Share

Home Stories

Stories 13 Agustus 2024

Meme dan Sampah Email Sumbang Emisi Karbon?

Data-data dari meme dan sampah email yang terkumpul di pusat penyimpanan data akan menyedot energi listrik yang sangat besar

Ilustrasi data center/MATT ROTA-e360.yale.edu

Context.id, JAKARTA - Dalam kesehariannya saat ini, manusia tidak pernah bisa lepas dari gawai. Varian gawai yang semakin canggih memikat daya tarik setiap orang untuk memainkannya. Umumnya, gawai digunakan untuk berbagai keperluan seperti pekerjaan, hiburan, dan alat berkomunikasi. 

Pada aspek hiburan, media sosial acap kali berperan. Platform media sosial memfasilitasi interaksi antar penggunanya dengan cara berbagi gambar dan video. Selain itu, aspek hiburan juga diramaikan dengan kehadiran meme dengan visual yang memunculkan tawa. 

Sementara itu, salah satu platform pada gawai sebagai alat untuk bekerja dan berkomunikasi adalah surat elektronik atau email. Pengguna email bisa saling bertukar beragam pesan dengan tujuannya masing-masing.

Namun membagikan meme dan mengirim email ternyata punya dampak buruk pada lingkungan. Dalam sebuah penelitian terbaru menyebut bahwa sebagian besar data yang disimpan di cloud adalah dark data atau data yang digunakan sekali dan tidak pernah dipakai lagi. 

Melansir The Guardian, seorang dari Universitas Loughborough, Leicester, Inggris bernama Ian Hodgkinson meneliti adanya dampak dark data tersebut bagi iklim. Ian memulai penelitiannya beberapa tahun lalu untuk memahami dampak data digital pada lingkungan. 



Ian menemukan bahwa 68% data yang digunakan merupakan data yang sama dan tidak pernah digunakan lagi. Penelitian Ian mengatakan setiap data baik berupa gambar ataupun unggahan instagram mempunyai jejak karbon di dalamnya. 

Data ini nantinya akan tersimpan di sebuah pusat data. Akan tetapi pusat data menurut penelitian yang dilakukan Ian, akan menghabiskan banyak energi listrik untuk keperluan penyimpanan data. 

Satu meme, unggahan instagram, atau email mungkin tidak akan begitu berdampak. Namun apabila data-data tersebut terkumpul, konsumsi energi listrik yang dihasilkan juga akan banyak. Terlebih dalam satu email mengandung sekitar 4 gram karbon. 

Sebuah perusahaan listrik di Inggris juga memprediksi bahwa  pusat penyimpanan data menyumbang kurang dari 6% dari total konsumsi listrik di Inggris pada 2030. 

Sementara itu, melansir Our World in Data, jumlah konsumsi energi dunia tahun 2023 sebesar 180.000 terawatt-hour (TWh). Di sisi lain, data dari International Energy Agency, total konsumsi listrik dunia mencapai 22.848 TWh, naik 1,7% dari tahun 2018

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengurangi konsumsi energi akibat penyimpanan data ini. Dalam penelitiannya, Ian Hodgkinson menyebut untuk meminimalisir membalas semua email dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, mengurangi mengirim email yang tidak penting. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 13 Agustus 2024

Meme dan Sampah Email Sumbang Emisi Karbon?

Data-data dari meme dan sampah email yang terkumpul di pusat penyimpanan data akan menyedot energi listrik yang sangat besar

Ilustrasi data center/MATT ROTA-e360.yale.edu

Context.id, JAKARTA - Dalam kesehariannya saat ini, manusia tidak pernah bisa lepas dari gawai. Varian gawai yang semakin canggih memikat daya tarik setiap orang untuk memainkannya. Umumnya, gawai digunakan untuk berbagai keperluan seperti pekerjaan, hiburan, dan alat berkomunikasi. 

Pada aspek hiburan, media sosial acap kali berperan. Platform media sosial memfasilitasi interaksi antar penggunanya dengan cara berbagi gambar dan video. Selain itu, aspek hiburan juga diramaikan dengan kehadiran meme dengan visual yang memunculkan tawa. 

Sementara itu, salah satu platform pada gawai sebagai alat untuk bekerja dan berkomunikasi adalah surat elektronik atau email. Pengguna email bisa saling bertukar beragam pesan dengan tujuannya masing-masing.

Namun membagikan meme dan mengirim email ternyata punya dampak buruk pada lingkungan. Dalam sebuah penelitian terbaru menyebut bahwa sebagian besar data yang disimpan di cloud adalah dark data atau data yang digunakan sekali dan tidak pernah dipakai lagi. 

Melansir The Guardian, seorang dari Universitas Loughborough, Leicester, Inggris bernama Ian Hodgkinson meneliti adanya dampak dark data tersebut bagi iklim. Ian memulai penelitiannya beberapa tahun lalu untuk memahami dampak data digital pada lingkungan. 



Ian menemukan bahwa 68% data yang digunakan merupakan data yang sama dan tidak pernah digunakan lagi. Penelitian Ian mengatakan setiap data baik berupa gambar ataupun unggahan instagram mempunyai jejak karbon di dalamnya. 

Data ini nantinya akan tersimpan di sebuah pusat data. Akan tetapi pusat data menurut penelitian yang dilakukan Ian, akan menghabiskan banyak energi listrik untuk keperluan penyimpanan data. 

Satu meme, unggahan instagram, atau email mungkin tidak akan begitu berdampak. Namun apabila data-data tersebut terkumpul, konsumsi energi listrik yang dihasilkan juga akan banyak. Terlebih dalam satu email mengandung sekitar 4 gram karbon. 

Sebuah perusahaan listrik di Inggris juga memprediksi bahwa  pusat penyimpanan data menyumbang kurang dari 6% dari total konsumsi listrik di Inggris pada 2030. 

Sementara itu, melansir Our World in Data, jumlah konsumsi energi dunia tahun 2023 sebesar 180.000 terawatt-hour (TWh). Di sisi lain, data dari International Energy Agency, total konsumsi listrik dunia mencapai 22.848 TWh, naik 1,7% dari tahun 2018

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengurangi konsumsi energi akibat penyimpanan data ini. Dalam penelitiannya, Ian Hodgkinson menyebut untuk meminimalisir membalas semua email dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, mengurangi mengirim email yang tidak penting. 

Kontributor: Fadlan Priatna



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Manggarai Jaksel, Nama dari Tangisan Budak yang Rindu Pulang

Manggarai bukan hanya soal transit dan padatnya penumpang, tapi juga tentang memori perbudakan dan akar budaya dari Timur Indonesia

Renita Sukma . 31 July 2025

Pasar Jatinegara atau Pasar Mester? Ini Asal-Usul Nama Jatinegara

Nama Jatinegara menyimpan jejak panjang dari masa kolonial, ketika wilayah ini masih disebut Meester Cornelis

Renita Sukma . 31 July 2025

Onomatoplay Retail: Pengalaman Belanja yang ‘Disajikan’ Bak Hidangan

Pernahkah kamu melihat toko/merek non-makanan menyajikan produk bak hidangan? Mereka tak sekadar menjual, tapi menawarkan pengalaman personal yang ...

Context.id . 30 July 2025

Beras Bisa Bikin Bir Non-Alkohol Lebih Enak?

Bir yang dibuat dengan beras memiliki rasa worty yang lebih rendah, karena kadar aldehida yang lebih sedikit

Renita Sukma . 25 July 2025