UMKM Bisa Minta Perlindungan KPPU, Simak Tahapannya
KPPU mendapat amanah negara untuk melindungi UMKM dalam kemitraan dengan selaku usaha besar.
Context.id, JAKARTA - Usaha mikro, kecil dan menengah dalam menjalankan bisnisnya sering kali melaksanakan kemitraan dengan pelaku usaha besar. Dengan pola kerja sama semacam ini, potensi terjadinya gesekan antara kedua belah pihak sangat mungkin terjadi.
Namun, pelaku UMKM perlu mengetahui bahwa jika terjadi pelanggaran terkait kemitraan, UU No. 20/2008 tentang UMKM memberikan amanah kepada negara untuk menunjukkan keberpihakan terhadap pelaku UMKM dengan menugaskan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
KPPU bertindak sebagai pengawas kemitraan yang akan 'turun tangan menjewer' pelaku usaha besar yang kedapatan melakukan pelanggaran terhadap kemitraan. Komisi ini pun memberlakukan peraturan tentang pengawasan dan penanganan perkara kemitraan. Pemberlakuan aturan ini terkonfirmasi melalui laman KPPU.
Dengan keberadaan peraturan ini, pelaku usaha kemitraan, khususnya sektor usaha kecil dan menengah diharapkan bisa memahami prosedur yang bisa dilalui jika terjadi pelanggaran kemitraan yang dilakukan oleh mitra usaha dari sektor usaha yang lebih besar.
Ketentuan-ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan KPPU No. 4/2019 tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan. Pemberlakuan tata cara tersebut terhitung sejak 17 Oktober 2019, yakni ketika peraturan tersebut diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Berita Negara No. 1212/2019.
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari Undang-undang No. 20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan PP No. 17/2013 tentang Pelaksanaan UU No. 20/2008 tentang UMKM.
Objek Pengawasan KPPU
KPPU memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kemitraan antara pelaku usaha besar dengan UMKM dan antara pelaku usaha menengah dengan usaha mikro dan kecil.
Setidaknya terdapat sembilan pola kemitraan yang diawasi oleh komisi yakni inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (join venture), penyumberluaran (outsourcing), dan bentuk kemitraan lainnya.
Dalam pelaksanaan berbagai pola-pola tersebut, usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil, dan/atau usaha menengah mitra usahanya; dan usaha menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro dan/atau usaha kecil mitra usahanya. Kedua bentuk larangan inilah yang menjadi objek pengawasan KPPU.
Sementara itu, terkait proses penegakan hukum atas Kemitraan dapat dilakukan KPPU melalui dua pendekatan, yakni melalui laporan dari masyarakat dan inisiatif dari KPPU.
KPPU akan melaksanakan proses klarifikasi atas laporan yang diterima dari masyarakat selama maksimal 14 hari kerja untuk melengkapi laporan dan uji kelengkapan atas laporan. Hasil klarifikasi dapat dilanjutkan pada proses Pemeriksaan Pendahuluan Kemitraan (PPK).
Sementara untuk inisiatif KPPU, kasus dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk hasil pengawasan, kajian, temuan pemeriksaan, hasil koordinasi dengan lembaga, media, dan sebagainya.
Selanjutnya proses PPK dilakukan KPPU melalui dua tahap, yakni tahap petama dilakukan untuk memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan tersebut. Tahapan ini dilaksanakan dalam jangka waktu maksimal 60 hari dan dapat diperpajang.
Dalam tahap ini, KPPU dapat memanggil berbagai pihak seperti terlapor, saksi, dan ahli. Hasil tahap pertama ini nantinya akan memuat dua hal, yakni analisis pembuktian unsur pelanggaran pelaksanaan kemitraan, dan usulan perbaikan kepada terlapor dalam pelaksanaan kemitraan.
Dugaan Pelanggaran
Direktur Kemitraan KPPU Lukman Sungkar mengatakan bahwa jika KPPU menilai terdapat dugaan pelanggaran, maka proses akan dilanjutkan pada PPK tahap kedua yakni komisi akan menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kepada pihak terlapor dalam perkara tersebut.
Pihak terlapor, lanjutnya, diberikan waktu maksimal 14 hari untuk menanggapi laporan dugaan tersebut secara tertulis dan tanggapan ini akan dibahas dan disimpulkan oleh rapat Komisioner KPPU untuk memutuskan tidak ada dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan.
“Dalam hal KPPU menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran, maka KPPU akan menyampaikan peringatan tertulis kepada Terlapor. Untuk itu, terlapor wajib melakukan seluruh perbaikan atas dugaan pelanggaran pelaksanaan Kemitraan yang dilakukan, paling lambat 14 hari setelah diterimanya peringatan tertulis pertama,” jelasnya, belum lama ini.
Lanjutnya, jika pihak terlapor tidak mengindahkan peringatan tertulis pertama, maka KPPU akan menyampaikan peringatan tertulis kedua dan terlapor kembali diberikan waktu paling lama 14 hari. Apabila tidak pula mengindahkan peringatan kedua, KPPU kembali akan menyampaikan peringatan tertulis ketiga yang jika kembali tidak mengindahkan berbagai peringatan tersebut, maka kasus akan dilanjutkan pada proses Pemeriksaan Lanjutan Kemitraan (PLK).
Proses PLK ini dilaksanakan melalui persidangan oleh Majelis Komisi dengan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, pemeriksaan surat maupun dokumen, pemeriksaan terlapor, dan sebagainya. Sidang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang selama 30 hari.
Selanjutnya, Majelis Komisi akan melakukan musyawarah secara tertutup untuk menilai, menganalisis, menyimpulkan, dan memutuskan perkara berdasarkan alat bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran pelaksanaan kemitraan, dan mengumumkannya dalam suatu Putusan Komisi yang dibacakan paling lambat 30 hari setelah berakhirnya proses PLK.
RELATED ARTICLES
UMKM Bisa Minta Perlindungan KPPU, Simak Tahapannya
KPPU mendapat amanah negara untuk melindungi UMKM dalam kemitraan dengan selaku usaha besar.
Context.id, JAKARTA - Usaha mikro, kecil dan menengah dalam menjalankan bisnisnya sering kali melaksanakan kemitraan dengan pelaku usaha besar. Dengan pola kerja sama semacam ini, potensi terjadinya gesekan antara kedua belah pihak sangat mungkin terjadi.
Namun, pelaku UMKM perlu mengetahui bahwa jika terjadi pelanggaran terkait kemitraan, UU No. 20/2008 tentang UMKM memberikan amanah kepada negara untuk menunjukkan keberpihakan terhadap pelaku UMKM dengan menugaskan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
KPPU bertindak sebagai pengawas kemitraan yang akan 'turun tangan menjewer' pelaku usaha besar yang kedapatan melakukan pelanggaran terhadap kemitraan. Komisi ini pun memberlakukan peraturan tentang pengawasan dan penanganan perkara kemitraan. Pemberlakuan aturan ini terkonfirmasi melalui laman KPPU.
Dengan keberadaan peraturan ini, pelaku usaha kemitraan, khususnya sektor usaha kecil dan menengah diharapkan bisa memahami prosedur yang bisa dilalui jika terjadi pelanggaran kemitraan yang dilakukan oleh mitra usaha dari sektor usaha yang lebih besar.
Ketentuan-ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan KPPU No. 4/2019 tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan. Pemberlakuan tata cara tersebut terhitung sejak 17 Oktober 2019, yakni ketika peraturan tersebut diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Berita Negara No. 1212/2019.
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari Undang-undang No. 20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan PP No. 17/2013 tentang Pelaksanaan UU No. 20/2008 tentang UMKM.
Objek Pengawasan KPPU
KPPU memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kemitraan antara pelaku usaha besar dengan UMKM dan antara pelaku usaha menengah dengan usaha mikro dan kecil.
Setidaknya terdapat sembilan pola kemitraan yang diawasi oleh komisi yakni inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (join venture), penyumberluaran (outsourcing), dan bentuk kemitraan lainnya.
Dalam pelaksanaan berbagai pola-pola tersebut, usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil, dan/atau usaha menengah mitra usahanya; dan usaha menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro dan/atau usaha kecil mitra usahanya. Kedua bentuk larangan inilah yang menjadi objek pengawasan KPPU.
Sementara itu, terkait proses penegakan hukum atas Kemitraan dapat dilakukan KPPU melalui dua pendekatan, yakni melalui laporan dari masyarakat dan inisiatif dari KPPU.
KPPU akan melaksanakan proses klarifikasi atas laporan yang diterima dari masyarakat selama maksimal 14 hari kerja untuk melengkapi laporan dan uji kelengkapan atas laporan. Hasil klarifikasi dapat dilanjutkan pada proses Pemeriksaan Pendahuluan Kemitraan (PPK).
Sementara untuk inisiatif KPPU, kasus dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk hasil pengawasan, kajian, temuan pemeriksaan, hasil koordinasi dengan lembaga, media, dan sebagainya.
Selanjutnya proses PPK dilakukan KPPU melalui dua tahap, yakni tahap petama dilakukan untuk memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan tersebut. Tahapan ini dilaksanakan dalam jangka waktu maksimal 60 hari dan dapat diperpajang.
Dalam tahap ini, KPPU dapat memanggil berbagai pihak seperti terlapor, saksi, dan ahli. Hasil tahap pertama ini nantinya akan memuat dua hal, yakni analisis pembuktian unsur pelanggaran pelaksanaan kemitraan, dan usulan perbaikan kepada terlapor dalam pelaksanaan kemitraan.
Dugaan Pelanggaran
Direktur Kemitraan KPPU Lukman Sungkar mengatakan bahwa jika KPPU menilai terdapat dugaan pelanggaran, maka proses akan dilanjutkan pada PPK tahap kedua yakni komisi akan menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kepada pihak terlapor dalam perkara tersebut.
Pihak terlapor, lanjutnya, diberikan waktu maksimal 14 hari untuk menanggapi laporan dugaan tersebut secara tertulis dan tanggapan ini akan dibahas dan disimpulkan oleh rapat Komisioner KPPU untuk memutuskan tidak ada dugaan pelanggaran pelaksanaan kemitraan.
“Dalam hal KPPU menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran, maka KPPU akan menyampaikan peringatan tertulis kepada Terlapor. Untuk itu, terlapor wajib melakukan seluruh perbaikan atas dugaan pelanggaran pelaksanaan Kemitraan yang dilakukan, paling lambat 14 hari setelah diterimanya peringatan tertulis pertama,” jelasnya, belum lama ini.
Lanjutnya, jika pihak terlapor tidak mengindahkan peringatan tertulis pertama, maka KPPU akan menyampaikan peringatan tertulis kedua dan terlapor kembali diberikan waktu paling lama 14 hari. Apabila tidak pula mengindahkan peringatan kedua, KPPU kembali akan menyampaikan peringatan tertulis ketiga yang jika kembali tidak mengindahkan berbagai peringatan tersebut, maka kasus akan dilanjutkan pada proses Pemeriksaan Lanjutan Kemitraan (PLK).
Proses PLK ini dilaksanakan melalui persidangan oleh Majelis Komisi dengan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, pemeriksaan surat maupun dokumen, pemeriksaan terlapor, dan sebagainya. Sidang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang selama 30 hari.
Selanjutnya, Majelis Komisi akan melakukan musyawarah secara tertutup untuk menilai, menganalisis, menyimpulkan, dan memutuskan perkara berdasarkan alat bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran pelaksanaan kemitraan, dan mengumumkannya dalam suatu Putusan Komisi yang dibacakan paling lambat 30 hari setelah berakhirnya proses PLK.
POPULAR
RELATED ARTICLES