Mengingat 18 Tahun Tsunami Aceh
Tepat 18 tahun yang lalu, Aceh dilanda duka terbesarnya.
Context.id, JAKARTA - Tepat 18 tahun yang lalu, Aceh dilanda duka terbesarnya. Bagaimana dalam waktu 30 menit saja, gempa bumi dan tsunami dahsyat meluluhlantakkan Serambi Mekah dan menewaskan hampir seperlima atau sekitar 173 ribu penduduk setempat.
Saat itu, jarum jam menunjukkan pukul 07.59 WIB. Tiba-tiba, di laut sebelah barat daya pulau Sumatera, terjadi tabrakan antara dua lempeng tektonik raksasa dunia, Lempeng Samudra Hindia dengan Benua Eurasia.
Alhasil, terjadilah gempa besar berkekuatan 9,2 skala Magnitudo Momen (MW) dan mengakibatkan terjadinya gelombang setinggi 20-30 meter dengan kecepatan 800 kilometer per jam. Dalam hanya 8 menit, gelombang itu pun mendarat di pantai barat daya Aceh.
Hal itu mengakibatkan sekitar 289 ribu pelajar kehilangan kesempatan untuk bersekolah, 500 orang kehilangan tempat tinggal, 750 orang kehilangan pekerjaan, dan 93.285 orang yang hilang ditelan arus. Selain itu, sekitar 654 desa rusak dan membuat sekitar 63.977 keluarga harus mengungsi.
Sangking parahnya, bencana ini juga berdampak pada sejumlah negara sekitar, seperti Malaysia, Thailand, Burma, Sri Lanka, Bangladesh, India, hingga Tanzania. Oleh karena itu, pada satu hari setelahnya, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pun menyatakan bahwa tsunami Aceh merupakan bencana kemanusiaan terbesar yang pernah ada.
Sebabkan PDB Aceh Turun 70 Persen
Dikutip dari Tempo, gempa dan tsunami ini menyebabkan setidaknya 26 puskesmas, 9 pelabuhan, dan 230 kilometer jalan rusak berat. Di sektor perkebunan, setidaknya 11 ribu hektar tanah rusak dan 2,9 hektar di antaranya rusak permanen.
Lebih lanjut, kerusakan terumbu karang mencapai 90 persen dan sektor perikanan juga menjadi sangat berkurang karena rusaknya ekosistem bakau.
Tak heran jika bencana ini membuat perekonomian Aceh melemah hingga 15 persen dan kerugiannya mencapai lebih dari 97 persen dari produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Aceh.
Patahan Bawah Laut Terbesar dalam Sejarah
Seperti yang diketahui, bahwa gempa ini terjadi akibat patahan lempeng. Adapun menurut The National Science Foundation, patahan yang terjadi akibat tumbukan lempeng ini merupakan salah satu yang terpanjang dalam sejarah.
Selain itu, karena pusat gempanya juga termasuk dangkal, yakni hanya 10 kilometer, efek yang ditimbulkan juga besar. Dikutip dari DW, gempa ini merupakan gempa terbesar kedua dalam 100 tahun terakhir.
Larangan Melaut 26 Desember
Dikutip dari Bisnis, Lembaga Panglima Laot Aceh melarang para nelayan untuk melaut setiap tanggal 26 Desember sebagai peringatan terjadinya gempa dan tsunami besar di provinsi Serambi Mekah itu.
Adapun, bagi masyarakat yang tidak mematuhi larangan tersebut, mereka akan dikenakan sanksi adat, yakni kapal ditahan paling singkat tiga hari dan paling lama tujuh hari. Selain itu, semua hasil tangkapan juga akan disita dan diberikan kepada Lembaga Panglima Laot.
“Bagi nelayan yang tidak mematuhi larangan melaut pada hari Rabu (26/12) maka akan diterapkan sanksi yang telah ditetapkan, sebagaimana juga pantang melaut Hari Jumat, Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek.
RELATED ARTICLES
Mengingat 18 Tahun Tsunami Aceh
Tepat 18 tahun yang lalu, Aceh dilanda duka terbesarnya.
Context.id, JAKARTA - Tepat 18 tahun yang lalu, Aceh dilanda duka terbesarnya. Bagaimana dalam waktu 30 menit saja, gempa bumi dan tsunami dahsyat meluluhlantakkan Serambi Mekah dan menewaskan hampir seperlima atau sekitar 173 ribu penduduk setempat.
Saat itu, jarum jam menunjukkan pukul 07.59 WIB. Tiba-tiba, di laut sebelah barat daya pulau Sumatera, terjadi tabrakan antara dua lempeng tektonik raksasa dunia, Lempeng Samudra Hindia dengan Benua Eurasia.
Alhasil, terjadilah gempa besar berkekuatan 9,2 skala Magnitudo Momen (MW) dan mengakibatkan terjadinya gelombang setinggi 20-30 meter dengan kecepatan 800 kilometer per jam. Dalam hanya 8 menit, gelombang itu pun mendarat di pantai barat daya Aceh.
Hal itu mengakibatkan sekitar 289 ribu pelajar kehilangan kesempatan untuk bersekolah, 500 orang kehilangan tempat tinggal, 750 orang kehilangan pekerjaan, dan 93.285 orang yang hilang ditelan arus. Selain itu, sekitar 654 desa rusak dan membuat sekitar 63.977 keluarga harus mengungsi.
Sangking parahnya, bencana ini juga berdampak pada sejumlah negara sekitar, seperti Malaysia, Thailand, Burma, Sri Lanka, Bangladesh, India, hingga Tanzania. Oleh karena itu, pada satu hari setelahnya, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pun menyatakan bahwa tsunami Aceh merupakan bencana kemanusiaan terbesar yang pernah ada.
Sebabkan PDB Aceh Turun 70 Persen
Dikutip dari Tempo, gempa dan tsunami ini menyebabkan setidaknya 26 puskesmas, 9 pelabuhan, dan 230 kilometer jalan rusak berat. Di sektor perkebunan, setidaknya 11 ribu hektar tanah rusak dan 2,9 hektar di antaranya rusak permanen.
Lebih lanjut, kerusakan terumbu karang mencapai 90 persen dan sektor perikanan juga menjadi sangat berkurang karena rusaknya ekosistem bakau.
Tak heran jika bencana ini membuat perekonomian Aceh melemah hingga 15 persen dan kerugiannya mencapai lebih dari 97 persen dari produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Aceh.
Patahan Bawah Laut Terbesar dalam Sejarah
Seperti yang diketahui, bahwa gempa ini terjadi akibat patahan lempeng. Adapun menurut The National Science Foundation, patahan yang terjadi akibat tumbukan lempeng ini merupakan salah satu yang terpanjang dalam sejarah.
Selain itu, karena pusat gempanya juga termasuk dangkal, yakni hanya 10 kilometer, efek yang ditimbulkan juga besar. Dikutip dari DW, gempa ini merupakan gempa terbesar kedua dalam 100 tahun terakhir.
Larangan Melaut 26 Desember
Dikutip dari Bisnis, Lembaga Panglima Laot Aceh melarang para nelayan untuk melaut setiap tanggal 26 Desember sebagai peringatan terjadinya gempa dan tsunami besar di provinsi Serambi Mekah itu.
Adapun, bagi masyarakat yang tidak mematuhi larangan tersebut, mereka akan dikenakan sanksi adat, yakni kapal ditahan paling singkat tiga hari dan paling lama tujuh hari. Selain itu, semua hasil tangkapan juga akan disita dan diberikan kepada Lembaga Panglima Laot.
“Bagi nelayan yang tidak mematuhi larangan melaut pada hari Rabu (26/12) maka akan diterapkan sanksi yang telah ditetapkan, sebagaimana juga pantang melaut Hari Jumat, Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek.
POPULAR
RELATED ARTICLES