Ramai Startup PHK Karyawan, Gara-Gara Bakar Uang?
Pada akhir Mei 2022, beberapa perusahaan rintisan mem-PHK karyawannya untuk penghematan. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan dunia startup Indonesia?
Context.id, JAKARTA - Pandemi hampir usai, hampir semua sektor ekonomi membaik, kecuali sektor teknologi.
Pasalnya, bidang ini justru mencapai kejayaannya akibat pandemi dan kini terpaksa mengalami penurunan karena dunia yang sudah berangsung-angsur menjadi normal. Hal ini sangat mempengaruhi pemasukan perusahaan, terutama bagi startup teknologi yang masih berjuang untuk bertahan.
Mimpi buruk pun bermula pada awal Mei 2022. Sejumlah startup di pusat perkembangan teknologi Amerika, Silicon Valley mengalami gelombang pemutusan hubungan kerja. Beberapa perusahaan rintisan bahkan melaporkan bahwa banyak investor yang menarik pendanaannya sehingga mereka akan menunda pencatatan saham perdana di bursa.
Parahnya, krisis ini tidak hanya menyerang industri startup. Beberapa perusahaan besar seperti Netflix, Google, Airbnb, dan Facebook juga mengalami penurunan omzet akhir-akhir ini.
Kemudian, krisis inipun menyebar ke seluruh dunia, termasuk startup di Indonesia. Pada akhir Mei 2022, beberapa perusahaan rintisan buatan anak bangsa mem-PHK karyawannya untuk melakukan penghematan. Seperti LinkAja, Zenius, TaniHub, serta JD.ID.
Jadinya, para startup di Indonesia terpaksa mencoba untuk mengganti arah bisnisnya.
Dan beberapa tenaga kerja yang kinerjanya kurang, atau tidak sesuai dengan arah bisnis barunya, terpaksa dihentikan.
Selama ini, model bisnis yang kerap dilakukan startup adalah “bakar uang” dan mengejar omzet, transaksi, dan valuasi. Padahal yang diperlukan adalah profit, agar perusahaan tidak harus bergantung pada para investor untuk mengekspansi perusahaan.
Namun beberapa startup, profitnya masih sedikit, bahkan tidak sedikit yang minus.
Jadi, perusahaan hanya dapat bergantung pada para investor agar dapat berkembang.
RELATED ARTICLES
Ramai Startup PHK Karyawan, Gara-Gara Bakar Uang?
Pada akhir Mei 2022, beberapa perusahaan rintisan mem-PHK karyawannya untuk penghematan. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan dunia startup Indonesia?
Context.id, JAKARTA - Pandemi hampir usai, hampir semua sektor ekonomi membaik, kecuali sektor teknologi.
Pasalnya, bidang ini justru mencapai kejayaannya akibat pandemi dan kini terpaksa mengalami penurunan karena dunia yang sudah berangsung-angsur menjadi normal. Hal ini sangat mempengaruhi pemasukan perusahaan, terutama bagi startup teknologi yang masih berjuang untuk bertahan.
Mimpi buruk pun bermula pada awal Mei 2022. Sejumlah startup di pusat perkembangan teknologi Amerika, Silicon Valley mengalami gelombang pemutusan hubungan kerja. Beberapa perusahaan rintisan bahkan melaporkan bahwa banyak investor yang menarik pendanaannya sehingga mereka akan menunda pencatatan saham perdana di bursa.
Parahnya, krisis ini tidak hanya menyerang industri startup. Beberapa perusahaan besar seperti Netflix, Google, Airbnb, dan Facebook juga mengalami penurunan omzet akhir-akhir ini.
Kemudian, krisis inipun menyebar ke seluruh dunia, termasuk startup di Indonesia. Pada akhir Mei 2022, beberapa perusahaan rintisan buatan anak bangsa mem-PHK karyawannya untuk melakukan penghematan. Seperti LinkAja, Zenius, TaniHub, serta JD.ID.
Jadinya, para startup di Indonesia terpaksa mencoba untuk mengganti arah bisnisnya.
Dan beberapa tenaga kerja yang kinerjanya kurang, atau tidak sesuai dengan arah bisnis barunya, terpaksa dihentikan.
Selama ini, model bisnis yang kerap dilakukan startup adalah “bakar uang” dan mengejar omzet, transaksi, dan valuasi. Padahal yang diperlukan adalah profit, agar perusahaan tidak harus bergantung pada para investor untuk mengekspansi perusahaan.
Namun beberapa startup, profitnya masih sedikit, bahkan tidak sedikit yang minus.
Jadi, perusahaan hanya dapat bergantung pada para investor agar dapat berkembang.
POPULAR
RELATED ARTICLES