Share

Home Stories

Stories 17 Februari 2025

Sampah Antariksa yang Jatuh Ancam Penerbangan

Risiko tabrakan dengan pesawat meningkat seiring lonjakan peluncuran roket ke angkasa

Puing-puing sampah antariksa/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Jatuhnya sampah antariksa akibat peluncuran roket ke angkasa semakin menimbulkan ancaman bagi industri penerbangan. 

Penelitian dari Universitas British Columbia, Kanada, mengungkap peluang sekitar satu dari empat per tahun serpihan roket akan memasuki wilayah udara yang sibuk.

Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis data masuknya kembali sampah roket dan kepadatan lalu lintas udara pada hari tersibuk tahun 2023. 

Hasilnya, seperti dilaporkan Newsweek menunjukkan wilayah dengan kepadatan lalu lintas puncak 10% atau lebih seperti Denver, Colorado memiliki peluang tahunan sebesar 26% terkena jatuhnya puing roket.

Lebih mengkhawatirkan, mereka juga memperkirakan peluang tahunan terjadinya tabrakan langsung antara puing atau sampah antariksa dan pesawat terbang. 

Meskipun kecil, dengan rasio 1 banding 430.000, risiko ini berpotensi meningkat seiring meningkatnya lalu lintas penerbangan dan jumlah peluncuran roket komersial.

Berdasarkan data Asosiasi Transportasi Udara Internasional, jumlah penumpang pesawat diperkirakan meningkat 7% pada 2025 ini.

Saat roket digunakan untuk mengangkut satelit ke orbit, bagian yang tidak terpakai sering tertinggal di ketinggian yang cukup rendah hingga akhirnya jatuh kembali ke atmosfer tanpa kendali. 

Sebagian besar akan terbakar saat masuk kembali, tetapi serpihan tertentu dapat mencapai permukaan bumi.

Pada 2024 saja, terjadi 258 peluncuran roket yang berhasil, menghasilkan rekor 120 kasus puing roket yang masuk kembali secara tidak terkendali. 

Saat ini, diperkirakan lebih dari 2.300 badan roket masih mengorbit Bumi.

Sampah antariksa pernah mengganggu lalu lintas udara sebelumnya. Pada 2022, misalnya, serpihan roket seberat 20 ton yang jatuh memaksa otoritas penerbangan menutup sebagian wilayah udara Prancis dan Spanyol.

"Ledakan terbaru SpaceX Starship setelah peluncuran menunjukkan tantangan dalam menutup wilayah udara secara tiba-tiba," ujar Ewan Wright, salah satu peneliti di studi ini.

Menurut Wright, pihak berwenang menetapkan zona larangan terbang, sehingga banyak pesawat harus berbalik arah atau mengalihkan jalur penerbangannya.

Menurutnya, kasus ini masih lebih terkendali dibandingkan puing yang masuk kembali tanpa perhitungan pasti.

Dalam banyak kasus, otoritas penerbangan harus memilih antara menutup wilayah udara dan mengalihkan penerbangan atau menghadapi risiko kecelakaan.

Namun, menurut Aaron Boley, seorang fisikawan menegaskan tanggung jawab seharusnya berada di tangan industri antariksa.

"Kenapa pihak otoritas penerbangan harus menangani ini? Puing roket yang jatuh tanpa kendali adalah pilihan desain, bukan keharusan," tegasnya.

Boley menekankan industri roket dapat mengembangkan teknologi untuk memastikan masuknya kembali roket secara terkendali.

Sementara itu, Profesor Michael Byers, ilmuwan politik yang ikut menulis penelitian ini, menyerukan aksi internasional yang lebih tegas.

"Negara dan perusahaan yang meluncurkan satelit tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memperbaiki desain roket mereka kecuali semua pihak diwajibkan melakukannya. Kita membutuhkan standar global yang lebih ketat," tegasnya 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 17 Februari 2025

Sampah Antariksa yang Jatuh Ancam Penerbangan

Risiko tabrakan dengan pesawat meningkat seiring lonjakan peluncuran roket ke angkasa

Puing-puing sampah antariksa/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Jatuhnya sampah antariksa akibat peluncuran roket ke angkasa semakin menimbulkan ancaman bagi industri penerbangan. 

Penelitian dari Universitas British Columbia, Kanada, mengungkap peluang sekitar satu dari empat per tahun serpihan roket akan memasuki wilayah udara yang sibuk.

Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis data masuknya kembali sampah roket dan kepadatan lalu lintas udara pada hari tersibuk tahun 2023. 

Hasilnya, seperti dilaporkan Newsweek menunjukkan wilayah dengan kepadatan lalu lintas puncak 10% atau lebih seperti Denver, Colorado memiliki peluang tahunan sebesar 26% terkena jatuhnya puing roket.

Lebih mengkhawatirkan, mereka juga memperkirakan peluang tahunan terjadinya tabrakan langsung antara puing atau sampah antariksa dan pesawat terbang. 

Meskipun kecil, dengan rasio 1 banding 430.000, risiko ini berpotensi meningkat seiring meningkatnya lalu lintas penerbangan dan jumlah peluncuran roket komersial.

Berdasarkan data Asosiasi Transportasi Udara Internasional, jumlah penumpang pesawat diperkirakan meningkat 7% pada 2025 ini.

Saat roket digunakan untuk mengangkut satelit ke orbit, bagian yang tidak terpakai sering tertinggal di ketinggian yang cukup rendah hingga akhirnya jatuh kembali ke atmosfer tanpa kendali. 

Sebagian besar akan terbakar saat masuk kembali, tetapi serpihan tertentu dapat mencapai permukaan bumi.

Pada 2024 saja, terjadi 258 peluncuran roket yang berhasil, menghasilkan rekor 120 kasus puing roket yang masuk kembali secara tidak terkendali. 

Saat ini, diperkirakan lebih dari 2.300 badan roket masih mengorbit Bumi.

Sampah antariksa pernah mengganggu lalu lintas udara sebelumnya. Pada 2022, misalnya, serpihan roket seberat 20 ton yang jatuh memaksa otoritas penerbangan menutup sebagian wilayah udara Prancis dan Spanyol.

"Ledakan terbaru SpaceX Starship setelah peluncuran menunjukkan tantangan dalam menutup wilayah udara secara tiba-tiba," ujar Ewan Wright, salah satu peneliti di studi ini.

Menurut Wright, pihak berwenang menetapkan zona larangan terbang, sehingga banyak pesawat harus berbalik arah atau mengalihkan jalur penerbangannya.

Menurutnya, kasus ini masih lebih terkendali dibandingkan puing yang masuk kembali tanpa perhitungan pasti.

Dalam banyak kasus, otoritas penerbangan harus memilih antara menutup wilayah udara dan mengalihkan penerbangan atau menghadapi risiko kecelakaan.

Namun, menurut Aaron Boley, seorang fisikawan menegaskan tanggung jawab seharusnya berada di tangan industri antariksa.

"Kenapa pihak otoritas penerbangan harus menangani ini? Puing roket yang jatuh tanpa kendali adalah pilihan desain, bukan keharusan," tegasnya.

Boley menekankan industri roket dapat mengembangkan teknologi untuk memastikan masuknya kembali roket secara terkendali.

Sementara itu, Profesor Michael Byers, ilmuwan politik yang ikut menulis penelitian ini, menyerukan aksi internasional yang lebih tegas.

"Negara dan perusahaan yang meluncurkan satelit tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memperbaiki desain roket mereka kecuali semua pihak diwajibkan melakukannya. Kita membutuhkan standar global yang lebih ketat," tegasnya 



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025