Stories - 29 May 2023

20 Tahun Lagi, Bintang Akan Hilang dari Pandangan

Namun, apa yang terjadi jika bintang yang menyinari ini sudah tidak ada atau sudah tidak dapat terlihat lagi?


Ilustrasi bintang di langit. - Unsplash -

Context.id, JAKARTA - Look at the stars, look how they shine for you. Lirik yang merupakan intro dari lagu Yellow dari Coldplay ini menceritakan tentang bintang yang menyinari seorang sosok yang dikagumi oleh penyanyinya.

Namun, apa yang terjadi jika bintang yang menyinari ini sudah tidak ada atau sudah tidak dapat terlihat lagi? 

Masalahnya, hal ini bukan hanya pengandaian semata. Dikutip dari The Guardian, hanya dalam 20 tahun lagi, kita sudah tidak bisa melihat bintang. Jadi, 20 tahun dari sekarang, para pendengar lagu Yellow sudah tidak dapat membayangkan bagaimana indahnya pancaran sinar bintang di malam hari. 

Bahkan, pada 2016, para astronom melaporkan bahwa rasi Bima Sakti sudah lebih dulu tidak dapat terlihat oleh sepertiga masyarakat dunia. 

Adapun, biang kerok dari hal ini adalah polusi cahaya. Peneliti dari German Center Geosciences, Christopher Kyba menyatakan, polusi cahaya bisa membuat langit malam menjadi cerah dengan kecepatan sekitar 10 persen per tahun. 

Sebagai perandaian, jika seseorang pada hari kelahirannya dapat melihat 250 bintang. Tepat pada ulang tahunnya ke-18, dia hanya bisa melihat 100 bintang. Dengan demikian, hal ini akan membuat kerugian secara budaya dan ilmiah yang cukup hebat. 

“Langit malam adalah bagian dari hidup kita, dan akan sangat kehilangan jika generasi mendatang tidak bisa melihat hal tersebut, ya sama halnya jika mereka tidak akan bisa melihat sarang burung,” ujar ahli astronomi kerajaan, Martin Rees. 

Masalahnya, dampak dari ketiadaan bintang akan jauh lebih luas dari itu.

Penyu dan burung sudah dari zaman dahulu kala bermigrasi dan dipandu oleh cahaya bulan. Otomatis, dengan adanya polusi cahaya yang semakin parah, mereka bisa merasa bingung dan tersesat. 

Selain itu, cahaya yang mayoritas dihasilkan dari cahaya LED membuat cahaya yang menyinari bumi berwarna biru. Alhasil, bumi akan kekurangan cahaya merah atau inframerah. Padahal, cahaya merah inilah yang merangsang tubuh kita untuk memecah gula.

“Ketika cahaya kemerahan menyinari tubuh kita, itu merangsang mekanisme, termasuk yang memecah gula tingkat tinggi dalam darah atau meningkatkan produksi melatonin,” ujar Profesor dari University College London (UCL), Robert Fosbury.

Oleh karena itu, sejumlah negara sedang mengusulkan agar dibuatnya Undang-Undang untuk melindungi langit dari cahaya, seperti penggunaan jam malam serta batasan jenis dan intensitas pencahayaan di tempat-tempat tertentu.


Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Thomas Mola

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024