Share

Home Stories

Stories 20 Januari 2025

Dreams on a Pillow, Gim yang Menghidupkan Sejarah Nakba Palestina

Pengembang gim asal Palestina membuat video gim tentang sejarah genosida rakyatnya oleh Israel

Ilustrasi gim Dreams on a Pillow/Rasheed Abueideh

Context.id, JAKARTA – Bisakah sebuah gim video menghidupkan kembali beban sejarah? Pertanyaan ini menjadi inti dari Dreams on a Pillow, sebuah gim petualangan siluman pseudo-3D yang baru saja diumumkan oleh pengembang asal Palestina. 

Terinspirasi oleh peristiwa Nakba 1948, tragedi yang mengakibatkan pembersihan etnis terhadap 750.000 warga Palestina, gim ini bertujuan menjadi medium baru untuk menyampaikan cerita tentang rasa kehilangan, perjuangan, dan trauma kolektif.

Nakba, yang berarti "malapetaka," merujuk pada peristiwa ratusan ribu warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka setelah pembentukan negara Israel pada 14 Mei 1948. 

Dalam konteks itulah Rasheed Abueideh, pengembang gim asal Nablus, seperti dilansir dari Al Jazeera, menciptakan Dreams on a Pillow

Sebelumnya, Abueideh juga dikenal lewat gim bertema serupa, Liyla and the Shadows of War, yang meraih kesuksesan global pada 2016.

"Kami ingin menjadikan gim ini sebuah mahakarya. Ini adalah cerita berat, dan kami ingin menyampaikan sejarah ini dalam format yang menghubungkan emosi pemain," jelasnya. 

Menghidupkan Folklor Palestina
Cerita dalam gim ini berpusat pada tokoh Omm, seorang ibu muda yang melarikan diri dari pembantaian Israel di Tantura, sebuah kota Palestina yang kini menjadi bagian dari Israel. 

Dalam perjalanan panjangnya menuju Lebanon, Omm menyaksikan berbagai tragedi yang melanda komunitas Palestina lain.

Dalam pelariannya, Omm, dalam kepanikan, membawa bantal alih-alih bayi yang baru lahir. 

Bantal tersebut menjadi simbol trauma sekaligus perlindungan bagi dirinya. Bantal itu mewakili masa kecil dan keamanannya. 

Namun, ketika bantal itu diletakkan, Omm dihantui oleh mimpi buruk dan halusinasi," jelas Abueideh.

Melalui mekanisme gim, pemain diajak merasakan dampak psikologis dari Nakba. Di setiap level, Omm memasuki keadaan mimpi, memperlihatkan kehidupan Palestina sebelum 1948 sebuah kontras tajam dengan kehancuran yang terjadi setelahnya.

Kendala dan pendanaan
"Dreams on a Pillow" menghadapi tantangan besar dalam pengumpulan dana. Konten terkait Palestina sering menghadapi sensor dan pelarangan di berbagai platform. 

Abueideh akhirnya memilih LaunchGood, sebuah platform crowdfunding global untuk komunitas Muslim. 

Pada Januari 2025, proyek ini berhasil mengumpulkan dana $218.272, cukup untuk memulai pengembangan yang diproyeksikan selesai pada 2026.

"Sensor terhadap konten pro-Palestina adalah kenyataan pahit. Namun, dengan dukungan komunitas, kami bisa melawan narasi ini," tambahnya.

Abueideh menegaskan gim ini adalah upaya untuk melawan klaim “tanah tanpa rakyat untuk rakyat tanpa tanah” yang sering digunakan untuk membenarkan pengusiran warga Palestina. 

"Kami ingin menunjukkan Palestina kaya akan budaya dan sejarah, penuh dengan kehidupan sebelum 1948," katanya.

Melalui Dreams on a Pillow, Abueideh berharap dunia dapat memahami lebih dalam dampak jangka panjang dari Nakba, tidak hanya pada aspek fisik tetapi juga pada psikologis generasi yang terdampak.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 20 Januari 2025

Dreams on a Pillow, Gim yang Menghidupkan Sejarah Nakba Palestina

Pengembang gim asal Palestina membuat video gim tentang sejarah genosida rakyatnya oleh Israel

Ilustrasi gim Dreams on a Pillow/Rasheed Abueideh

Context.id, JAKARTA – Bisakah sebuah gim video menghidupkan kembali beban sejarah? Pertanyaan ini menjadi inti dari Dreams on a Pillow, sebuah gim petualangan siluman pseudo-3D yang baru saja diumumkan oleh pengembang asal Palestina. 

Terinspirasi oleh peristiwa Nakba 1948, tragedi yang mengakibatkan pembersihan etnis terhadap 750.000 warga Palestina, gim ini bertujuan menjadi medium baru untuk menyampaikan cerita tentang rasa kehilangan, perjuangan, dan trauma kolektif.

Nakba, yang berarti "malapetaka," merujuk pada peristiwa ratusan ribu warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka setelah pembentukan negara Israel pada 14 Mei 1948. 

Dalam konteks itulah Rasheed Abueideh, pengembang gim asal Nablus, seperti dilansir dari Al Jazeera, menciptakan Dreams on a Pillow

Sebelumnya, Abueideh juga dikenal lewat gim bertema serupa, Liyla and the Shadows of War, yang meraih kesuksesan global pada 2016.

"Kami ingin menjadikan gim ini sebuah mahakarya. Ini adalah cerita berat, dan kami ingin menyampaikan sejarah ini dalam format yang menghubungkan emosi pemain," jelasnya. 

Menghidupkan Folklor Palestina
Cerita dalam gim ini berpusat pada tokoh Omm, seorang ibu muda yang melarikan diri dari pembantaian Israel di Tantura, sebuah kota Palestina yang kini menjadi bagian dari Israel. 

Dalam perjalanan panjangnya menuju Lebanon, Omm menyaksikan berbagai tragedi yang melanda komunitas Palestina lain.

Dalam pelariannya, Omm, dalam kepanikan, membawa bantal alih-alih bayi yang baru lahir. 

Bantal tersebut menjadi simbol trauma sekaligus perlindungan bagi dirinya. Bantal itu mewakili masa kecil dan keamanannya. 

Namun, ketika bantal itu diletakkan, Omm dihantui oleh mimpi buruk dan halusinasi," jelas Abueideh.

Melalui mekanisme gim, pemain diajak merasakan dampak psikologis dari Nakba. Di setiap level, Omm memasuki keadaan mimpi, memperlihatkan kehidupan Palestina sebelum 1948 sebuah kontras tajam dengan kehancuran yang terjadi setelahnya.

Kendala dan pendanaan
"Dreams on a Pillow" menghadapi tantangan besar dalam pengumpulan dana. Konten terkait Palestina sering menghadapi sensor dan pelarangan di berbagai platform. 

Abueideh akhirnya memilih LaunchGood, sebuah platform crowdfunding global untuk komunitas Muslim. 

Pada Januari 2025, proyek ini berhasil mengumpulkan dana $218.272, cukup untuk memulai pengembangan yang diproyeksikan selesai pada 2026.

"Sensor terhadap konten pro-Palestina adalah kenyataan pahit. Namun, dengan dukungan komunitas, kami bisa melawan narasi ini," tambahnya.

Abueideh menegaskan gim ini adalah upaya untuk melawan klaim “tanah tanpa rakyat untuk rakyat tanpa tanah” yang sering digunakan untuk membenarkan pengusiran warga Palestina. 

"Kami ingin menunjukkan Palestina kaya akan budaya dan sejarah, penuh dengan kehidupan sebelum 1948," katanya.

Melalui Dreams on a Pillow, Abueideh berharap dunia dapat memahami lebih dalam dampak jangka panjang dari Nakba, tidak hanya pada aspek fisik tetapi juga pada psikologis generasi yang terdampak.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025