Share

Stories 09 September 2024

Ribuan Ton Sampah Luar Angkasa Beterbangan, Bisa Menimpa Kita?

Pada 1997, di Oklahoma AS pernah ada satu warga yang kejatuhan puing atau sampah luar angkasa dan mengenai bahunya.

Ilustrasi sampah di angkasa/NASA
Context.id, JAKARTA - Langit mungkin terlihat cerah dari sudut pandang mata kita. Tetapi sesungguhnya di luar pandangan yang bisa mata kita jangkau, jutaan sampah melayang-layang di orbit  wilayah ruang angkasa yang relatif dekat dengan permukaan planet kita.
 
Mengutip Phys, ada sekitar 60.363 objek yang dilacak di orbit, sebagian besarnya adalah sampah ruang angkasa. Jumlah itu bahkan tidak termasuk lebih dari seratus juta potongan dan benda yang terlalu kecil untuk dilacak.
 
Beberapa orang berspekulasi bahwa ada lebih dari 8.000 metrik ton sampah yang mengambang di sekitar, termasuk satelit yang tidak berfungsi, bagian roket yang dibuang, dan pecahan pesawat ruang angkasa yang rusak.
 
Sampah di angkasa sejalan dan juga bagian dari konsekuensi yang timbul dengan pesatnya industri antariksa dunia. Banyak negara yang berlomba-lomba meluncurkan satelitnya ke angkasa, baik untuk urusan militer, komersial hingga ilmu pengetahuan. 
 
Masalahnya, satelit ataupun pesawat yang diluncurkan ke angkasa memiliki masanya. Jika satelit itu berhasil mengangkasa, akhir perjalanannya biasanya akan jatuh ke bumi. Namun juga tidak sedikit yang gagal dan meledak di angkasa. Ledakan itu mengakibatkan serpihannya tersebar ke seluruh penjuru angkasa. 
 
Belum lagi banyak puing-puing itu yang jatuh ke bumi dengan kecepatan luar biasa dan kita punya kesulitan untuk memprediksi ke mana, di mana dan kapan benda itu akan jatuh ke bumi. 

Pada 2022 lalu,  ada dua insiden terpisah ketika puing-puing luar angkasa yang meluncur kembali ke Bumi jatuh di tempat-tempat yang tidak terduga. Pertama, roket Long March 5B China yang tidak terkendali masuk di atas Malaysia dengan cepat.

Kedua, beberapa bagian pesawat ruang angkasa muncul di kawasan New South Wales, Australia. Potongan pesawat luar angkasa itu sekarang dikonfirmasi berasal dari misi SpaceX Crew-1.

Sampai saat ini, China telah meluncurkan tiga roket Long March 5B, dan ketiganya sengaja ditinggalkan di orbit yang tidak terkendali. Ini berarti, tidak ada cara untuk mengetahui di mana mereka akan mendarat.

Adapun puing-puing SpaceX yang ditemukan di Snowy Mountains, Australia, SpaceX berusaha mengorbitkan bagian-bagian roketnya dengan cara yang terkendali, dan merancang komponen lain untuk terbakar saat masuk kembali ke atmosfer Bumi.
 

Seberapa berbahaya sampah luar angkasa dan haruskah kita khawatir?

Mengutip The Conversation, ada satu orang yang pernah kejatuhan sampah luar angkasa. Lottie Williams, warga Tulsa di Oklahoma, AS, tertimpa potongan tidak berbahaya di bahu pada tahun 1997.

Benda itu seukuran tangannya, dan diperkirakan berasal dari roket Delta II. Dia mengambilnya, membawanya pulang dan melaporkannya ke pihak berwenang keesokan harinya.

Namun, dengan semakin banyak objek di luar angkasa dan turun kembali, kemungkinan seseorang atau sesuatu tertabrak akan semakin meningkat. Hal ini terutama berlaku untuk objek besar yang tidak terkontrol seperti Long March 5B atau satelit yang lain. 

Roket China ini sudah tiga kai diluncurukan dan sudah juga jatuh puingnya. Pertama pada 2020 jatuh di di dua desa di Pantai Gading. Kedua pada 2021 jatuh di dekat Maladewa. Ketiga, pada 2022 melewati langit Indonesia dan Malaysia, puing-puingnya mendarat di sekitar yang masuk wilayah Negeri Jiran. 

Namun dalam catatan Nature Astronomy, peluang seseorang terbunuh oleh sampah luar angkasa yang jatuh dari langit mungkin tampak sangat kecil. Kendati begitu kita tetap harus mewaspadai resikonya. 
 
Studi itu mencatat setiap masuknya roket menyebarkan puing-puing mematikan di area seluas sepuluh meter persegi, mereka menemukan bahwa secara rata-rata, ada 10% kemungkinan jatuhnya satu korban atau lebih, dalam 10 tahun ke depan.
 
Ruang angkasa mungkin tampak hampir tak terbatas, tetapi orbit kita terbatas. Perlu ada kesepakatan dunia dan hukum hukum internasional untuk membagi tanggung jawab dan membersihkan puing-puing angkasa.
 
Para lembaga antariksa dunia dan juga pemerintah dunia harus merencanakan bagaimana mengurangi risiko tumpahan sampah luar angkasa. Paling tidak, semua objek yang diluncurkan ke orbit Bumi harus memiliki rencana untuk masuk kembali ke Bumi secara aman ke daerah yang tidak berpenghuni.
 
Atau industri antariksa harus merancang material satelit dan pesawat angkasa dengan komponen yang kuat tapi akan hancur seperti debu saat kembali ke Bumi alias terbakar di atmosfer. 





Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 09 September 2024

Ribuan Ton Sampah Luar Angkasa Beterbangan, Bisa Menimpa Kita?

Pada 1997, di Oklahoma AS pernah ada satu warga yang kejatuhan puing atau sampah luar angkasa dan mengenai bahunya.

Ilustrasi sampah di angkasa/NASA
Context.id, JAKARTA - Langit mungkin terlihat cerah dari sudut pandang mata kita. Tetapi sesungguhnya di luar pandangan yang bisa mata kita jangkau, jutaan sampah melayang-layang di orbit  wilayah ruang angkasa yang relatif dekat dengan permukaan planet kita.
 
Mengutip Phys, ada sekitar 60.363 objek yang dilacak di orbit, sebagian besarnya adalah sampah ruang angkasa. Jumlah itu bahkan tidak termasuk lebih dari seratus juta potongan dan benda yang terlalu kecil untuk dilacak.
 
Beberapa orang berspekulasi bahwa ada lebih dari 8.000 metrik ton sampah yang mengambang di sekitar, termasuk satelit yang tidak berfungsi, bagian roket yang dibuang, dan pecahan pesawat ruang angkasa yang rusak.
 
Sampah di angkasa sejalan dan juga bagian dari konsekuensi yang timbul dengan pesatnya industri antariksa dunia. Banyak negara yang berlomba-lomba meluncurkan satelitnya ke angkasa, baik untuk urusan militer, komersial hingga ilmu pengetahuan. 
 
Masalahnya, satelit ataupun pesawat yang diluncurkan ke angkasa memiliki masanya. Jika satelit itu berhasil mengangkasa, akhir perjalanannya biasanya akan jatuh ke bumi. Namun juga tidak sedikit yang gagal dan meledak di angkasa. Ledakan itu mengakibatkan serpihannya tersebar ke seluruh penjuru angkasa. 
 
Belum lagi banyak puing-puing itu yang jatuh ke bumi dengan kecepatan luar biasa dan kita punya kesulitan untuk memprediksi ke mana, di mana dan kapan benda itu akan jatuh ke bumi. 

Pada 2022 lalu,  ada dua insiden terpisah ketika puing-puing luar angkasa yang meluncur kembali ke Bumi jatuh di tempat-tempat yang tidak terduga. Pertama, roket Long March 5B China yang tidak terkendali masuk di atas Malaysia dengan cepat.

Kedua, beberapa bagian pesawat ruang angkasa muncul di kawasan New South Wales, Australia. Potongan pesawat luar angkasa itu sekarang dikonfirmasi berasal dari misi SpaceX Crew-1.

Sampai saat ini, China telah meluncurkan tiga roket Long March 5B, dan ketiganya sengaja ditinggalkan di orbit yang tidak terkendali. Ini berarti, tidak ada cara untuk mengetahui di mana mereka akan mendarat.

Adapun puing-puing SpaceX yang ditemukan di Snowy Mountains, Australia, SpaceX berusaha mengorbitkan bagian-bagian roketnya dengan cara yang terkendali, dan merancang komponen lain untuk terbakar saat masuk kembali ke atmosfer Bumi.
 

Seberapa berbahaya sampah luar angkasa dan haruskah kita khawatir?

Mengutip The Conversation, ada satu orang yang pernah kejatuhan sampah luar angkasa. Lottie Williams, warga Tulsa di Oklahoma, AS, tertimpa potongan tidak berbahaya di bahu pada tahun 1997.

Benda itu seukuran tangannya, dan diperkirakan berasal dari roket Delta II. Dia mengambilnya, membawanya pulang dan melaporkannya ke pihak berwenang keesokan harinya.

Namun, dengan semakin banyak objek di luar angkasa dan turun kembali, kemungkinan seseorang atau sesuatu tertabrak akan semakin meningkat. Hal ini terutama berlaku untuk objek besar yang tidak terkontrol seperti Long March 5B atau satelit yang lain. 

Roket China ini sudah tiga kai diluncurukan dan sudah juga jatuh puingnya. Pertama pada 2020 jatuh di di dua desa di Pantai Gading. Kedua pada 2021 jatuh di dekat Maladewa. Ketiga, pada 2022 melewati langit Indonesia dan Malaysia, puing-puingnya mendarat di sekitar yang masuk wilayah Negeri Jiran. 

Namun dalam catatan Nature Astronomy, peluang seseorang terbunuh oleh sampah luar angkasa yang jatuh dari langit mungkin tampak sangat kecil. Kendati begitu kita tetap harus mewaspadai resikonya. 
 
Studi itu mencatat setiap masuknya roket menyebarkan puing-puing mematikan di area seluas sepuluh meter persegi, mereka menemukan bahwa secara rata-rata, ada 10% kemungkinan jatuhnya satu korban atau lebih, dalam 10 tahun ke depan.
 
Ruang angkasa mungkin tampak hampir tak terbatas, tetapi orbit kita terbatas. Perlu ada kesepakatan dunia dan hukum hukum internasional untuk membagi tanggung jawab dan membersihkan puing-puing angkasa.
 
Para lembaga antariksa dunia dan juga pemerintah dunia harus merencanakan bagaimana mengurangi risiko tumpahan sampah luar angkasa. Paling tidak, semua objek yang diluncurkan ke orbit Bumi harus memiliki rencana untuk masuk kembali ke Bumi secara aman ke daerah yang tidak berpenghuni.
 
Atau industri antariksa harus merancang material satelit dan pesawat angkasa dengan komponen yang kuat tapi akan hancur seperti debu saat kembali ke Bumi alias terbakar di atmosfer. 





Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Generasi Z dan Milenial Gunakan Facebook Dating untuk Mencari Jodoh

Generasi muda mulai melirik kembali media sosial Facebook yang selama ini dikenal sudah kuno. Tapi yang mereka gunakan hanya fitur atau layanan Fa ...

Context.id . 06 December 2024

Lima Hal Menarik tentang Katedral Notre Dame di Paris

Katedral Notre Dame selesai diperbaiki dan akan segera dibuka untuk umum. Ada fakta maupun mitos menarik tentang gereja kuno ini

Context.id . 06 December 2024

Hukum Belgia Memberikan Pekerja Seks Perlindungan Hukum Setara Profesi Lain

Konstitusi Belgia mengakui pekerja seks sebagai sebuah profesi yang harus dihormati dan setara dengan pekerjaan terhormat lainnya.

Context.id . 06 December 2024

Apa Perbedaan antara Gelato dan Es Krim? Dan Mana yang Lebih Sehat

Gelato dan es krim sama-sama dinikmati secara dingin dan secara tampilan bentuknya pun sama. Apakah sama atau berbeda?

Context.id . 06 December 2024