Keajaiban Terasering di Yaman, Warisan Peradaban yang Bertahan
Pegunungan berbatu di Yaman bukan hanya lanskap alami menakjubkan, tetapi juga saksi kejeniusan manusia dalam mengelola lingkungan
Context.id, JAKARTA - Saat kendaraan melaju di jalanan pegunungan Yaman yang berliku, pemandangan dramatis segera tersaji: deretan terasering yang tersusun rapi dari puncak hingga lembah.
Terasering yang membentang di lereng-lereng curam telah menjadi simbol keberlanjutan dan ketahanan masyarakat setempat selama berabad-abad.
Struktur ini bukan sekadar susunan batu biasa, melainkan hasil kerja keras generasi demi generasi petani yang menjaga kesuburan tanah di tengah kondisi geografis yang menantang.
Setiap dinding teras menjadi bukti keahlian tukang batu lokal.
Beberapa dinding mencapai ketinggian sebanding dengan rumah bertingkat untuk menopang lapisan tanah yang telah dikumpulkan dan dipertahankan selama ratusan tahun.
Kopi enak
Sejak abad ke-17, tanah subur di lereng-lereng ini telah menghasilkan kopi berkualitas tinggi yang kemudian dikenal di seluruh dunia.
Kopi yang ditanam di sini bahkan menjadi komoditas utama di kedai kopi pertama di London pada 1652.
Nama "Mokha", yang kini lekat dengan kopi khas Yaman, berasal dari pelabuhan Laut Merah tempat para pedagang membeli biji kopi dari para petani setempat.
Selain kopi, lahan terasering ini juga menjadi tempat tumbuhnya pohon almond dan khat.
Para petani yang bekerja di lahan ini sering kali berbincang dengan sesama petani yang berada di teras lain di seberang lembah.
Meskipun hanya berjarak 100 meter, perjalanan di antara teras-teras ini bisa memakan waktu berjam-jam karena medan yang curam dan berbatu.
Tidak hanya menjaga tanah tetap subur, sistem terasering ini juga dirancang untuk mengelola air dengan efisien.
Warga membangun tangki-tangki penampungan yang bervariasi ukurannya, dari sekecil bak mandi hingga sebesar kolam renang Olimpiade.
Tangki-tangki ini menjadi sumber air penting bagi masyarakat sekitar, terutama di musim kemarau.
Keunikan lain dari terasering ini adalah penggunaannya sebagai tempat pemakaman.
Ketika seseorang meninggal, jenazahnya dibawa ke teras dan dikuburkan di balik batu, diiringi dengan taburan bunga aster dan biji kopi.
Sebuah tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Terasering di Yaman telah ada jauh sebelum abad ke-10, ketika cendekiawan Arab Abu Hasan al-Hamdani mencatatnya sebagai salah satu keajaiban dunia.
Hingga kini, struktur ini tetap menjadi simbol kegigihan manusia dalam menjaga keseimbangan antara kehidupan dan alam.
Di tengah tantangan zaman, beberapa teras memang mulai rusak.
Namun, banyak yang masih bertahan, menjadi bukti bahwa dengan pengelolaan yang tepat, manusia dapat hidup berdampingan dengan alam secara harmonis.
RELATED ARTICLES
Keajaiban Terasering di Yaman, Warisan Peradaban yang Bertahan
Pegunungan berbatu di Yaman bukan hanya lanskap alami menakjubkan, tetapi juga saksi kejeniusan manusia dalam mengelola lingkungan
Context.id, JAKARTA - Saat kendaraan melaju di jalanan pegunungan Yaman yang berliku, pemandangan dramatis segera tersaji: deretan terasering yang tersusun rapi dari puncak hingga lembah.
Terasering yang membentang di lereng-lereng curam telah menjadi simbol keberlanjutan dan ketahanan masyarakat setempat selama berabad-abad.
Struktur ini bukan sekadar susunan batu biasa, melainkan hasil kerja keras generasi demi generasi petani yang menjaga kesuburan tanah di tengah kondisi geografis yang menantang.
Setiap dinding teras menjadi bukti keahlian tukang batu lokal.
Beberapa dinding mencapai ketinggian sebanding dengan rumah bertingkat untuk menopang lapisan tanah yang telah dikumpulkan dan dipertahankan selama ratusan tahun.
Kopi enak
Sejak abad ke-17, tanah subur di lereng-lereng ini telah menghasilkan kopi berkualitas tinggi yang kemudian dikenal di seluruh dunia.
Kopi yang ditanam di sini bahkan menjadi komoditas utama di kedai kopi pertama di London pada 1652.
Nama "Mokha", yang kini lekat dengan kopi khas Yaman, berasal dari pelabuhan Laut Merah tempat para pedagang membeli biji kopi dari para petani setempat.
Selain kopi, lahan terasering ini juga menjadi tempat tumbuhnya pohon almond dan khat.
Para petani yang bekerja di lahan ini sering kali berbincang dengan sesama petani yang berada di teras lain di seberang lembah.
Meskipun hanya berjarak 100 meter, perjalanan di antara teras-teras ini bisa memakan waktu berjam-jam karena medan yang curam dan berbatu.
Tidak hanya menjaga tanah tetap subur, sistem terasering ini juga dirancang untuk mengelola air dengan efisien.
Warga membangun tangki-tangki penampungan yang bervariasi ukurannya, dari sekecil bak mandi hingga sebesar kolam renang Olimpiade.
Tangki-tangki ini menjadi sumber air penting bagi masyarakat sekitar, terutama di musim kemarau.
Keunikan lain dari terasering ini adalah penggunaannya sebagai tempat pemakaman.
Ketika seseorang meninggal, jenazahnya dibawa ke teras dan dikuburkan di balik batu, diiringi dengan taburan bunga aster dan biji kopi.
Sebuah tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Terasering di Yaman telah ada jauh sebelum abad ke-10, ketika cendekiawan Arab Abu Hasan al-Hamdani mencatatnya sebagai salah satu keajaiban dunia.
Hingga kini, struktur ini tetap menjadi simbol kegigihan manusia dalam menjaga keseimbangan antara kehidupan dan alam.
Di tengah tantangan zaman, beberapa teras memang mulai rusak.
Namun, banyak yang masih bertahan, menjadi bukti bahwa dengan pengelolaan yang tepat, manusia dapat hidup berdampingan dengan alam secara harmonis.
POPULAR
RELATED ARTICLES