Korupsi BTS Rusak Kredibilitas Pemerintah
Kasus korupsi BTS merupakan gejala dari masalah korupsi yang lebih luas di Indonesia.
Context.id,JAKARTA - Perkara dugaan korupsi pembangunan base transceiver station atau BTS di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai merusak kredibilitas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ates Pasaribu, Ketua Umum Gerkaan Indonesia untuk Jokowi (Gijow) mengatakan, kasus korupsi BTS merupakan gejala dari masalah korupsi yang lebih luas di Indonesia. Ini adalah pengingat bahwa ekonomi politik negara masih berjuang untuk mengatasi warisan kolonialisme dan otoritarianisme.
“Kasus tersebut juga berimplikasi pada masa depan Indonesia. Jika pemerintah tidak mampu mengatasi korupsi secara memadai, hal itu akan terus merusak pembangunan ekonomi negara dan kemajuan sosial,” ujarnya, Senin (3/7/2023).
Kasus ini tuturnya, merupakan skandal serius yang merusak reputasi Pemerintah Indonesia dan menjadi pengingat akan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam membangun institusi yang kuat dan memerangi korupsi.
Menurutnya kasus korupsi ini menyentuh dua aspek sekaligus yakni aspek ekonomi dan politik. Dari sisi ekonomi, praktik rasuah itu memiliki dampak langsung pada infrastruktur telekomunikasi.
Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun BTS dan memperluas jangkauan layanan telekomunikasi dapat disalahgunakan. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan industri telekomunikasi, mengganggu kualitas sinyal, dan menunda peningkatan konektivitas di daerah yang membutuhkan.
“Masih terkait aspek ekonomi, kasus ini menimbulkan gangguan pada Iklim investasi karena melibatkan seorang menteri sehingga dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercayaan bagi investor. Ketidakstabilan politik dan persepsi korupsi yang tinggi dapat mengurangi minat investor dalam sektor telekomunikasi. Hal ini berpotensi menghambat pertumbuhan industri, peningkatan teknologi, dan penciptaan lapangan kerja baru yang berhubungan dengan sektor tersebut,” urainya.
Poin lain dari aspek ekonomi menurutnya adalah kerugian negara di mana dana publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat dialihkan ke pihak yang tidak berwenang. Hal ini berdampak langsung pada kerugian keuangan negara dan dapat membatasi kemampuan Pemerintah untuk membiayai proyek dan program penting lainnya, termasuk di sektor infrastruktur dan pelayanan publik.
Adapun aspek politik, dia melihat perkara ini merusak kredibilitas pemerintah karena melibatkan seorang menteri. Kasus ini, tuturnya, dapat memicu keraguan masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum. Hal ini juga dapat berdampak pada dukungan politik terhadap pemerintah, terutama jika persepsi korupsi terhadap pejabat tinggi semakin meningkat.
“Kasus korupsi yang melibatkan seorang menteri dapat memicu ketidakstabilan politik dalam pemerintahan. Partai politik yang terkait dengan menteri yang terlibat dalam kasus ini mungkin menghadapi tekanan untuk mengambil tindakan, seperti pengunduran diri menteri tersebut. Hal ini dapat berdampak pada dinamika politik di pemerintahan dan mempengaruhi stabilitas kebijakan,” ucapnya.
Dia melanjutkan, tindakan korupsi yang melibatkan pejabat publik, termasuk Menteri, dapat dianggap sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi 1998 di Indonesia. Reformasi tersebut adalah perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk mengakhiri pemerintahan otoriter dan korupsi yang meluas.
Karena itu, menurutnya, tindakan jaksa penuntut umum dan lembaga penegak hukum lainnya dalam menangani kasus korupsi tersebut sangat penting. Mereka harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi kepentingan publik, mempertahankan integritas institusi, dan memastikan bahwa pelaku korupsi diadili sesuai dengan hukum.
RELATED ARTICLES
Korupsi BTS Rusak Kredibilitas Pemerintah
Kasus korupsi BTS merupakan gejala dari masalah korupsi yang lebih luas di Indonesia.
Context.id,JAKARTA - Perkara dugaan korupsi pembangunan base transceiver station atau BTS di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai merusak kredibilitas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ates Pasaribu, Ketua Umum Gerkaan Indonesia untuk Jokowi (Gijow) mengatakan, kasus korupsi BTS merupakan gejala dari masalah korupsi yang lebih luas di Indonesia. Ini adalah pengingat bahwa ekonomi politik negara masih berjuang untuk mengatasi warisan kolonialisme dan otoritarianisme.
“Kasus tersebut juga berimplikasi pada masa depan Indonesia. Jika pemerintah tidak mampu mengatasi korupsi secara memadai, hal itu akan terus merusak pembangunan ekonomi negara dan kemajuan sosial,” ujarnya, Senin (3/7/2023).
Kasus ini tuturnya, merupakan skandal serius yang merusak reputasi Pemerintah Indonesia dan menjadi pengingat akan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam membangun institusi yang kuat dan memerangi korupsi.
Menurutnya kasus korupsi ini menyentuh dua aspek sekaligus yakni aspek ekonomi dan politik. Dari sisi ekonomi, praktik rasuah itu memiliki dampak langsung pada infrastruktur telekomunikasi.
Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun BTS dan memperluas jangkauan layanan telekomunikasi dapat disalahgunakan. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan industri telekomunikasi, mengganggu kualitas sinyal, dan menunda peningkatan konektivitas di daerah yang membutuhkan.
“Masih terkait aspek ekonomi, kasus ini menimbulkan gangguan pada Iklim investasi karena melibatkan seorang menteri sehingga dapat menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercayaan bagi investor. Ketidakstabilan politik dan persepsi korupsi yang tinggi dapat mengurangi minat investor dalam sektor telekomunikasi. Hal ini berpotensi menghambat pertumbuhan industri, peningkatan teknologi, dan penciptaan lapangan kerja baru yang berhubungan dengan sektor tersebut,” urainya.
Poin lain dari aspek ekonomi menurutnya adalah kerugian negara di mana dana publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat dialihkan ke pihak yang tidak berwenang. Hal ini berdampak langsung pada kerugian keuangan negara dan dapat membatasi kemampuan Pemerintah untuk membiayai proyek dan program penting lainnya, termasuk di sektor infrastruktur dan pelayanan publik.
Adapun aspek politik, dia melihat perkara ini merusak kredibilitas pemerintah karena melibatkan seorang menteri. Kasus ini, tuturnya, dapat memicu keraguan masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum. Hal ini juga dapat berdampak pada dukungan politik terhadap pemerintah, terutama jika persepsi korupsi terhadap pejabat tinggi semakin meningkat.
“Kasus korupsi yang melibatkan seorang menteri dapat memicu ketidakstabilan politik dalam pemerintahan. Partai politik yang terkait dengan menteri yang terlibat dalam kasus ini mungkin menghadapi tekanan untuk mengambil tindakan, seperti pengunduran diri menteri tersebut. Hal ini dapat berdampak pada dinamika politik di pemerintahan dan mempengaruhi stabilitas kebijakan,” ucapnya.
Dia melanjutkan, tindakan korupsi yang melibatkan pejabat publik, termasuk Menteri, dapat dianggap sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi 1998 di Indonesia. Reformasi tersebut adalah perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk mengakhiri pemerintahan otoriter dan korupsi yang meluas.
Karena itu, menurutnya, tindakan jaksa penuntut umum dan lembaga penegak hukum lainnya dalam menangani kasus korupsi tersebut sangat penting. Mereka harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi kepentingan publik, mempertahankan integritas institusi, dan memastikan bahwa pelaku korupsi diadili sesuai dengan hukum.
POPULAR
RELATED ARTICLES