Share

Home Stories

Stories 21 Juni 2022

Ex Mendag Muhammad Lutfi Diperiksa Kejagung

Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akan diperiksa penyidik Kejaksaan Agung besok, pada Rabu (22/6/2022).

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memberikan paparan saat Focus Group Discussion (FGD), Rabu (8/6/2022). - Bisnis Indonesia -

Context.id, JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akan diperiksa penyidik Kejaksaan Agung besok, pada Rabu (22/6/2022).

Nantinya, Lutfi akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO), yang telah terbukti dilakukan anak buahnya. Penyidik pun sudah mengirimkan surat panggilan tersebut pada pekan lalu. 

“Sudah dikirimkan surat panggilan pemeriksaan pekan lalu,” ujar Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus pada Kejagung, Febrie Adriansyah. 

Senada, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Supardi juga menyatakan bahwa Muhammad Lutfi akan diperiksa sebagai saksi. “Betul (Muhammad Lutfi diperiksa),” ujar Supardi, dilansir dari Antara.

Diketahui, penyidik Jampidsus sudah memeriksa tujuh orang saksi dari berbagai kalangan. Mulai dari pihak swasta, Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Koordinator Perekonomian.

Yang pertama adalah Sugih Rahmansyah selaku Kepala Biro Umum dan Layanan Pengadaan Kementerian Perdagangan RI. Kemudian, ada Asep Asmara sekali Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI dan Farid Amir sekali Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan RI.

Sementara saksi dari Kementerian Koordinator Perekonomian adalah Amar Yasin selaku Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana Biro Hukum dan Organisasi pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.


Sudah Ditetapkan 5 Tersangka

Diketahui sebelumnya, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan lima tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana ekspor CPO ini yang disebut-sebut sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng.

Keempat tersangka itu adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA, General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, dan ekonom Lin Che Wi .

Penetapan tersangka ini dikarenakan, pihak pemerintah diketahui bekerja sama dengan pemohon untuk menerbitkan persetujuan ekspor CPO. Padahal, seharusnya permohonan ekspor tidak boleh diterbitkan karena pemohon tidak memiliki syarat sebagai eksportir. 

Selain itu, para eksportir juga mendistribusikan CPO atau RBD Palm Oil yang yang tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DMO). Kemudian, pemohon ekspor juga tidak memenuhi syarat kewajiban DMO sebesar 20 persen ke dalam negeri dari total ekspor.


Apa Hukumannya?

Para tersangka akan dijerat dengan pasal utama yaitu Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. 

Lalu untuk pasal subsider (penggantinya) adalah Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 21 Juni 2022

Ex Mendag Muhammad Lutfi Diperiksa Kejagung

Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akan diperiksa penyidik Kejaksaan Agung besok, pada Rabu (22/6/2022).

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memberikan paparan saat Focus Group Discussion (FGD), Rabu (8/6/2022). - Bisnis Indonesia -

Context.id, JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akan diperiksa penyidik Kejaksaan Agung besok, pada Rabu (22/6/2022).

Nantinya, Lutfi akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO), yang telah terbukti dilakukan anak buahnya. Penyidik pun sudah mengirimkan surat panggilan tersebut pada pekan lalu. 

“Sudah dikirimkan surat panggilan pemeriksaan pekan lalu,” ujar Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus pada Kejagung, Febrie Adriansyah. 

Senada, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Supardi juga menyatakan bahwa Muhammad Lutfi akan diperiksa sebagai saksi. “Betul (Muhammad Lutfi diperiksa),” ujar Supardi, dilansir dari Antara.

Diketahui, penyidik Jampidsus sudah memeriksa tujuh orang saksi dari berbagai kalangan. Mulai dari pihak swasta, Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Koordinator Perekonomian.

Yang pertama adalah Sugih Rahmansyah selaku Kepala Biro Umum dan Layanan Pengadaan Kementerian Perdagangan RI. Kemudian, ada Asep Asmara sekali Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI dan Farid Amir sekali Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan RI.

Sementara saksi dari Kementerian Koordinator Perekonomian adalah Amar Yasin selaku Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana Biro Hukum dan Organisasi pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.


Sudah Ditetapkan 5 Tersangka

Diketahui sebelumnya, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan lima tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana ekspor CPO ini yang disebut-sebut sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng.

Keempat tersangka itu adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA, General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, dan ekonom Lin Che Wi .

Penetapan tersangka ini dikarenakan, pihak pemerintah diketahui bekerja sama dengan pemohon untuk menerbitkan persetujuan ekspor CPO. Padahal, seharusnya permohonan ekspor tidak boleh diterbitkan karena pemohon tidak memiliki syarat sebagai eksportir. 

Selain itu, para eksportir juga mendistribusikan CPO atau RBD Palm Oil yang yang tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DMO). Kemudian, pemohon ekspor juga tidak memenuhi syarat kewajiban DMO sebesar 20 persen ke dalam negeri dari total ekspor.


Apa Hukumannya?

Para tersangka akan dijerat dengan pasal utama yaitu Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. 

Lalu untuk pasal subsider (penggantinya) adalah Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025