Stories - 14 May 2024

Kenapa Ahok dan Anies Tak Bisa Berduet di Pilkada?

Undang-undang (UU) tentang Pilkada menolak menjadikan mantan kepala daerah sebagai wakil kepala daerah.


Ahok dan Anies/Gesuri

Context.id, JAKARTA- Wacana menduetkan para mantan kepala daerah dalam pilkada memang tidak mungkin terealisasi.

Pasalnya, Undang-undang (UU) tentang Pilkada menolak menjadikan mantan kepala daerah sebagai wakil kepala daerah.

Wacana ini mengemuka ketika sejumlah pihak berniat menjodohkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Anies Baswedan dalam pilkada di Jakarta.

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM pada 2015 sudah menegaskan bahwa kemungkinan tersebut terhalang ketentuan Pasal 7 huruf o UU Pilkada.

Menurut pemerintah ketika itu, pasal yang melarang mantan kepala daerah untuk maju menjadi wakil kepala daerah, dibentuk dalam rangka memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Hal tersebut diucapkan oleh wakil Pemerintah dalam sidang uji materiil Pasal 7 huruf g dan huruf o Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Menurut pemerintah, apabila tidak ada pembatasan terhadap mantan kepala daerah yang hendak mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah, pasangan kepala daerah-wakil kepala daerah yang saling bergantian mempunyai empat kesempatan untuk menduduki jabatan pimpinan daerah.

Keadaan tersebut dinilai pemerintah akan menimbulkan dampak yang tidak baik dalam iklim pemerintahan daerah.

Dari aspek etika moral kemasyarakatan, kebijakan pembatasan tersebut dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas dan wibawa kepala daerah di mata masyarakat.

Pada 2015, dua orang mantan kepala daerah yang juga mantan terpidana kasus korupsi, Ismeth Abdullah dan I Gede Winasa mengajukan uji materi Pasal 7 huruf g dan Pasal 7 huruf o UU Pilkada. Pasalnya, mereka ingin berpartisipasi dalam pilkada selanjutnya.

Ismeth merupakan mantan Gubernur Kepulauan Riau periode 2005-2010 yang divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam kasus proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran.

Sedangkan I Gede Winasa adalah mantan Bupati Jembrana, Bali yang dijatuhi hukuman penjara dua tahun enam bulan oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi. I Gede Winasa terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan pembangunan pabrik kompos berikut mesinnya selama menjabat sebagai bupati. 

Adapun Pasal 7 huruf g dan huruf o UU Pilkada menyatakan:

Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

...

(g) tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

...

(o) belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota.


Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024