Ulat Pemakan Polimer, Solusi Mengurangi Sampah Plastik?
Larva-larva ini mampu memakan bahan utama styrofoam dan bisa berpotensi membantu mengurangi polusi lebih cepat dan lebih efisien
Context.id, JAKARTA - Para ilmuwan mungkin telah menemukan solusi yang tidak diduga untuk masalah sampah, terutama plastik yang mencemari planet kita. Solusi itu berupa serangga yang punya kecenderungan memakan plastik.
Melansir Nature, larva ulat tepung Kenya dapat mencerna polutan plastik yang ada di mana-mana dan menjadikannya satu-satunya spesies serangga asli Afrika yang terbukti mampu melakukan hal ini
“Dengan mempelajari 'pemakan plastik' alami ini, kami berharap dapat menciptakan alat baru yang membantu membuang sampah plastik lebih cepat dan lebih efisien,” tulis Fathiya Khamis, ilmuwan senior di Pusat Fisiologi dan Ekologi Serangga Internasional yang melakukan penelitian tersebut.
Mereka secara khusus menemukan larva ulat tersebut, yang merupakan kepompong kumbang Alphitobius darkling, memiliki enzim yang dapat memecah polistirena atau dikenal sebagai bahan utama dalam styrofoam.
Polutan ini merajalela di ekosistem perairan dan terkenal tahan lama. Untungnya, ulat itu dapat memberikan alternatif yang lebih efisien dan ramah lingkungan terhadap metode daur ulang tradisional, yang mahal dan secara paradoks dapat meningkatkan polusi.
"Dengan mempelajari 'pemakan plastik' alami ini, kami berharap dapat menciptakan alat baru yang membantu membuang sampah plastik lebih cepat dan lebih efisien,” tulis Fathiya Khamis.
Untuk menguji apakah pemadat sampah organik ini efektif, para ilmuwan melakukan uji coba selama sebulan yang membantu menjelaskan bakteri usus mereka.
Ulat-ulat atau larva tersebut diberi makan plastik polistirena saja, dedak (makanan padat nutrisi) saja, atau kombinasi keduanya.
Para peneliti menemukan cacing yang diberi diet berbahan dasar polistirena mengonsumsi polistirena lebih efisien daripada cacing yang hanya diberi diet polistirena, dengan memecah 11,7% dari total polimer selama periode percobaan.
Mereka juga bertahan hidup pada tingkat yang jauh lebih tinggi, yang menunjukkan pentingnya pola makan bergizi.
Cacing yang memecah polimer tersebut ditemukan memiliki kadar bakteri tertentu yang jauh lebih tinggi, yang enzimnya diharapkan dapat diisolasi oleh para peneliti dan “menciptakan solusi mikroba yang akan mengatasi limbah plastik dalam skala yang lebih besar,” tulis Khamis.
“Daripada melepaskan sejumlah besar serangga ini ke tempat pembuangan sampah (yang tidak praktis), kita dapat menggunakan mikroba dan enzim yang mereka hasilkan di pabrik, tempat pembuangan sampah, dan lokasi pembersihan,” ungkapnya.
Namun, perlu ada pengujian selanjutnya seperti penentuan apakah enzim tersebut dapat diproduksi pada skala yang diperlukan untuk mendaur ulang limbah.
Mereka juga perlu melihat apakah kemampuan ulat jerman dalam menghancurkan polistirena berlaku juga pada polimer lainnya.
RELATED ARTICLES
Ulat Pemakan Polimer, Solusi Mengurangi Sampah Plastik?
Larva-larva ini mampu memakan bahan utama styrofoam dan bisa berpotensi membantu mengurangi polusi lebih cepat dan lebih efisien
Context.id, JAKARTA - Para ilmuwan mungkin telah menemukan solusi yang tidak diduga untuk masalah sampah, terutama plastik yang mencemari planet kita. Solusi itu berupa serangga yang punya kecenderungan memakan plastik.
Melansir Nature, larva ulat tepung Kenya dapat mencerna polutan plastik yang ada di mana-mana dan menjadikannya satu-satunya spesies serangga asli Afrika yang terbukti mampu melakukan hal ini
“Dengan mempelajari 'pemakan plastik' alami ini, kami berharap dapat menciptakan alat baru yang membantu membuang sampah plastik lebih cepat dan lebih efisien,” tulis Fathiya Khamis, ilmuwan senior di Pusat Fisiologi dan Ekologi Serangga Internasional yang melakukan penelitian tersebut.
Mereka secara khusus menemukan larva ulat tersebut, yang merupakan kepompong kumbang Alphitobius darkling, memiliki enzim yang dapat memecah polistirena atau dikenal sebagai bahan utama dalam styrofoam.
Polutan ini merajalela di ekosistem perairan dan terkenal tahan lama. Untungnya, ulat itu dapat memberikan alternatif yang lebih efisien dan ramah lingkungan terhadap metode daur ulang tradisional, yang mahal dan secara paradoks dapat meningkatkan polusi.
"Dengan mempelajari 'pemakan plastik' alami ini, kami berharap dapat menciptakan alat baru yang membantu membuang sampah plastik lebih cepat dan lebih efisien,” tulis Fathiya Khamis.
Untuk menguji apakah pemadat sampah organik ini efektif, para ilmuwan melakukan uji coba selama sebulan yang membantu menjelaskan bakteri usus mereka.
Ulat-ulat atau larva tersebut diberi makan plastik polistirena saja, dedak (makanan padat nutrisi) saja, atau kombinasi keduanya.
Para peneliti menemukan cacing yang diberi diet berbahan dasar polistirena mengonsumsi polistirena lebih efisien daripada cacing yang hanya diberi diet polistirena, dengan memecah 11,7% dari total polimer selama periode percobaan.
Mereka juga bertahan hidup pada tingkat yang jauh lebih tinggi, yang menunjukkan pentingnya pola makan bergizi.
Cacing yang memecah polimer tersebut ditemukan memiliki kadar bakteri tertentu yang jauh lebih tinggi, yang enzimnya diharapkan dapat diisolasi oleh para peneliti dan “menciptakan solusi mikroba yang akan mengatasi limbah plastik dalam skala yang lebih besar,” tulis Khamis.
“Daripada melepaskan sejumlah besar serangga ini ke tempat pembuangan sampah (yang tidak praktis), kita dapat menggunakan mikroba dan enzim yang mereka hasilkan di pabrik, tempat pembuangan sampah, dan lokasi pembersihan,” ungkapnya.
Namun, perlu ada pengujian selanjutnya seperti penentuan apakah enzim tersebut dapat diproduksi pada skala yang diperlukan untuk mendaur ulang limbah.
Mereka juga perlu melihat apakah kemampuan ulat jerman dalam menghancurkan polistirena berlaku juga pada polimer lainnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES