AI Art Merupakan Pencurian Seni Digital?
Dunia maya sedang diramaikan dengan adanya lukisan gambar diri yang dibuat dari aplikasi atau artificial intelligence (AI).
Context.id, JAKARTA - Dunia maya sedang diramaikan dengan adanya lukisan gambar diri yang dibuat dari aplikasi atau artificial intelligence (AI).
Pasalnya, teknologi dari sebuah aplikasi ataupun sosial media bisa membuat gambar yang tidak kalah indahnya dengan karya para seniman. Selain itu, gaya gambar yang dibuat oleh teknologi juga bermacam-macam tergantung pilihan.
Seni yang dihasilkan melalui teknologi atau lebih tepatnya artificial intelligence atau kecerdasan buatan sebenarnya bukan baru pertama kali ada.
Dikutip dari New York Times, sebelumnya sudah ada teknologi yang bernama DALL-E 2, Midjourney, dan Stable Diffusion yang memungkinan orang yang bukan seniman untuk membuat karya yang indah.
Adapun mereka membuat gambar tersebut dengan cara mengumpulkan jutaan gambar dari internet. Kemudian, algoritma yang ada diajarkan untuk mengenal pola dan hubungan dari gambar tersebut dan diminta untuk menghasilkan gambar baru dengan gaya yang sama.
Oleh karena itu, kehadiran aplikasi ini telah membuat banyak seniman gelisah akan masa depannya. Selain itu, tak sedikit pula yang memperdebatkan bawasanya karya buatan teknologi tersebut merupakan seni ataupun bukan.
Lebih lanjut, banyak seniman juga yang merasa bahwa gambar mereka telah ‘dicuri’ oleh aplikasi dan sosial media tersebut.
Salah seorang seniman Australia, Kim Leutwyler menyatakan bahwa ia menyadari bahwa lukisan yang dibuat oleh sebuah aplikasi “Lensa” sangat mirip dengan gaya gambar miliknya. Tidak hanya itu, tanda tangan dari seniman yang ada di setiap gambar, juga tercetak dalam gambar buatan aplikasi tersebut.
Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa hal tersebut adalah plagiarisme dan pencurian secara langsung.
Permusuhan Seniman ke Teknologi Bukan Hal Baru
Kontroversi atas teknologi perihal seni bukanlah suatu hal yang baru. Pada abad ke-19, banyak pelukis yang mengritisi adanya penemuan kamera dan dianggap sebagai penurunan nilai seni manusia.
Pasalnya, pada zaman dahulu, untuk menggambar potret tubuh, biasanya orang-orang akan meminta seniman untuk menggambar mereka.
Lalu, kontroversi pada teknologi berbasis seni juga kembali muncul satu abad setelahnya. Pada tahun 1990an, ditemukanlah alat penyuntingan gambar digital dan program desain berbasis komputer, yang membuat para seniman juga semakin terancam.
RELATED ARTICLES
AI Art Merupakan Pencurian Seni Digital?
Dunia maya sedang diramaikan dengan adanya lukisan gambar diri yang dibuat dari aplikasi atau artificial intelligence (AI).
Context.id, JAKARTA - Dunia maya sedang diramaikan dengan adanya lukisan gambar diri yang dibuat dari aplikasi atau artificial intelligence (AI).
Pasalnya, teknologi dari sebuah aplikasi ataupun sosial media bisa membuat gambar yang tidak kalah indahnya dengan karya para seniman. Selain itu, gaya gambar yang dibuat oleh teknologi juga bermacam-macam tergantung pilihan.
Seni yang dihasilkan melalui teknologi atau lebih tepatnya artificial intelligence atau kecerdasan buatan sebenarnya bukan baru pertama kali ada.
Dikutip dari New York Times, sebelumnya sudah ada teknologi yang bernama DALL-E 2, Midjourney, dan Stable Diffusion yang memungkinan orang yang bukan seniman untuk membuat karya yang indah.
Adapun mereka membuat gambar tersebut dengan cara mengumpulkan jutaan gambar dari internet. Kemudian, algoritma yang ada diajarkan untuk mengenal pola dan hubungan dari gambar tersebut dan diminta untuk menghasilkan gambar baru dengan gaya yang sama.
Oleh karena itu, kehadiran aplikasi ini telah membuat banyak seniman gelisah akan masa depannya. Selain itu, tak sedikit pula yang memperdebatkan bawasanya karya buatan teknologi tersebut merupakan seni ataupun bukan.
Lebih lanjut, banyak seniman juga yang merasa bahwa gambar mereka telah ‘dicuri’ oleh aplikasi dan sosial media tersebut.
Salah seorang seniman Australia, Kim Leutwyler menyatakan bahwa ia menyadari bahwa lukisan yang dibuat oleh sebuah aplikasi “Lensa” sangat mirip dengan gaya gambar miliknya. Tidak hanya itu, tanda tangan dari seniman yang ada di setiap gambar, juga tercetak dalam gambar buatan aplikasi tersebut.
Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa hal tersebut adalah plagiarisme dan pencurian secara langsung.
Permusuhan Seniman ke Teknologi Bukan Hal Baru
Kontroversi atas teknologi perihal seni bukanlah suatu hal yang baru. Pada abad ke-19, banyak pelukis yang mengritisi adanya penemuan kamera dan dianggap sebagai penurunan nilai seni manusia.
Pasalnya, pada zaman dahulu, untuk menggambar potret tubuh, biasanya orang-orang akan meminta seniman untuk menggambar mereka.
Lalu, kontroversi pada teknologi berbasis seni juga kembali muncul satu abad setelahnya. Pada tahun 1990an, ditemukanlah alat penyuntingan gambar digital dan program desain berbasis komputer, yang membuat para seniman juga semakin terancam.
POPULAR
RELATED ARTICLES