertentu.
Data dari Japan International Cooperation Agency (JICA) menunjukkan jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) di Jepang melonjak tajam. Dari 77.889 orang pada 2023, meningkat menjadi 121.507 orang pada 2024. Lonjakan ini menandai semakin besarnya animo sekaligus peluang kerja bagi warga Indonesia di Negeri Sakura.
Lalu, apa alasan utama Indonesia begitu tertarik pada Jepang?
Salah satunya adalah standar gaji yang tinggi. Survei GoodStats menunjukkan 40% responden memilih bekerja di luar negeri karena faktor gaji. Selain itu, Jepang juga dianggap aman (31%), memiliki lapangan kerja luas (27%), jenjang karir yang menjanjikan (21%), dan lingkungan yang nyaman (17%).
Tapi, Jepang juga punya masalah besar. Tingginya minat terhadap pekerja asing seperti dari Indonesia, ternyata berkaitan erat dengan krisis demografi yang dialami Jepang. Populasi usia kerja di Jepang yaitu kelompok umur 15–64 tahun terus menyusut.
Pada 2015 jumlahnya 7,7 juta jiwa, namun diperkirakan akan merosot menjadi hanya 5,9 juta pada 2040. Sementara itu, penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) semakin mendominasi dan pada 2023 jumlahnya sudah mencapai 36,2 juta orang, atau sekitar 29% dari total populasi Jepang.
Lebih jauh lagi, kelompok usia kerja pun didominasi oleh yang berusia 45 tahun ke atas, yang artinya Jepang akan menghadapi krisis tenaga kerja serius dalam waktu dekat. Masalahnya diperparah oleh angka kelahiran yang terus menurun selama 9 tahun berturut-turut.
Melihat kekosongan tenaga kerja, Jepang kini sangat membuka diri terhadap masuknya pekerja migran. Bahkan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, secara terbuka menyampaikan harapannya agar lebih banyak pelajar dan pekerja Indonesia datang ke negaranya.
Namun, di balik peluang itu, ada juga risiko. Banyak pekerja migran Indonesia menghadapi kontrak kerja yang tidak sesuai, kekerasan akibat kendala bahasa, kondisi kerja di bawah ekspektasi, hingga terjebak menjadi pekerja ilegal akibat agen penyalur yang tidak bertanggung jawab.
POPULAR
RELATED ARTICLES