Buzzer dan Simpang Siurnya Informasi Medsos
Kemunculan buzzer atau pendengung di era kemajuan media sosial semakin mengaburkan kebenaran suatu informasi
Context.id, JAKARTA - Semakin berkembangnya teknologi, informasi semakin mudah didapat. Pertukaran informasi di media sosial pun berlangsung dengan sangat cepat.
Namun, informasi di media sosial seringkali terasa simpang siur. Banyak kelompok-kelompok tertentu yang mencoba menyebarkan informasi palsu, salah satu caranya dengan menggunakan buzzer atau pendengung.
Fenomena inilah yang coba digambarkan oleh film pendek “This is How Her Home was Built’ karya anak muda Filipina yang diputar di acara Sinema Hak Digital yang digelar oleh ICT Watch di Goethe-Institut Jakarta, pekan lalu.
Film pendek ini menceritakan seorang perempuan bernama Julia yang tersesat di kotanya sendiri ketika mencari kebenaran tentang tempat tinggalnya.
Julia dikisahkan kebingungan dan tersesat akibat kebisingan informasi yang simpang siur mengenai kisah tempat tinggalnya.
BACA JUGA
Ia menyaksikan cerita kebangkitan dan kejatuhan atas rumahnya sendiri dari berbagai versi. Semakin lama, ia merasa garis kebenaran dan kepalsuan informasi semakin kabur.
Akhirnya, ia harus bertahan sendirian untuk bisa mengumpulkan kepingan informasi yang sebenarnya dan berlindung dari cerita-cerita palsu yang dibangun oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.
Kebisingan informasi simpang siur oleh buzzer inilah yang disoroti oleh film karya EngageMedia ini sebagai suatu masalah di media sosial kita sekarang.
Kelompok-kelompok tak bertanggung jawab kini semakin mudah untuk membentuk disinformasi di media sosial dengan menggunakan uang untuk membayar buzzer.
Buzzer, Bencana?
Pendiri sekaligus Peneliti Senior di ICT Watch, Donny Budi Utomo mengungkapkan pendengung sebenarnya adalah fenomena positif di industri media sosial.
Ia menyebut masyarakat kini mengandalkan media sosial sebagai sumber informasi utama, dan buzzer bisa digunakan untuk mendorong perhatian pada isu-isu tertentu di media sosial.
“Sebagai cara memunculkan topik tertentu di medsos, muncullah buzzer. Supaya jadi percakapan, jadi keramaian di media sosial. Nggak apa-apa, sebenarnya itu positif-positif aja,” ucap Donny kepada Context.id usai gelaran Sinema Hak Digital, Sabtu (24/02/2024).
Teknik buzzing juga kini menjadi salah satu sarana promosi yang populer bagi produk-produk tertentu. Donny mengungkapkan, Industri film adalah salah satu yang terkenal menggunakan teknik ini sebagai bentuk promosinya.
Namun, seiring buzzing tumbuh sebagai sebuah industri yang menghasilkan bagi sekelompok orang, muncul orang-orang yang memanfaatkan pendengung ini untuk kepentingan negatif.
“Ketika sudah tumbuh menjadi industri, bisa saja ada kelompok tertentu yang menggunakan teknik buzzing untuk yang negatif, seperti disinformasi atau menggiring opini," jelasnya
Ramainya fenomena disinformasi ini diduga karena minimnya pengawasan dan tak adanya regulasi yang menjadi patokan aturan di industri media sosial.
“Belum ada etika yang bicara buzzer itu harus seperti apa, gak ada regulasi, gak ada patokannya. Tapi sebenernya, patokannya ya etik secara umum, tidak menipu, menghasut, dan harus berdasarkan fakta,” lanjut Donny.
Meskipun begitu, Ia menyebut ekosistem industri buzzer akan tumbuh semakin subur di masa depan. Untuk kebutuhan politik, Indonesia masih akan menghadapi Pilkada akhir tahun mendatang.
Kemudian, kampanye-kampanye digital seperti isu iklim, kesehatan, hingga industri hiburan juga seringkali masif menggunakan buzzer sebagai sarana promosi.
Terakhir, Donny berharap kemampuan literasi digital masyarakat Indonesia dapat meningkat agar tak mudah tertipu oleh disinformasi yang didengungkan oleh kelompok pendengung tertentu.
“Sebagai bisnis, sebagai suatu industri, masih akan ada banyak orang mengambil manfaat dan ada manfaatnya memang. Tinggal melihat kepentingan besarnya apa, mencerdaskan orang atau justru sebaliknya. Harapannya kan mencerdaskan ya,” tutup Donny.
Penulis: Ridho Danu
RELATED ARTICLES
Buzzer dan Simpang Siurnya Informasi Medsos
Kemunculan buzzer atau pendengung di era kemajuan media sosial semakin mengaburkan kebenaran suatu informasi
Context.id, JAKARTA - Semakin berkembangnya teknologi, informasi semakin mudah didapat. Pertukaran informasi di media sosial pun berlangsung dengan sangat cepat.
Namun, informasi di media sosial seringkali terasa simpang siur. Banyak kelompok-kelompok tertentu yang mencoba menyebarkan informasi palsu, salah satu caranya dengan menggunakan buzzer atau pendengung.
Fenomena inilah yang coba digambarkan oleh film pendek “This is How Her Home was Built’ karya anak muda Filipina yang diputar di acara Sinema Hak Digital yang digelar oleh ICT Watch di Goethe-Institut Jakarta, pekan lalu.
Film pendek ini menceritakan seorang perempuan bernama Julia yang tersesat di kotanya sendiri ketika mencari kebenaran tentang tempat tinggalnya.
Julia dikisahkan kebingungan dan tersesat akibat kebisingan informasi yang simpang siur mengenai kisah tempat tinggalnya.
BACA JUGA
Ia menyaksikan cerita kebangkitan dan kejatuhan atas rumahnya sendiri dari berbagai versi. Semakin lama, ia merasa garis kebenaran dan kepalsuan informasi semakin kabur.
Akhirnya, ia harus bertahan sendirian untuk bisa mengumpulkan kepingan informasi yang sebenarnya dan berlindung dari cerita-cerita palsu yang dibangun oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.
Kebisingan informasi simpang siur oleh buzzer inilah yang disoroti oleh film karya EngageMedia ini sebagai suatu masalah di media sosial kita sekarang.
Kelompok-kelompok tak bertanggung jawab kini semakin mudah untuk membentuk disinformasi di media sosial dengan menggunakan uang untuk membayar buzzer.
Buzzer, Bencana?
Pendiri sekaligus Peneliti Senior di ICT Watch, Donny Budi Utomo mengungkapkan pendengung sebenarnya adalah fenomena positif di industri media sosial.
Ia menyebut masyarakat kini mengandalkan media sosial sebagai sumber informasi utama, dan buzzer bisa digunakan untuk mendorong perhatian pada isu-isu tertentu di media sosial.
“Sebagai cara memunculkan topik tertentu di medsos, muncullah buzzer. Supaya jadi percakapan, jadi keramaian di media sosial. Nggak apa-apa, sebenarnya itu positif-positif aja,” ucap Donny kepada Context.id usai gelaran Sinema Hak Digital, Sabtu (24/02/2024).
Teknik buzzing juga kini menjadi salah satu sarana promosi yang populer bagi produk-produk tertentu. Donny mengungkapkan, Industri film adalah salah satu yang terkenal menggunakan teknik ini sebagai bentuk promosinya.
Namun, seiring buzzing tumbuh sebagai sebuah industri yang menghasilkan bagi sekelompok orang, muncul orang-orang yang memanfaatkan pendengung ini untuk kepentingan negatif.
“Ketika sudah tumbuh menjadi industri, bisa saja ada kelompok tertentu yang menggunakan teknik buzzing untuk yang negatif, seperti disinformasi atau menggiring opini," jelasnya
Ramainya fenomena disinformasi ini diduga karena minimnya pengawasan dan tak adanya regulasi yang menjadi patokan aturan di industri media sosial.
“Belum ada etika yang bicara buzzer itu harus seperti apa, gak ada regulasi, gak ada patokannya. Tapi sebenernya, patokannya ya etik secara umum, tidak menipu, menghasut, dan harus berdasarkan fakta,” lanjut Donny.
Meskipun begitu, Ia menyebut ekosistem industri buzzer akan tumbuh semakin subur di masa depan. Untuk kebutuhan politik, Indonesia masih akan menghadapi Pilkada akhir tahun mendatang.
Kemudian, kampanye-kampanye digital seperti isu iklim, kesehatan, hingga industri hiburan juga seringkali masif menggunakan buzzer sebagai sarana promosi.
Terakhir, Donny berharap kemampuan literasi digital masyarakat Indonesia dapat meningkat agar tak mudah tertipu oleh disinformasi yang didengungkan oleh kelompok pendengung tertentu.
“Sebagai bisnis, sebagai suatu industri, masih akan ada banyak orang mengambil manfaat dan ada manfaatnya memang. Tinggal melihat kepentingan besarnya apa, mencerdaskan orang atau justru sebaliknya. Harapannya kan mencerdaskan ya,” tutup Donny.
Penulis: Ridho Danu
POPULAR
RELATED ARTICLES