Emisi Industri Fashion Naik Drastis pada 2030?
Emisi karbon yang dihasilkan industri fashion dunia pada 2030 diprediksi naik dua kali lipat lebih banyak.
Context.id, JAKARTA – Faktanya, industri fashion punya peran penting dalam mengurangi emisi karbon dan perubahan iklim. Namun sayangnya, emisi yang dihasilkan industri fashion dunia pada 2030 diprediksi naik dua kali lipat lebih banyak. Ini melebihi maksimal kapasitas emisi yang telah diatur dalam PBB Sustainable Development Goals, jika praktik produksi tidak diubah.
Padahal menurut McKinsey, industri fashion bertanggung jawab atas 4 persen dari total emisi gas rumah kaca pada 2018.
Memang selama ini, pengelolaan sumber daya, lingkungan kerja, dan pilihan material industri fashion sudah mengalami kemajuan dan sudah beralih ke bahan ramah lingkungan. Namun, mayoritas kegiatan industri, mulai dari produksi, persiapan, dan pemrosesan bahan, masih banyak yang bergantung pada minyak bumi, gas, dan batubara. Parahnya, proses ini juga yang menyebabkan 70 persen emisi dari praktik produksi pakaian.
Oleh karena itu, Laporan Fashion on Climate menyatakan bahwa praktik daur ulang limbah dan sistem pembayaran sektor ini, harus beralih kepada energi terbarukan.
“Jika industri fashion tidak mempercepat responnya terhadap perubahan iklim, pada 2030 (industri ini) akan menghasilkan dua kali lipat dari volume emisi yang diperbolehkan,” ujar laporan tersebut.
Lalu, The Higg Index menemukan bahwa hanya 14 persen produk tekstil ini yang dibuat dengan bahan yang dapat didaur ulang, di tempat pakaian tersebut dijual. Padahal, produksi pakaian terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut data dari Ellen MacArthur Foundation, produksi pakaian meningkat dua kali lipat antara tahun 2000 dan 2015. Padahal, penggunaan satu item pakaian justru menurun hingga 36 persen. Angka ini diperparah dengan adanya 500.000 bahan sintetis berbasis bahan bakar fosil dilepaskan ke lautan setiap tahunnya.
Lalu, apa sebaiknya upaya yang perlu dilakukan?
Cara mudah mengurangi emisi dari industri pakaian adalah penggunaan kembali dan daur ulang pakaian. Namun, data dari GFA justru menunjukan bahwa hanya sekitar 1 persen limbah tekstil yang di daur ulang menjadi serat untuk pakaian baru.
Berdasarkan COP26 PBB tahun 2021, pelaku industri fashion sebenarnya telah diminta untuk membaharui target yang ditetapkan dalam Fashion Industry Charter for Climate. Dimana masing-masing industri berjanji untuk mengurangi separuh emisi pada 2030 untuk mengurangi pemanasan iklim.
Namun sayangnya, konferensi ini hanya dihadiri 150 perusahaan pakaian dan sepatu, dari ratusan ribu produsen pakaian di dunia, sehingga pelaksanaan ini masih jauh dari efektif.
RELATED ARTICLES
Emisi Industri Fashion Naik Drastis pada 2030?
Emisi karbon yang dihasilkan industri fashion dunia pada 2030 diprediksi naik dua kali lipat lebih banyak.
Context.id, JAKARTA – Faktanya, industri fashion punya peran penting dalam mengurangi emisi karbon dan perubahan iklim. Namun sayangnya, emisi yang dihasilkan industri fashion dunia pada 2030 diprediksi naik dua kali lipat lebih banyak. Ini melebihi maksimal kapasitas emisi yang telah diatur dalam PBB Sustainable Development Goals, jika praktik produksi tidak diubah.
Padahal menurut McKinsey, industri fashion bertanggung jawab atas 4 persen dari total emisi gas rumah kaca pada 2018.
Memang selama ini, pengelolaan sumber daya, lingkungan kerja, dan pilihan material industri fashion sudah mengalami kemajuan dan sudah beralih ke bahan ramah lingkungan. Namun, mayoritas kegiatan industri, mulai dari produksi, persiapan, dan pemrosesan bahan, masih banyak yang bergantung pada minyak bumi, gas, dan batubara. Parahnya, proses ini juga yang menyebabkan 70 persen emisi dari praktik produksi pakaian.
Oleh karena itu, Laporan Fashion on Climate menyatakan bahwa praktik daur ulang limbah dan sistem pembayaran sektor ini, harus beralih kepada energi terbarukan.
“Jika industri fashion tidak mempercepat responnya terhadap perubahan iklim, pada 2030 (industri ini) akan menghasilkan dua kali lipat dari volume emisi yang diperbolehkan,” ujar laporan tersebut.
Lalu, The Higg Index menemukan bahwa hanya 14 persen produk tekstil ini yang dibuat dengan bahan yang dapat didaur ulang, di tempat pakaian tersebut dijual. Padahal, produksi pakaian terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut data dari Ellen MacArthur Foundation, produksi pakaian meningkat dua kali lipat antara tahun 2000 dan 2015. Padahal, penggunaan satu item pakaian justru menurun hingga 36 persen. Angka ini diperparah dengan adanya 500.000 bahan sintetis berbasis bahan bakar fosil dilepaskan ke lautan setiap tahunnya.
Lalu, apa sebaiknya upaya yang perlu dilakukan?
Cara mudah mengurangi emisi dari industri pakaian adalah penggunaan kembali dan daur ulang pakaian. Namun, data dari GFA justru menunjukan bahwa hanya sekitar 1 persen limbah tekstil yang di daur ulang menjadi serat untuk pakaian baru.
Berdasarkan COP26 PBB tahun 2021, pelaku industri fashion sebenarnya telah diminta untuk membaharui target yang ditetapkan dalam Fashion Industry Charter for Climate. Dimana masing-masing industri berjanji untuk mengurangi separuh emisi pada 2030 untuk mengurangi pemanasan iklim.
Namun sayangnya, konferensi ini hanya dihadiri 150 perusahaan pakaian dan sepatu, dari ratusan ribu produsen pakaian di dunia, sehingga pelaksanaan ini masih jauh dari efektif.
POPULAR
RELATED ARTICLES