Infrastruktur 5G Terancam Gagal Karena Mahal?
Operator bisa saja menunda atau bahkan tidak mengembangkan jaringan 5G.
Context.id, JAKARTA - Pembangunan infrastruktur 5G di Indonesia terancam gagal karena kendala biaya yang selangit.
Pengamat melihat operator telekomunikasi masih menunggu dalam mengambil keputusan pembangunan infrastruktur 5G di Indonesia. Operator bisa saja menunda atau bahkan tidak mengembangkan jaringan 5G.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan hal ini diakibatkan oleh kondisi politik Indonesia yang masih belum menentu di tengah tahun politik alias Pemilu 2024.
Terlebih lagi, lelang spektrum frekuensi 700MHz, dan harga infrastruktur 5G yang mahal membuat operator pun wait and see. Ditambah, pemasukan industri telko tengah menurun.
“Implementasi 5G lebih mahal, sementara pendapatan akan sama, sehingga jika biaya frekuensinya mahal dan tidak ada insentif, maka bukan tidak mungkin operator akan menunda atau bahkan tidak akan mengembangkan jaringan 5G,” ujarnya, Selasa (31/1/2024).
Sebagai informasi, operator seluler India mulai memangkas capex atau belanja modal penggelaran 5G seiring dengan return on investment (ROI) yang tidak menjanjikan.
Oleh karena itu, Heru mengatakan kejadian yang terjadi di India harus menjadi evaluasi bersama agar tercapai keseimbangan di dunia telekomunikasi.
“Pemerintah tetap mendapatkan pendapatan, operator telekomunikasi bisa mengadopsi, bisa mengimplementasikan 5G, kemudian juga vendor kita harapkan ya bisa jualan juga gitu ya. Tapi dengan harga yang reasonable untuk dapat mengadopsi 5G di Indonesia,” tutup Heru.
Mengutip riset Institut Teknologi Bandung, perkembangan jaringan 5G di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi lebih dari Rp2.800 triliun atau setara 9,5 persen dari total PDB pada 2030.
Angka itu bahkan berpotensi melonjak menjadi 3.500 triliun atau setara 9,8 persen dari total PDB Indonesia pada 2035.
Riset tersebut juga memperkirakan potensi peningkatan investasi bisnis di Indonesia sebesar Rp591 triliun dan Rp719 triliun masing-masing pada 2030 dan 2035 jika jaringan 5G diterapkan secara agresif.
Meski demikian, pelaku usaha berskala global masih melihat Indonesia sebagai wilayah potensial pengembangan 5G.
Hal itu dinyatakan oleh Ericsson, perusahaan telekomunikasi dan jaringan multinasional yang bermarkas di Swedia.
Raksasa telko itu menilai pasar Indonesia 5G masih sangat potensial untuk berkembang. Pengembangan teknologi baru di Tanah Air masih tahap awal sehingga masih dapat dioptimalisasi.
Head of Ericsson Indonesia Krishna Patil mengatakan saat ini Ericsson telah berhasil menerapkan jaringan 5G di 152 lokasi langsung di 65 pasar di seluruh dunia.
Di industri telekomunikasi Indonesia, Ericsson telah menjadi bagian integral sejak tahun 1907. Perusahaan berperan untuk membawa berbagai generasi konektivitas dan menjadi pelopor dalam mewujudkan evolusi dari 2G, 3G, 4G, hingga yang terkini 5G.
Ericsson, kata Krishna, berkomitmen untuk menciptakan tahap awal infrastruktur 5G di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia serta fokus untuk mengembangkan ragam penawaran layanan bagi konsumen dan perusahaan.
“Hal ini juga terjadi di pasar Indonesia di mana 5G masih ada dalam tahap awal. Untuk mendapatkan manfaat penuh dari konektivitas 5G, sangat penting bagi pemerintah untuk menyediakan spektrum yang memadai,” pungkasnya.
RELATED ARTICLES
Infrastruktur 5G Terancam Gagal Karena Mahal?
Operator bisa saja menunda atau bahkan tidak mengembangkan jaringan 5G.
Context.id, JAKARTA - Pembangunan infrastruktur 5G di Indonesia terancam gagal karena kendala biaya yang selangit.
Pengamat melihat operator telekomunikasi masih menunggu dalam mengambil keputusan pembangunan infrastruktur 5G di Indonesia. Operator bisa saja menunda atau bahkan tidak mengembangkan jaringan 5G.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan hal ini diakibatkan oleh kondisi politik Indonesia yang masih belum menentu di tengah tahun politik alias Pemilu 2024.
Terlebih lagi, lelang spektrum frekuensi 700MHz, dan harga infrastruktur 5G yang mahal membuat operator pun wait and see. Ditambah, pemasukan industri telko tengah menurun.
“Implementasi 5G lebih mahal, sementara pendapatan akan sama, sehingga jika biaya frekuensinya mahal dan tidak ada insentif, maka bukan tidak mungkin operator akan menunda atau bahkan tidak akan mengembangkan jaringan 5G,” ujarnya, Selasa (31/1/2024).
Sebagai informasi, operator seluler India mulai memangkas capex atau belanja modal penggelaran 5G seiring dengan return on investment (ROI) yang tidak menjanjikan.
Oleh karena itu, Heru mengatakan kejadian yang terjadi di India harus menjadi evaluasi bersama agar tercapai keseimbangan di dunia telekomunikasi.
“Pemerintah tetap mendapatkan pendapatan, operator telekomunikasi bisa mengadopsi, bisa mengimplementasikan 5G, kemudian juga vendor kita harapkan ya bisa jualan juga gitu ya. Tapi dengan harga yang reasonable untuk dapat mengadopsi 5G di Indonesia,” tutup Heru.
Mengutip riset Institut Teknologi Bandung, perkembangan jaringan 5G di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi lebih dari Rp2.800 triliun atau setara 9,5 persen dari total PDB pada 2030.
Angka itu bahkan berpotensi melonjak menjadi 3.500 triliun atau setara 9,8 persen dari total PDB Indonesia pada 2035.
Riset tersebut juga memperkirakan potensi peningkatan investasi bisnis di Indonesia sebesar Rp591 triliun dan Rp719 triliun masing-masing pada 2030 dan 2035 jika jaringan 5G diterapkan secara agresif.
Meski demikian, pelaku usaha berskala global masih melihat Indonesia sebagai wilayah potensial pengembangan 5G.
Hal itu dinyatakan oleh Ericsson, perusahaan telekomunikasi dan jaringan multinasional yang bermarkas di Swedia.
Raksasa telko itu menilai pasar Indonesia 5G masih sangat potensial untuk berkembang. Pengembangan teknologi baru di Tanah Air masih tahap awal sehingga masih dapat dioptimalisasi.
Head of Ericsson Indonesia Krishna Patil mengatakan saat ini Ericsson telah berhasil menerapkan jaringan 5G di 152 lokasi langsung di 65 pasar di seluruh dunia.
Di industri telekomunikasi Indonesia, Ericsson telah menjadi bagian integral sejak tahun 1907. Perusahaan berperan untuk membawa berbagai generasi konektivitas dan menjadi pelopor dalam mewujudkan evolusi dari 2G, 3G, 4G, hingga yang terkini 5G.
Ericsson, kata Krishna, berkomitmen untuk menciptakan tahap awal infrastruktur 5G di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia serta fokus untuk mengembangkan ragam penawaran layanan bagi konsumen dan perusahaan.
“Hal ini juga terjadi di pasar Indonesia di mana 5G masih ada dalam tahap awal. Untuk mendapatkan manfaat penuh dari konektivitas 5G, sangat penting bagi pemerintah untuk menyediakan spektrum yang memadai,” pungkasnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES