Thrifting Mematikan UMKM, Layak Dimusnahkan?
Pemusnahan baju bekas ilegal senilai Rp610 juta di Minahasa, Sulawesi Utara merupakan upaya Kementerian Perdagangan melarang impor pakaian bekas.
![](https://context.id/images-data/2023/05/15/ae10dcb8-9df9-469e-9cd6-4d78704afe8e.jpeg)
Context.id, JAKARTA - Pemusnahan baju bekas ilegal senilai Rp610 juta di Minahasa, Sulawesi Utara merupakan satu dari sekian upaya Kementerian Perdagangan dalam mempertegas Peraturan Menteri Perdagangan No. 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Saat ini, tingginya pasokan barang impor ilegal ke Indonesia membuat pemerintah resah. Soalnya, menurut Permendag No. 40 Tahun 2022, pakaian bekas dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor karena memiliki risiko kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan.
Memasuki abad ke-20, thrifting menjadi tren yang digemari belahan dunia. Kebanyakan pakaian didatangkan dari luar negeri, yaitu Amerika, Jepang, China, Korea dalam jumlah yang besar.
Thrifting menjadi gairah baru bagi kalangan muda untuk bisa mendapat fesyen branded dengan harga miring. Titel ‘bekas’ pun tidak memungkiri para peminatnya untuk meramaikan tren tersebut.
Saking banyaknya pecinta kegiatan thrifting, pedagang pun ikut menjamur untuk masuk ke dalam peluang usaha. Masalahnya, realita ini dikhawatirkan dapat memengaruhi kondisi industri tekstil dalam negeri.
Kontra terhadap thrifting juga datang dari pelaku UMKM. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, alasan penolakan impor pakaian bekas adalah untuk melindungi produk UMKM terutama di sektor dan produk tekstil.
Teten menilai, impor produk tekstil bekas dan ilegal tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong penjualan produk lokal melalui program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Sedangkan dampak thrifting membuat daya beli masyarakat terhadap produk UMKM lokal jadi turun. Sebab, tawaran harga murah demi mendapat pakaian bermerek tampaknya memiliki daya tarik tersendiri bagi publik.
Penurunan daya beli masyarakat atas produk lokal turut membuat UMKM sulit bertahan sehingga harus mengakhiri usahanya. Akibatnya, angka pengangguran akan meningkat dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Pelaku UMKM, marketplace, pemerintah, dan seluruh masyarakat Indonesia diharapkan terlibat untuk mengonsumsi barang-barang buatan dalam negeri, terlebih produk UMKM.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Thrifting Mematikan UMKM, Layak Dimusnahkan?
Pemusnahan baju bekas ilegal senilai Rp610 juta di Minahasa, Sulawesi Utara merupakan upaya Kementerian Perdagangan melarang impor pakaian bekas.
![](https://context.id/images-data/2023/05/15/ae10dcb8-9df9-469e-9cd6-4d78704afe8e.jpeg)
Context.id, JAKARTA - Pemusnahan baju bekas ilegal senilai Rp610 juta di Minahasa, Sulawesi Utara merupakan satu dari sekian upaya Kementerian Perdagangan dalam mempertegas Peraturan Menteri Perdagangan No. 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Saat ini, tingginya pasokan barang impor ilegal ke Indonesia membuat pemerintah resah. Soalnya, menurut Permendag No. 40 Tahun 2022, pakaian bekas dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor karena memiliki risiko kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan.
Memasuki abad ke-20, thrifting menjadi tren yang digemari belahan dunia. Kebanyakan pakaian didatangkan dari luar negeri, yaitu Amerika, Jepang, China, Korea dalam jumlah yang besar.
Thrifting menjadi gairah baru bagi kalangan muda untuk bisa mendapat fesyen branded dengan harga miring. Titel ‘bekas’ pun tidak memungkiri para peminatnya untuk meramaikan tren tersebut.
Saking banyaknya pecinta kegiatan thrifting, pedagang pun ikut menjamur untuk masuk ke dalam peluang usaha. Masalahnya, realita ini dikhawatirkan dapat memengaruhi kondisi industri tekstil dalam negeri.
Kontra terhadap thrifting juga datang dari pelaku UMKM. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, alasan penolakan impor pakaian bekas adalah untuk melindungi produk UMKM terutama di sektor dan produk tekstil.
Teten menilai, impor produk tekstil bekas dan ilegal tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong penjualan produk lokal melalui program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Sedangkan dampak thrifting membuat daya beli masyarakat terhadap produk UMKM lokal jadi turun. Sebab, tawaran harga murah demi mendapat pakaian bermerek tampaknya memiliki daya tarik tersendiri bagi publik.
Penurunan daya beli masyarakat atas produk lokal turut membuat UMKM sulit bertahan sehingga harus mengakhiri usahanya. Akibatnya, angka pengangguran akan meningkat dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Pelaku UMKM, marketplace, pemerintah, dan seluruh masyarakat Indonesia diharapkan terlibat untuk mengonsumsi barang-barang buatan dalam negeri, terlebih produk UMKM.
POPULAR
RELATED ARTICLES