Benarkah Penggunaan AI Menandakan Penurunan Berpikir Kritis Manusia?
Sebuah studi menunjukkan adanya korealasi antara tren peningkatan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dengan penurunan kemampuan kognitif manusia
Context.id, JAKARTA - Sebuah studi yang dipimpin oleh Michael Gerlich dari SBS Swiss Business School menemukan meningkatnya ketergantungan pada perangkat kecerdasan buatan (AI) berhubungan dengan penurunan kemampuan berpikir kritis.
Studi ini mengungkapkan fenomena pemindahan kognitif atau ketika individu bergantung pada AI merupakan pendorong utama penurunan tersebut. Tidak bisa dipungkiri, AI semakin terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari asisten virtual hingga alat pengambilan keputusan kompleks.
Meskipun memberikan manfaat luar biasa, ketergantungan pada teknologi ini mulai memengaruhi cara berpikir, terutama di kalangan anak muda yang merupakan pengguna utama perangkat AI.
Menurut studi yang berjudul "AI Tools in Society: Impacts on Cognitive Offloading and the Future of Critical Thinking" yang diterbitkan dalam jurnal Societies (2025), para peneliti menyelidiki hubungan antara penggunaan alat AI, pemindahan kognitif, dan skor berpikir kritis.
Studi ini melibatkan 666 partisipan dari Inggris Raya, yang terbagi dalam tiga kelompok usia (17–25, 26–45, dan 46 tahun ke atas) dengan latar belakang pendidikan yang bervariasi.
Survei kuantitatif menggunakan kuesioner 23 item untuk mengukur penggunaan alat AI, kecenderungan pemindahan kognitif, dan kemampuan berpikir kritis, termasuk skala Halpern Critical Thinking Assessment (HCTA).
Analisis data menggunakan ANOVA, korelasi, regresi berganda, serta regresi hutan acak, sementara wawancara kualitatif dengan 50 partisipan memberikan konteks mendalam melalui analisis tematik.
Hasil analisis statistik menunjukkan pengguna AI lebih sering menunjukkan kemampuan yang lebih rendah dalam mengevaluasi informasi secara kritis dan memecahkan masalah secara reflektif.
Kelompok usia muda (17–25 tahun) menunjukkan ketergantungan lebih tinggi pada AI dan skor berpikir kritis yang lebih rendah dibandingkan kelompok usia lainnya.
Namun, tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis yang lebih baik, menunjukkan pendidikan dapat mengurangi dampak negatif AI.
Temuan ini memiliki implikasi besar bagi kebijakan pendidikan dan pengembangan teknologi.
Alhasil institusi pendidikan harusnya bisa segera merespon persoalan ini dengan memprioritaskan latihan berpikir kritis dan keterampilan metakognitif untuk mengimbangi efek ketergantungan pada AI.
Selain itu lembaga pendidikan juga harus meningkatkan program literasi digital agar masyarakat mampu mengevaluasi hasil keluaran AI secara kritis.
Pengembang AI juga disarankan untuk mempertimbangkan dampak kognitif saat merancang perangkat, memastikan alat mereka tetap mendorong keterlibatan mental daripada ketergantungan pasif.
Meski ada kekhawatiran terhadap dampak negatif AI pada kemampuan kognitif manusia, peneliti mengajukan perspektif berbeda.
Seperti dilansir dari Phys, jika keterampilan berpikir kritis klasik tidak lagi relevan di masa depan yang didominasi teknologi, mungkin kita memasuki era baru evolusi kognitif manusia.
Bagaimana jika AI dapat menawarkan solusi yang lebih unggul dibandingkan pemikiran manusia?
Contohnya, penemuan pengobatan penyakit, pengelolaan sumber daya alam, atau pencegahan bencana yang lebih efektif. Dalam skenario seperti ini, keberatan terhadap dominasi AI mungkin sulit dipertahankan.
Namun, hingga AI mencapai tahap tersebut, keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pelestarian kemampuan berpikir kritis tetap menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh masyarakat modern.
RELATED ARTICLES
Benarkah Penggunaan AI Menandakan Penurunan Berpikir Kritis Manusia?
Sebuah studi menunjukkan adanya korealasi antara tren peningkatan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dengan penurunan kemampuan kognitif manusia
Context.id, JAKARTA - Sebuah studi yang dipimpin oleh Michael Gerlich dari SBS Swiss Business School menemukan meningkatnya ketergantungan pada perangkat kecerdasan buatan (AI) berhubungan dengan penurunan kemampuan berpikir kritis.
Studi ini mengungkapkan fenomena pemindahan kognitif atau ketika individu bergantung pada AI merupakan pendorong utama penurunan tersebut. Tidak bisa dipungkiri, AI semakin terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari asisten virtual hingga alat pengambilan keputusan kompleks.
Meskipun memberikan manfaat luar biasa, ketergantungan pada teknologi ini mulai memengaruhi cara berpikir, terutama di kalangan anak muda yang merupakan pengguna utama perangkat AI.
Menurut studi yang berjudul "AI Tools in Society: Impacts on Cognitive Offloading and the Future of Critical Thinking" yang diterbitkan dalam jurnal Societies (2025), para peneliti menyelidiki hubungan antara penggunaan alat AI, pemindahan kognitif, dan skor berpikir kritis.
Studi ini melibatkan 666 partisipan dari Inggris Raya, yang terbagi dalam tiga kelompok usia (17–25, 26–45, dan 46 tahun ke atas) dengan latar belakang pendidikan yang bervariasi.
Survei kuantitatif menggunakan kuesioner 23 item untuk mengukur penggunaan alat AI, kecenderungan pemindahan kognitif, dan kemampuan berpikir kritis, termasuk skala Halpern Critical Thinking Assessment (HCTA).
Analisis data menggunakan ANOVA, korelasi, regresi berganda, serta regresi hutan acak, sementara wawancara kualitatif dengan 50 partisipan memberikan konteks mendalam melalui analisis tematik.
Hasil analisis statistik menunjukkan pengguna AI lebih sering menunjukkan kemampuan yang lebih rendah dalam mengevaluasi informasi secara kritis dan memecahkan masalah secara reflektif.
Kelompok usia muda (17–25 tahun) menunjukkan ketergantungan lebih tinggi pada AI dan skor berpikir kritis yang lebih rendah dibandingkan kelompok usia lainnya.
Namun, tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis yang lebih baik, menunjukkan pendidikan dapat mengurangi dampak negatif AI.
Temuan ini memiliki implikasi besar bagi kebijakan pendidikan dan pengembangan teknologi.
Alhasil institusi pendidikan harusnya bisa segera merespon persoalan ini dengan memprioritaskan latihan berpikir kritis dan keterampilan metakognitif untuk mengimbangi efek ketergantungan pada AI.
Selain itu lembaga pendidikan juga harus meningkatkan program literasi digital agar masyarakat mampu mengevaluasi hasil keluaran AI secara kritis.
Pengembang AI juga disarankan untuk mempertimbangkan dampak kognitif saat merancang perangkat, memastikan alat mereka tetap mendorong keterlibatan mental daripada ketergantungan pasif.
Meski ada kekhawatiran terhadap dampak negatif AI pada kemampuan kognitif manusia, peneliti mengajukan perspektif berbeda.
Seperti dilansir dari Phys, jika keterampilan berpikir kritis klasik tidak lagi relevan di masa depan yang didominasi teknologi, mungkin kita memasuki era baru evolusi kognitif manusia.
Bagaimana jika AI dapat menawarkan solusi yang lebih unggul dibandingkan pemikiran manusia?
Contohnya, penemuan pengobatan penyakit, pengelolaan sumber daya alam, atau pencegahan bencana yang lebih efektif. Dalam skenario seperti ini, keberatan terhadap dominasi AI mungkin sulit dipertahankan.
Namun, hingga AI mencapai tahap tersebut, keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pelestarian kemampuan berpikir kritis tetap menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh masyarakat modern.
POPULAR
RELATED ARTICLES