Stories - 09 December 2022

Fakta tentang Bom Bunuh Diri Bandung dan Radikalisme

Indonesia sedang dihebohkan dengan adanya bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (7/12/2022).


Anggota Brimob yang berjaga di kawasan Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). - Antara -

Context.id, JAKARTA - Indonesia sedang dihebohkan dengan adanya bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (7/12/2022). Kejadian ini telah menewaskan seorang polisi meninggal dunia dan 10 orang mengalami luka-luka.

“Ada 11 orang yang menjadi korban, terdiri 10 anggota Polri dan satu warga sipil. Satu orang anggota Polri meninggal dunia atas nama Aiptu Sofyan,” ujar Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal Suntana. 

Diketahui, bom bunuh diri terjadi sekitar pukul 08.30 saat anggota Polsek Astanaanyar sedang melangsungkan apel pagi. Kemudian, tiba-tiba pelaku yang sudah diketahui bernama Agus Sujatno memaksa untuk mendekati para anggota polisi tersebut. 

“Dan dia mendekat, pelaku tetap berkehendak mendekati anggota, lalu mengacungkan sebuah pisau, tiba-tiba terjadi ledakan,” ujar Suntana dikutip dari Tempo

Berdasarkan pelacakan polisi, pelaku bom bunuh diri ini merupakan mantan narapidana teroris yang sempat ditahan di Nusa Kambangan. Selain itu, pelaku juga disebut terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung atau JAD Jawa Barat. Adapun aliansi tersebut merupakan organisasi terorisme yang berkiblat pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). 

Pada kesempatan tersebut, polisi belum menyatakan motif dari pelaku. Namun diketahui bahwa di lokasi kejadian ditemukan belasan kertas yang bertuliskan protes penolakan terhadap rancangan KUHP. 

“Ditemukan belasan kertas bertuliskan protes penolakan terhadap rancangan KUHP yang baru saja disahkan, di mana di dalamnya membahas terkait masalah zina dan lain sebagainya,” ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dikutip dari Tempo


 

Kenapa yang Diincar Polisi?

Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli, pelaku mengincar markas polisi sebagai target teror. Pasalnya, polisi dianggap sebagai kelompok yang paling sering menggagalkan aksi terorisme dari pelaku. 

Namun, saat ini polisi masih terus memetakan pergerakan kelompok teror JAD ini, agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihindari. 

“Ini kan yang disasar kantor polisi. Nah, tempat lain yang membahayakan kehidupan masyarakat harus menghadapi kelompo-kelompok yang memiliki ideologis seperti ini,” ujar Boy dikutip dari Tempo.


 

Radikalisme di Indonesia Masih Tinggi

Berdasarkan kajian yang dilakukan Wahid Institute, setidaknya ada 600.000 warga negara Indoneia yang pernah melakukan tindakan radikal atau sekitar 0,4 persen dari keseluruhan populasi (150 juta jiwa).

Lebih lanjut, tingkat kerawanan paparan radikalisme di masyarakat sebesar 7,1 persen atau sekitar 11,4 juta jiwa memiliki kesempatan untuk melakukan gerakan radikal jika diberikan kesempatan.


Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Context.id

MORE  STORIES

Profi Tiga Hakim Dissenting Opinion Putusan MK Soal Pilpres 2024

Tiga hakim ajukan pendapat berbeda dengan lima hakim lainnya terkait putusan MK yang menolak permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Context.id | 23-04-2024

Makna Simbolis dari Penetapan Hari Buku Sedunia

Raja Alfonso XIII dari Spanyol punya peran besar dalam menetapkan tanggal peringatan hari buku sedunia

Context.id | 23-04-2024

Pertama dalam Sejarah, Dissenting Opinion dalam Sidang Sengketa Pilpres

Tiga orang hakim MK menyampaikan dissenting opinion dari mayoritas hakim lainnya terkait putusan MK soal sengketa pilpres.

Context.id | 23-04-2024

Anak Muda Jepang Ogah Beli Mobil, Kenapa?

Tren penurunan pembelian mobil oleh anak muda disebut Wakamono no Kuruma Banare atau pemisahan generasi muda dari mobil.

Context.id | 23-04-2024