Share

Home Stories

Stories 27 Mei 2023

Dampak Kekerasan di Rumah yang Menjalar

Kasus KDRT yang menimpa perempuan dan anak terus meningkat di Indonesia. Dampaknya nyata terhadap pola asuh anak yang mengamini kekerasan.

Anak yang kurang mendapatkan perhatian langsung dari orang tua cenderung sering melakukan kekerasan atau perundungan.

Context.id, JAKARTA - Kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan yang dilakukan oleh kader sekaligus anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf dan suami-isteri di Depok memperpanjang jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, tercatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan hingga KDRT sepanjang tahun 2022 kemarin. Sementara itu, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)  juga mencatat sejak Januari 2023-26 Mei 2023, ada 9.599 kasus kekerasan terhadap perempuan dan pria dengan rincian 1.822 korbannya adalah pria dan 8.574 korbannya adalah perempuan.

Dari 9.599 kasus kekerasan tersebut, pelaku kekerasan sendiri 89,7 persen adalah pria dan 10,3 persen adalah wanita pada periode Januari 2023-26 Mei 2023. Data tersebut juga menyebutkan dari segi wilayah, kasus kekerasan yang paling tinggi terjadi di Kepulauan Riau dengan jumlah kasus 1.061 kasus, kedua ada di DKI Jakarta dengan jumlah kasus 692 kasus dan Jawa Barat ada 649 kasus, lalu Bengkulu 503 kasus dan Sulawesi Tenggara dengan jumlah kasus sebanyak 477 kasus.

Kemudian, lokasi kekerasan yang paling banyak terjadi adalah di rumah tangga dengan angka 5.913 dan jumlah korban paling banyak juga ada di rumah tangga dengan angka 6.330. Selanjutnya, jenis kekerasan yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual dengan angka sebanyak 4.261 kasus, kekerasan fisik 3.134 kasus, dan kekerasan psikis sebanyak 3.038 kasus. 

Selain itu, yang juga jadi perhatian serius adalah soal usia korban kekerasan. Merujuk pada di atas, dari sisi usia, korban paling banyak berusia 13-17 tahun sebanyak 3.537 kasus dan usia 6-12 tahun sebanyak 2.213 kasus. Hal ini sangat memprihatinkan karena KDRT pada akhirnya berpengaruh pada pola asuh dalam keluarga. 

Hal itu tercermin dalam beberapa tahun belakangan ini, utamanya saat pandemi, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus meningkat dan ini menimbukan efek domino yang tak kalah serius, yakni spiral kekerasan atau perilaku kekerasan yang menular. 

Contoh paling nyata dan dekat, kekerasan di lembaga pendidikan seperti pesantren terkenal di Jawa Timur yang menewaskan salah satu santrinya, lalu klitih di DIY yang juga menimbulkan korban jiwa, atau belum lama ini kekerasan di luar nalar yang dilakukan anak pejabat pajak beberapa bulan belakangan. Ini memperlihatkan pada akhirnya tindak kekerasan baik itu terhadap anak maupun dilakukan anak menjadi hal yang terus menerus ada.

Kendati di rumah anak pejabat itu tidak pernah mendapat kekerasan, namun perilaku seperti itu muncul dalam sistem keluarga yang kacau, dalam artian terlalu dimanja oleh finansial, bukan oleh kasih sayang humanis. Pada akhirnya, seperti dikatakan Friedmann dalam bukunya Youth and Society, anak ini merasa tidak terlindungi, dan kurang perhatian serta kasih sayang.

Hal ini mendorong kerentanan mental dalam pergaulan, termasuk cara ia berinteraksi sosial. Jika anak yang tidak mendapat kekerasan di dalam rumah saja bisa melakukan kekerasan keji dalam pergaulan sesamanya, apalagi yang sering mendapat perlakuan itu atau menyaksikannya.

Kondisi kerentanan mental ini memicu anak mengalami krisis identitas sehingga tidak dapat membedakan apakah perilaku sosialnya bertentangan dengan nilai dan norma yang ada atau malah masuk ranah kriminal Jadi, meminimalisir bahkan menghilangkan tindak kekerasan di dalam keluarga, baik itu terhadap perempuan maupun anak menjadi salah satu solusi untuk menghilangkan spiral kekerasan di masyarakat.



Penulis : Sholahuddin Ayyubi

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 27 Mei 2023

Dampak Kekerasan di Rumah yang Menjalar

Kasus KDRT yang menimpa perempuan dan anak terus meningkat di Indonesia. Dampaknya nyata terhadap pola asuh anak yang mengamini kekerasan.

Anak yang kurang mendapatkan perhatian langsung dari orang tua cenderung sering melakukan kekerasan atau perundungan.

Context.id, JAKARTA - Kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan yang dilakukan oleh kader sekaligus anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf dan suami-isteri di Depok memperpanjang jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, tercatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan hingga KDRT sepanjang tahun 2022 kemarin. Sementara itu, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)  juga mencatat sejak Januari 2023-26 Mei 2023, ada 9.599 kasus kekerasan terhadap perempuan dan pria dengan rincian 1.822 korbannya adalah pria dan 8.574 korbannya adalah perempuan.

Dari 9.599 kasus kekerasan tersebut, pelaku kekerasan sendiri 89,7 persen adalah pria dan 10,3 persen adalah wanita pada periode Januari 2023-26 Mei 2023. Data tersebut juga menyebutkan dari segi wilayah, kasus kekerasan yang paling tinggi terjadi di Kepulauan Riau dengan jumlah kasus 1.061 kasus, kedua ada di DKI Jakarta dengan jumlah kasus 692 kasus dan Jawa Barat ada 649 kasus, lalu Bengkulu 503 kasus dan Sulawesi Tenggara dengan jumlah kasus sebanyak 477 kasus.

Kemudian, lokasi kekerasan yang paling banyak terjadi adalah di rumah tangga dengan angka 5.913 dan jumlah korban paling banyak juga ada di rumah tangga dengan angka 6.330. Selanjutnya, jenis kekerasan yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual dengan angka sebanyak 4.261 kasus, kekerasan fisik 3.134 kasus, dan kekerasan psikis sebanyak 3.038 kasus. 

Selain itu, yang juga jadi perhatian serius adalah soal usia korban kekerasan. Merujuk pada di atas, dari sisi usia, korban paling banyak berusia 13-17 tahun sebanyak 3.537 kasus dan usia 6-12 tahun sebanyak 2.213 kasus. Hal ini sangat memprihatinkan karena KDRT pada akhirnya berpengaruh pada pola asuh dalam keluarga. 

Hal itu tercermin dalam beberapa tahun belakangan ini, utamanya saat pandemi, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus meningkat dan ini menimbukan efek domino yang tak kalah serius, yakni spiral kekerasan atau perilaku kekerasan yang menular. 

Contoh paling nyata dan dekat, kekerasan di lembaga pendidikan seperti pesantren terkenal di Jawa Timur yang menewaskan salah satu santrinya, lalu klitih di DIY yang juga menimbulkan korban jiwa, atau belum lama ini kekerasan di luar nalar yang dilakukan anak pejabat pajak beberapa bulan belakangan. Ini memperlihatkan pada akhirnya tindak kekerasan baik itu terhadap anak maupun dilakukan anak menjadi hal yang terus menerus ada.

Kendati di rumah anak pejabat itu tidak pernah mendapat kekerasan, namun perilaku seperti itu muncul dalam sistem keluarga yang kacau, dalam artian terlalu dimanja oleh finansial, bukan oleh kasih sayang humanis. Pada akhirnya, seperti dikatakan Friedmann dalam bukunya Youth and Society, anak ini merasa tidak terlindungi, dan kurang perhatian serta kasih sayang.

Hal ini mendorong kerentanan mental dalam pergaulan, termasuk cara ia berinteraksi sosial. Jika anak yang tidak mendapat kekerasan di dalam rumah saja bisa melakukan kekerasan keji dalam pergaulan sesamanya, apalagi yang sering mendapat perlakuan itu atau menyaksikannya.

Kondisi kerentanan mental ini memicu anak mengalami krisis identitas sehingga tidak dapat membedakan apakah perilaku sosialnya bertentangan dengan nilai dan norma yang ada atau malah masuk ranah kriminal Jadi, meminimalisir bahkan menghilangkan tindak kekerasan di dalam keluarga, baik itu terhadap perempuan maupun anak menjadi salah satu solusi untuk menghilangkan spiral kekerasan di masyarakat.



Penulis : Sholahuddin Ayyubi

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Paus dari Chicago, Leo XIV dan Langkah Baru Gereja Katolik

Dikenal cukup moderat tapi tetap memegang teguh doktrin gereja

Context.id . 09 May 2025

Diplomasi Olahraga RI-Inggris: Sumbangsih BritCham untuk Anak Indonesia

Program GKSC diharapkan dapat menjadi langkah awal perubahan positif anak-anak dalam hidup mereka.

Helen Angelia . 08 May 2025

Bobby Kertanegara Dapat Hadiah Spesial dari Pendiri Microsoft

Dari boneka paus untuk kucing presiden, hingga keris untuk sang filantropis. Momen yang memperlihatkan diplomasi tak selalu kaku.

Noviarizal Fernandez . 07 May 2025

Siap-siap, Sampah Antariksa Era Soviet Pulang Kampung ke Bumi

Diluncurkan Uni Soviet pada 1972, sayangnya wahana ini gagal menuju Venus karena roket pengangkutnya gagal total

Noviarizal Fernandez . 06 May 2025