Stories - 04 July 2023

Awas Bahaya Aspartam

Aspartam bisa jadi pemicu penyakit kanker, ginjal hingga jantung


Ilustrasi seranga jantung/istimewa

Context.id - JAKARTA -- Pemanis sintesis non-karbohidrat aspartam belakangan menjadi buah bibir publik karena ternyata mengandung sejumlah bahan berbahaya untuk tubuh manusia.

 

Aspartam biasanya digunakan oleh produsen makanan dan minuman untuk menggantikan gula.  Aspartam juga memiliki rasa yang lebih manis daripada gula alami atau sukrosa dan biasa digunakan pada makanan maupun minuman serta mengandung bahan asam aspartat dan fenilalanin.

 

Belum lama ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui International Agency for Research on Cancer (IARC) juga menemukan adanya dugaan bahan berbahaya pada aspartam dan bahan tersebut bakal menyebabkan kanker bagi tubuh manusia dan dalam waktu dekat akan diumumkan ke publik. Tidak hanya kanker, beberapa penyakit lain yang bisa muncul adalah penyakit ginjal dan jantung.

 

Asisten profesor di Departemen Nutrisi di T.H. Chan School of Public Health, Harvard, Teresa Fung menjelaskan bahwa saat ini ada sebuah penelitian besar yang telah menemukan hubungan potensial antara pemanis buatan dan peningkatan risiko stroke, serangan jantung, dan masalah kardiovaskular terkait. 

 

Seperti halnya semua penelitian observasional, kata Fung, temuan ini tidak dapat membuktikan sebab dan akibat, karena ada faktor lain yang dapat menjelaskan hubungan tersebut. Misalnya, kata dia, dibandingkan dengan orang yang tidak menggunakan pemanis buatan, orang yang mengonsumsi jumlah tertinggi cenderung memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi, kurang aktif secara fisik, dan mengikuti diet penurunan berat badan.

 

“Orang-orang yang menderita tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi mungkin dianjurkan oleh dokter mereka untuk memperhatikan berat badan mereka, sehingga mereka mungkin beralih ke minuman soda diet," tuturnya, Selasa (4/7/2023).

 

Dia juga menjelaskan bahwa penelitian lainnya mengatakan bahwa individu yang mengonsumsi pemanis buatan dalam jumlah yang lebih tinggi memiliki 9 persen peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dibanding mereka yang tidak mengonsumsinya sama sekali. 

 

“Ini termasuk individu yang lebih muda yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) lebih tinggi, kurang aktif secara fisik, dan lebih cenderung merokok,” katanya.


Penulis : Sholahuddin Ayyubi

Editor   : Puput Ady

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024