Share

Stories 11 November 2024

Alasan Tubuh Kurus Skinny Chics Punya Dampak Kesehatan yang Serius

Media sosial jadi ladang subur bagi tumbuhnya banyak tren, mulai dari makanan hingga soal bentuk tubuh ideal semisal skinny chic

Ilustrasi badan langsing dan kurus/Verywell - Nez Riaz

Context.id, JAKARTA - Salah satu fenomena yang belakangan ramai dibicarakan adalah komunitas yang mengusung “skinny chics” allias tubuh langsing sebagai simbol kecantikan dan gaya hidup ideal. 

Tubuh langsing dan tidak gemuk apalagi gembrot menjadi idaman setiap wanita modern hingga saat ini. Bentuk tubuh langsing ini sama populernya dengan gambaran kulit yang putih mulus. 

Namun di balik berbagai unggahan yang memamerkan tubuh ramping, ada perdebatan panjang tentang dampaknya terhadap kesehatan fisik dan mental, serta pengaruh sosial yang mengiringinya.

Di media sosial seperti TikTok dan Instagram banyak influencer atau seleb medsos yang mempromosikan pola makan ekstrem untuk menjaga tubuh tetap kurus. 

Dalam konten-konten yang diproduksi para pemengaruh ini, makanan sering kali terlihat estetik, namun dengan jumlah yang sangat terbatas. 



Di mata pengikutnya, ini seolah menjadi bukti bahwa tubuh kurus hanya dapat dicapai melalui disiplin makan yang ketat.

Namun, di balik pesona tubuh kurus yang dipamerkan, banyak yang mempertanyakan implikasi psikologis dari tren ini. 

Terutama dalam komunitas berbayar yang dibangun oleh beberapa influencer atau pemengaruh, para anggota saling berbagi tips diet, resep makanan rendah kalori, hingga pengalaman seputar menjaga bentuk tubuh ideal. 

Bahaya bagi kesehatan mental
Kendati komunitas ini mengklaim sebagai tempat untuk saling memberi motivasi, beberapa kritik mengemuka, menyoroti potensi dampak negatif terhadap kesehatan mental, terutama pada para remaja yang masih dalam proses pencarian jati diri.

Melansir Newsweek, Helen McCarthy, seorang psikolog dan pakar gangguan makan mengatakan paparan terus-menerus dari konten tubuh kurus dapat memperburuk kondisi mental, terutama bagi kalangan remaja yang rentan terhadap standar kecantikan yang ditawarkan media sosial. 

“Ketika algoritma media sosial terus-menerus menampilkan konten tubuh kurus, audiens merasa ini adalah satu-satunya tubuh yang dapat diterima oleh masyarakat,” kata McCarthy. 

Dia menambahkan paparan seperti ini justru berpotensi memicu gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia.

Meskipun demikian, banyak influencer dalam tren “skinny chics” yang berdalih mereka hanya berbagi pilihan gaya hidup pribadi dan tidak bermaksud memengaruhi audiens untuk meniru. 

Salah satunya yang mencoba membela diri adalah Liv Schmidt, seorang influencer berusia 22 tahun yang memiliki ratusan ribu pengikut. 

Seperti dilaporkan The New York Post, Schmidt secara terbuka mendukung gaya hidup dengan tubuh langsing, dan sering membagikan video bertema "Apa yang Saya Makan dalam Sehari-hari" di platform seperti TikTok. 

Dalam video tersebut, dia menunjukkan porsi makanan yang sangat kecil, yang kemudian menuai berbagai reaksi dari pengikutnya.

Tak hanya itu, Schmidt juga meluncurkan komunitas berbayar yang dinamakan “Skinny Group Community” yang mengajak para wanita untuk berbagi tips diet dan menjaga tubuh kurus. 

Meskipun dikecam oleh banyak pihak, terutama karena dianggap mendorong pola hidup yang tidak sehat, Schmidt berpendapat komunitas ini justru memberi ruang positif bagi anggotanya yang ingin menjaga gaya hidup kurus.

Namun, meski ia mengklaim tidak bermaksud memberikan pengaruh negatif, keberadaan komunitas seperti ini tetap memunculkan pertanyaan tentang tanggung jawab para pemengaruh. 

Memiliki ribuan pengikut yang terus berkembang, pesan yang disampaikan tidak hanya sekadar gaya hidup, namun juga menciptakan tren sosial yang memengaruhi persepsi banyak orang tentang tubuh yang ideal.

Bagi sebagian orang, kehadiran komunitas “skinny chics” dan pemengaruh seperti Schmidt adalah sebuah inspirasi. 

Namun, bagi banyak yang lain, hal ini lebih mirip dengan sebuah obsesi yang membahayakan kesehatan fisik dan mental, terutama di kalangan remaja. 

Mengancam kesehatan fisik
Melansir penelitian dari Child Mind Institute, bagi orang yang terlalu kurus atau Skinny, bukan hanya gangguan pencernaan saja yang bisa menyerang nya, tapi juga penurunan daya tahan tubuh dan kurang energi. 

Energi yang berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein sulit dibentuk karena jumlah yang terlalu sedikit.

Selain itu kurangnya protein turut berdampak pada daya tahan tubuh. Padahal protein diperlukan dalam membentuk daya tahan tubuh. 
.
Si skinny juga bisa terserang anemia dan cedera otot. Anemia disebabkan kurangnya protein sebagai pembentuk eritrosit (sel darah merah) dan hemoglobin.

Lebih jauh lagi, leukosit (sel darah putih), yang berperan dalam menjaga daya tahan tubuh, juga bakal berkurang. Otot si skinny lalu akan rentan cedera, mengingat otot mereka sangat tipis akibat kurang protein.

Kesuburan atau fertilitas akan ikut bermasalah. Kurangnya nutrisi membikin produksi protein dan hormon terganggu. Pada perempuan, hormon yang mengatur proses menstruasi dan ovulasi (produksi sel telur) terhambat. 

Jadi, tren tubuh kurus ini kembali mengingatkan kita akan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang batas antara inspirasi dan obsesi. 

Di tengah arus konten yang terus berkembang, penting bagi generasi muda untuk dapat membedakan antara motivasi sehat dan standar kecantikan yang merusak. Pada akhirnya, kesehatan fisik dan mental adalah yang paling utama.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 11 November 2024

Alasan Tubuh Kurus Skinny Chics Punya Dampak Kesehatan yang Serius

Media sosial jadi ladang subur bagi tumbuhnya banyak tren, mulai dari makanan hingga soal bentuk tubuh ideal semisal skinny chic

Ilustrasi badan langsing dan kurus/Verywell - Nez Riaz

Context.id, JAKARTA - Salah satu fenomena yang belakangan ramai dibicarakan adalah komunitas yang mengusung “skinny chics” allias tubuh langsing sebagai simbol kecantikan dan gaya hidup ideal. 

Tubuh langsing dan tidak gemuk apalagi gembrot menjadi idaman setiap wanita modern hingga saat ini. Bentuk tubuh langsing ini sama populernya dengan gambaran kulit yang putih mulus. 

Namun di balik berbagai unggahan yang memamerkan tubuh ramping, ada perdebatan panjang tentang dampaknya terhadap kesehatan fisik dan mental, serta pengaruh sosial yang mengiringinya.

Di media sosial seperti TikTok dan Instagram banyak influencer atau seleb medsos yang mempromosikan pola makan ekstrem untuk menjaga tubuh tetap kurus. 

Dalam konten-konten yang diproduksi para pemengaruh ini, makanan sering kali terlihat estetik, namun dengan jumlah yang sangat terbatas. 



Di mata pengikutnya, ini seolah menjadi bukti bahwa tubuh kurus hanya dapat dicapai melalui disiplin makan yang ketat.

Namun, di balik pesona tubuh kurus yang dipamerkan, banyak yang mempertanyakan implikasi psikologis dari tren ini. 

Terutama dalam komunitas berbayar yang dibangun oleh beberapa influencer atau pemengaruh, para anggota saling berbagi tips diet, resep makanan rendah kalori, hingga pengalaman seputar menjaga bentuk tubuh ideal. 

Bahaya bagi kesehatan mental
Kendati komunitas ini mengklaim sebagai tempat untuk saling memberi motivasi, beberapa kritik mengemuka, menyoroti potensi dampak negatif terhadap kesehatan mental, terutama pada para remaja yang masih dalam proses pencarian jati diri.

Melansir Newsweek, Helen McCarthy, seorang psikolog dan pakar gangguan makan mengatakan paparan terus-menerus dari konten tubuh kurus dapat memperburuk kondisi mental, terutama bagi kalangan remaja yang rentan terhadap standar kecantikan yang ditawarkan media sosial. 

“Ketika algoritma media sosial terus-menerus menampilkan konten tubuh kurus, audiens merasa ini adalah satu-satunya tubuh yang dapat diterima oleh masyarakat,” kata McCarthy. 

Dia menambahkan paparan seperti ini justru berpotensi memicu gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia.

Meskipun demikian, banyak influencer dalam tren “skinny chics” yang berdalih mereka hanya berbagi pilihan gaya hidup pribadi dan tidak bermaksud memengaruhi audiens untuk meniru. 

Salah satunya yang mencoba membela diri adalah Liv Schmidt, seorang influencer berusia 22 tahun yang memiliki ratusan ribu pengikut. 

Seperti dilaporkan The New York Post, Schmidt secara terbuka mendukung gaya hidup dengan tubuh langsing, dan sering membagikan video bertema "Apa yang Saya Makan dalam Sehari-hari" di platform seperti TikTok. 

Dalam video tersebut, dia menunjukkan porsi makanan yang sangat kecil, yang kemudian menuai berbagai reaksi dari pengikutnya.

Tak hanya itu, Schmidt juga meluncurkan komunitas berbayar yang dinamakan “Skinny Group Community” yang mengajak para wanita untuk berbagi tips diet dan menjaga tubuh kurus. 

Meskipun dikecam oleh banyak pihak, terutama karena dianggap mendorong pola hidup yang tidak sehat, Schmidt berpendapat komunitas ini justru memberi ruang positif bagi anggotanya yang ingin menjaga gaya hidup kurus.

Namun, meski ia mengklaim tidak bermaksud memberikan pengaruh negatif, keberadaan komunitas seperti ini tetap memunculkan pertanyaan tentang tanggung jawab para pemengaruh. 

Memiliki ribuan pengikut yang terus berkembang, pesan yang disampaikan tidak hanya sekadar gaya hidup, namun juga menciptakan tren sosial yang memengaruhi persepsi banyak orang tentang tubuh yang ideal.

Bagi sebagian orang, kehadiran komunitas “skinny chics” dan pemengaruh seperti Schmidt adalah sebuah inspirasi. 

Namun, bagi banyak yang lain, hal ini lebih mirip dengan sebuah obsesi yang membahayakan kesehatan fisik dan mental, terutama di kalangan remaja. 

Mengancam kesehatan fisik
Melansir penelitian dari Child Mind Institute, bagi orang yang terlalu kurus atau Skinny, bukan hanya gangguan pencernaan saja yang bisa menyerang nya, tapi juga penurunan daya tahan tubuh dan kurang energi. 

Energi yang berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein sulit dibentuk karena jumlah yang terlalu sedikit.

Selain itu kurangnya protein turut berdampak pada daya tahan tubuh. Padahal protein diperlukan dalam membentuk daya tahan tubuh. 
.
Si skinny juga bisa terserang anemia dan cedera otot. Anemia disebabkan kurangnya protein sebagai pembentuk eritrosit (sel darah merah) dan hemoglobin.

Lebih jauh lagi, leukosit (sel darah putih), yang berperan dalam menjaga daya tahan tubuh, juga bakal berkurang. Otot si skinny lalu akan rentan cedera, mengingat otot mereka sangat tipis akibat kurang protein.

Kesuburan atau fertilitas akan ikut bermasalah. Kurangnya nutrisi membikin produksi protein dan hormon terganggu. Pada perempuan, hormon yang mengatur proses menstruasi dan ovulasi (produksi sel telur) terhambat. 

Jadi, tren tubuh kurus ini kembali mengingatkan kita akan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang batas antara inspirasi dan obsesi. 

Di tengah arus konten yang terus berkembang, penting bagi generasi muda untuk dapat membedakan antara motivasi sehat dan standar kecantikan yang merusak. Pada akhirnya, kesehatan fisik dan mental adalah yang paling utama.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Apakah Asteroid yang Kaya Logam Mulia Ribuan Triliun Dolar Bisa Ditambang?

Sebuah wahana antariksa sedang dalam perjalanan menuju sebuah asteroid yang mungkin mengandung logam berharga senilai sekitar US 100 ribu kuadrili ...

Context.id . 22 November 2024

Sertifikasi Halal Perkuat Daya Saing Produk Dalam Negeri

Sertifikasi halal menjadi salah satu tameng bagi pengusaha makanan dan minuman dari serbuan produk asing.

Noviarizal Fernandez . 22 November 2024

Paus Fransiskus Bakal Kanonisasi Carlo Acutis, Santo Millenial Pertama

Paus Fransiskus akan mengkanonisasi Carlo Acutis pada 27 April 2025, menjadikannya santo millenial pertama dan simbol kesatuan iman dengan dunia d ...

Context.id . 22 November 2024

Benar-benar Komedi, Pisang Dilakban Bisa Dilelang hingga Rp98,8 Miliar

Karya seni konseptual pisang karya Maurizio Cattelan, \"Comedian,\" saat dilelang di rumah lelang Sotheby’s jatuh ke tangan seorang pengusaha kr ...

Context.id . 22 November 2024