Share

Home Stories

Stories 11 Juli 2023

Biaya QRIS Berlaku, DPR dan YLKI Minta Kaji Ulang

Bank Indonesia (BI) per 1 Juli 2023 memberlakukan tarif QRIS sekitar 0,3 persen.

Ilustrasi sistem pembayaran QRIS - Freepik

Context.id, JAKARTA — DPR dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat bicara terkait kebijakan Bank Indonesia (BI) yang membebankan biaya QRIS sekitar 0,3 persen kepada para konsumen.

Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar menilai kebijakan tersebut akan berdampak negatif kepada semua pihak, terutama para konsumen dan pelaku UMKM di Indonesia.

Dia mendesak agar BI mengembalikan aturan QRIS itu seperti semula yaitu tanpa biaya apapun baik bagi pedagang maupun konsumen. 

“Kalau ini tetap diberlakukan saya kira semua akan kena dampak, bukan cuma penyedia jasa, tapi pelaku usaha, UMKM, sampai konsumen juga pasti kena imbas,” tuturnya di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Tidak hanya itu, menurut Cak Imin, biaya QRIS sebesar 0,3 persen tersebut juga diprediksi akan menghambat rencana pemerintah untuk menerapkan cashless atau transaksi nontunai. Padahal, kata Cak Imin, transaksi nontunai yang selama ini dikampanyekan pemerintah itu memiliki efektivitas dan efisiensi yang tinggi dibandingkan transaksi tunai.

“Belum lagi sekarang pelaku UMKM ini kan baru mulai bangkit pascapandemi, janganlah dibebani dulu. Ini ibarat kita mau naik motor biar cepat sampai, tapi ekor motornya diikat ke pohon. Ya, tidak jalan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo juga mendesak Pemerintah memanggil para penyedia layanan QRIS untuk mencari solusi agar tidak ada lagi konsumen yang dibebankan biaya transaksi QRIS.

Dia menyarankan agar pemerintah dan penyedia layanan QRIS membuat regulasi baru yang pro terhadap perlindungan konsumen di Indonesia.

“Ini harus segera dicarikan solusi agar tidak ada konsumen yang menjadi korban,” ujarnya.



Penulis : Sholahuddin Ayyubi

Editor   : Oktaviano Donald

Stories 11 Juli 2023

Biaya QRIS Berlaku, DPR dan YLKI Minta Kaji Ulang

Bank Indonesia (BI) per 1 Juli 2023 memberlakukan tarif QRIS sekitar 0,3 persen.

Ilustrasi sistem pembayaran QRIS - Freepik

Context.id, JAKARTA — DPR dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat bicara terkait kebijakan Bank Indonesia (BI) yang membebankan biaya QRIS sekitar 0,3 persen kepada para konsumen.

Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar menilai kebijakan tersebut akan berdampak negatif kepada semua pihak, terutama para konsumen dan pelaku UMKM di Indonesia.

Dia mendesak agar BI mengembalikan aturan QRIS itu seperti semula yaitu tanpa biaya apapun baik bagi pedagang maupun konsumen. 

“Kalau ini tetap diberlakukan saya kira semua akan kena dampak, bukan cuma penyedia jasa, tapi pelaku usaha, UMKM, sampai konsumen juga pasti kena imbas,” tuturnya di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Tidak hanya itu, menurut Cak Imin, biaya QRIS sebesar 0,3 persen tersebut juga diprediksi akan menghambat rencana pemerintah untuk menerapkan cashless atau transaksi nontunai. Padahal, kata Cak Imin, transaksi nontunai yang selama ini dikampanyekan pemerintah itu memiliki efektivitas dan efisiensi yang tinggi dibandingkan transaksi tunai.

“Belum lagi sekarang pelaku UMKM ini kan baru mulai bangkit pascapandemi, janganlah dibebani dulu. Ini ibarat kita mau naik motor biar cepat sampai, tapi ekor motornya diikat ke pohon. Ya, tidak jalan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo juga mendesak Pemerintah memanggil para penyedia layanan QRIS untuk mencari solusi agar tidak ada lagi konsumen yang dibebankan biaya transaksi QRIS.

Dia menyarankan agar pemerintah dan penyedia layanan QRIS membuat regulasi baru yang pro terhadap perlindungan konsumen di Indonesia.

“Ini harus segera dicarikan solusi agar tidak ada konsumen yang menjadi korban,” ujarnya.



Penulis : Sholahuddin Ayyubi

Editor   : Oktaviano Donald


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025