Share

Home Stories

Stories 26 Januari 2023

Apakah Tolak Ukur Miskin Sudah Tepat?

Padahal jika dilihat lagi, angka pengeluaran yang sedikit dikarenakan pola konsumsi masyarakat setempat yang cenderung sederhana dan suka menabung.

Alun-alun kota Yogyakarta. - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Yogyakarta -

Context.id, JAKARTA - Daerah Istimewa Yogyakarta dinobatkan sebagai salah satu provinsi termiskin di Pulau Jawa oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, Yogyakarta juga menjadi provinsi dengan ketimpangan sosial atau jarak antara si kaya dan miskin terjauh di Indonesia.

Pasalnya, Survei Sosial Ekonomi Nasional pada September 2022 menemukan bahwa jumlah penduduk miskin di DIY berjumlah 463.630 orang atau meningkat 8.900 orang sejak Maret 2022. Tak heran, Statistik Utama BPS DIY, Sentot Bangun Widoyono menyatakan bahwa tingkat kemiskinan di DIY menjadi yang tertinggi di antara provinsi lain di Pulau Jawa dengan persentase 11,49 persen.

“Kenaikan angka kemiskinan ini perlu menjadi perhatian Pemda DIY mengingat target penurunan angka kemiskinan ekstrem dari pemerintah pusat pada 2024,” ujar Sentot, dikutip dari Solopos

Sementara untuk ketimpangan sosial, kenaikan ini diukur dari rasio gini yang sebesar 0,381 pada September 2022.  “Angka ini meningkat 0,020 poin jika dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022 yang besarnya 0,439 dan meningkat 0,023 poin dibandingkan dengan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,436,” ujar BPS Yogyakarta, pada Senin (16/1/2022).

Kendati demikian, Kepala Bappeda DIY, Beny Suharsono menyatakan bahwa angka yang dipublikasikan oleh BPS merupakan angka statistik dalam tiga atau enam bulan terakhir. Alhasil, jika dilihat dari angka tersebut kemiskinan memang meningkat. Namun, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka kemiskinan di DIY justru berkurang. 

Senada, Direktur Bank Indonesia Kantor Perwakilan Yogyakarta, Budiharto Setyawan juga menyampaikan bahwa angka kemiskinan tidak dapat tidak dapat dipukul rata seperti itu. Soalnya, selama ini angka kemiskinan diukur dari besaran pengeluaran masyarakat dalam sehari. 

Padahal jika dilihat lagi, angka pengeluaran yang sedikit dikarenakan pola konsumsi masyarakat setempat yang cenderung sederhana dan memiliki budaya yang kuat dalam menabung. Hal ini tergambar dalam rata-rata rasio kredit rumah tangga di DIY yang masih cenderung rendah. 

“Secara rata-rata rasio kredit dibandingkan dengan simpanan (Loan to Deposit Ratio/ LDR) rumah tangga di DIY dalam 10 tahun terakhir berkisar 66,78 persen yang berarti masih rendah apabila dibandingkan dengan rasio ideal 80-90 persen,” ujar Budiharto melalui rilisnya, dikutip dari Harian Jogja

Lalu, perihal kesenjangan pendapatan hal ini juga dianggap tidak relevan. Pasalnya, Budi menyatakan bahwa angka statistik ini berasal dari pengeluaran penduduk lokal yang dibandingkan dengan penduduk pendatang. Padahal, mayoritas penduduk pendatang memang melakukan pengeluaran yang lebih besar dan signifikan, karena mereka sudah terbiasa untuk membeli produk makanan jadi, sewa rumah, dan gaya hidup. 

“Kesenjangan pengeluaran ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan di DIY menjadi tinggi,” ujar Budiharto. 

Selain itu, angka-angka statistik lain di DIY seperti angka usia harapan hidup, angka kebahagiaan, angka harapan rata-rata lama sekolah, indeks kesejahteraan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) justru meningkat dalam beberapa tahun terakhir. 

Kepala Bappeda DIY, Beny Suharsono mencontohkan, Kabupaten Kulonprogo sebenarnya memiliki angka kemiskinan mendekati 18 persen. Namun, usia harapan hidup warga setempat mencapai 75 tahun, yang mana merupakan angka yang paling tinggi di DIY dan Indonesia. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Context.id

Stories 26 Januari 2023

Apakah Tolak Ukur Miskin Sudah Tepat?

Padahal jika dilihat lagi, angka pengeluaran yang sedikit dikarenakan pola konsumsi masyarakat setempat yang cenderung sederhana dan suka menabung.

Alun-alun kota Yogyakarta. - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Yogyakarta -

Context.id, JAKARTA - Daerah Istimewa Yogyakarta dinobatkan sebagai salah satu provinsi termiskin di Pulau Jawa oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, Yogyakarta juga menjadi provinsi dengan ketimpangan sosial atau jarak antara si kaya dan miskin terjauh di Indonesia.

Pasalnya, Survei Sosial Ekonomi Nasional pada September 2022 menemukan bahwa jumlah penduduk miskin di DIY berjumlah 463.630 orang atau meningkat 8.900 orang sejak Maret 2022. Tak heran, Statistik Utama BPS DIY, Sentot Bangun Widoyono menyatakan bahwa tingkat kemiskinan di DIY menjadi yang tertinggi di antara provinsi lain di Pulau Jawa dengan persentase 11,49 persen.

“Kenaikan angka kemiskinan ini perlu menjadi perhatian Pemda DIY mengingat target penurunan angka kemiskinan ekstrem dari pemerintah pusat pada 2024,” ujar Sentot, dikutip dari Solopos

Sementara untuk ketimpangan sosial, kenaikan ini diukur dari rasio gini yang sebesar 0,381 pada September 2022.  “Angka ini meningkat 0,020 poin jika dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022 yang besarnya 0,439 dan meningkat 0,023 poin dibandingkan dengan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,436,” ujar BPS Yogyakarta, pada Senin (16/1/2022).

Kendati demikian, Kepala Bappeda DIY, Beny Suharsono menyatakan bahwa angka yang dipublikasikan oleh BPS merupakan angka statistik dalam tiga atau enam bulan terakhir. Alhasil, jika dilihat dari angka tersebut kemiskinan memang meningkat. Namun, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka kemiskinan di DIY justru berkurang. 

Senada, Direktur Bank Indonesia Kantor Perwakilan Yogyakarta, Budiharto Setyawan juga menyampaikan bahwa angka kemiskinan tidak dapat tidak dapat dipukul rata seperti itu. Soalnya, selama ini angka kemiskinan diukur dari besaran pengeluaran masyarakat dalam sehari. 

Padahal jika dilihat lagi, angka pengeluaran yang sedikit dikarenakan pola konsumsi masyarakat setempat yang cenderung sederhana dan memiliki budaya yang kuat dalam menabung. Hal ini tergambar dalam rata-rata rasio kredit rumah tangga di DIY yang masih cenderung rendah. 

“Secara rata-rata rasio kredit dibandingkan dengan simpanan (Loan to Deposit Ratio/ LDR) rumah tangga di DIY dalam 10 tahun terakhir berkisar 66,78 persen yang berarti masih rendah apabila dibandingkan dengan rasio ideal 80-90 persen,” ujar Budiharto melalui rilisnya, dikutip dari Harian Jogja

Lalu, perihal kesenjangan pendapatan hal ini juga dianggap tidak relevan. Pasalnya, Budi menyatakan bahwa angka statistik ini berasal dari pengeluaran penduduk lokal yang dibandingkan dengan penduduk pendatang. Padahal, mayoritas penduduk pendatang memang melakukan pengeluaran yang lebih besar dan signifikan, karena mereka sudah terbiasa untuk membeli produk makanan jadi, sewa rumah, dan gaya hidup. 

“Kesenjangan pengeluaran ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan di DIY menjadi tinggi,” ujar Budiharto. 

Selain itu, angka-angka statistik lain di DIY seperti angka usia harapan hidup, angka kebahagiaan, angka harapan rata-rata lama sekolah, indeks kesejahteraan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) justru meningkat dalam beberapa tahun terakhir. 

Kepala Bappeda DIY, Beny Suharsono mencontohkan, Kabupaten Kulonprogo sebenarnya memiliki angka kemiskinan mendekati 18 persen. Namun, usia harapan hidup warga setempat mencapai 75 tahun, yang mana merupakan angka yang paling tinggi di DIY dan Indonesia. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Context.id


RELATED ARTICLES

Negosiasi RI-AS Mandek Tapi Vietnam Berhasil, Kok Bisa?

Menilai paket negosiasi yang ditawarkan Vietnam kepada AS secara signifikan mengurangi defisit neraca perdagangan AS

Renita Sukma . 11 July 2025

Ditekan Tarif Trump, Indonesia Bisa Perluas Pasar Tekstil ke Eropa

Di tengah tekanan tarif Trump 32%, Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pasar ke Uni Eropa

Renita Sukma . 11 July 2025

Tarif Jadi Senjata Trump Jegal China di Panggung Global

Kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk menghambat China dalam rantai pasok global

Renita Sukma . 11 July 2025

Ancaman Tarif Trump untuk 14 Negara, Indonesia Kena!

Negara-negara ini akan menghadapi tarif baru jika gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum batas waktu yang ditentukan

Noviarizal Fernandez . 10 July 2025