Stories - 19 June 2023
Greedflation, Bukti Keserakahan Pengusaha?
Banyak perusahaan yang menggunakan momen pandemi dan perang sebagai kedok untuk menaikkan harga barang gila-gilaan.

Context.id, JAKARTA - Akhir-akhir ini, sejumlah negara sedang berjibaku mengatasilonjakan inflasi yang dihadapinya. Namun, kondisi ini juga banyak dimanfaatkan oleh pengusaha yang serakah.
Fenomena pengusaha serakah yang menunggangi inflasi ini disebut sebagai greedflation. Seperti apa sih greedflation dan bagaimana cara kerjanya?
Jadi istilah ini muncul setelah adanya survei Markets Live Pulse (MLIV) yang mengungkapkan ada sekitar 90 persen responden yang setuju bahwa perusahaan melakukan markup harga untuk mengambil keuntungan lebih besar. Inilah yang disebut greedflation.
Perilaku lancung ini banyak dilakukan oleh perusahaan, utamanya di sektor konsumeryang menjadi pemimpin pasar. Fenomena ini semakin banyakterutama pada saat kondisi pandemi dan perang.
Saat itu. masyarakat merasa bahwa kenaikan harga ini merupakan sesuatu yang wajar, karena permintaan memang sedang membludak, padahal kuantitas barang terbatas. Pemakluman ituditambah dengan adanya krisis rantai pasokdan kenaikan upah di sejumlah daerah.
Sayangnya, banyak perusahaan yang menggunakan momen ini sebagai kedok. Mereka justru menambah tinggi harga barang, jauh lebih tinggi dari harga yang seharusnya, hanya untuk mencari keuntungan semata.
Salah satu contohnya harga masker dan hand sanitizer yang pada saat pandemi bisa sangat tinggi.
“Posisi tersebut dapat menciptakan monopoli sementara yang dapat membuat perusahaan aman untuk menaikkan harga, tidak hanya untuk melindungi tetapi juga untuk menaikkan keuntungan,” ujar ekonom dari University of Massachusetts, Amherst Isabella Weber, dikutip dari Bisnis Indonesia.
Dikutip dari Fortune, keserakahan para pengusaha iniseakan ‘didukung’ oleh regulasi pemerintah. Soalnya, pada periode tersebut, untuk tetap menyokong daya beli pasar, pemerintah banyak memberikan kelonggaran pajak serta penurunan suku bunga.
Alhasil, walaupun daya beli masyarakat mulai perlahan pulih, tetapi inflasi tak terkendali. Hal ini terjadidi beberapa negara seperti Inggris, yang saat itu inflasinyamencapai 9,4 persen danAmerika Serikat yang mencatat inflasi 9,1 persen, angka tertinggi sejak 40 tahunlalu.
Kendati demikian, survei dari MLIV saatitu menyatakan bahwa greedflation tidak akan menyebabkan inflasi yang berkepanjangan. Pasalnya, sekitar 90 persen responden memperkirakan bahwa inflasi akan turun kembali ke angka 2 persen dalam waktu dua tahun saja.
Yaa, semoga saja lonjakan inflasi di berbagai negara bisa dikendalikanya!
Penulis : Crysania Suhartanto
Editor : Wahyu Arifin
MORE STORIES

Kejagung Dalami Korupsi Dana Sawit di BPDPKS
Kerugian negara dalam dugaan korupsi di BPDPKS ini karena ada korporasi yang mendapatkan dana pengembangan biodiesel tapi hasilnya tidak sesuai
Noviarizal Fernandez | 21-09-2023

Kementerian BUMN Gandeng Kejagung Awasi Dana Pensiun
Amburadulnya pengelolaan dana pensiun badan usaha milik negara (Dapen BUMN) yang dapat mengakibatkan kerugian besar menjadi perhatian pemerintah
Noviarizal Fernandez | 21-09-2023

Harga Masih Tinggi, Ombudsman: HET Beras Sebaiknya Dihapus
Harga eceran tertinggi (HET) beras dinilai tidak efektif menjaga stabilisasi harga beras yang masih tetap melonjak di pasaran
Noviarizal Fernandez | 19-09-2023

Benarkah Tiap WNI Menanggung Utang Rp28 Juta?
Besarnya utang negara yang dimiliki Indonesia bukan berarti setiap penduduk akan menanggung utang sebesar Rp28 juta.
Noviarizal Fernandez | 19-09-2023
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2023 - Context
Copyright © 2023 - Context