Share

Home Stories

Stories 01 Desember 2022

Kenapa Tikus Sering Jadi Bahan Percobaan Medis?

Ternyata binatang yang paling banyak dijadikan sebagai bahan percobaan adalah tikus.

Ilustrasi tikus yang dijadikan eksperimen oleh ilmuwan. - Freepik -

Context.id, JAKARTA - Kita pasti sering mendengar kata “kelinci percobaan” sebagai salah satu kata ganti untuk orang atau hal-hal yang dijadikan sebagai bahan eksperimen. Namun faktanya, ternyata binatang yang paling banyak dijadikan sebagai bahan percobaan bukanlah kelinci, melainkan tikus. 

Penemuan obat baru, suplemen makanan, hingga kosmetik, sebenarnya tidak terlepas dari jasa para tikus, karena 95 persen dari hewan-hewan yang dites di laboratorium adalah mencit dan tikus. 

Dikutip dari Live Science, para ilmuwan dan peneliti menggunakan tikus karena sejumlah alasan. Yang pertama adalah karena bentukan tikus yang kecil, sehingga mudah ditempatkan dan dipelihara. Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah beradaptasi di lingkungan yang baru, dapat bereproduksi dengan cepat, relatif berharga murah, dan mudah untuk dibeli oleh para ilmuwan.

Selain itu, karakteristik genetik, biologis, dan perilaku dari tikus juga sangat mirip dengan manusia. “Tikus dan mencit adalah mamalia yang berbagai banyak prosesnya mirip dengan manusia dan cocok digunakan untuk menjawab banyak pertanyaan penelitian,” ujar perwakilan dari Kantor Kesejahteraan Hewan Laboratorium Institut Kesehatan Nasional (NIH), Jenny Haliski. 

Adapun sebenarnya sudah ada beberapa penyakit yang sudah menggunakan tikus sebagai salah model untuk uji coba, yakni hipertensi, diabetes, katarak, obesitas, kejang, masalah pernafasan, alzheimer, kanker, dan penyakit lainnya. 


 

Eksperimen Pada Hewan, Menyakiti Mereka

Mengutip dari Human Society, dalam sejumlah eksperimen, tikus pernah diketahui dicekoki secara paksa dengan bahan kimia untuk melihat apakah bahan tersebut dapat menyebabkan kanker pada manusia. Selain itu, pada penelitian yang berbeda, tikus juga pernah ditempatkan di tabung kecil dan dipaksa untuk menghirup asap rokok selama berjam-jam untuk dapat mempelajari bagaimana respon tubuh manusia terhadap asap rokok. 

Sayangnya, binatang yang menjadi alat eksperimen manusia tidak hanya tikus, melainkan juga anjing, monyet, kucing, musang, kelinci, hingga babi. 



 

Pengujian Obat dan Kosmetik pada Hewan Sudah Dilarang

Sejumlah negara sebenarnya sudah melarang adanya penggunaan dan kekerasan pada hewan dalam penelitian biomedis. Salah satunya adalah Departemen Pertanian Amerika Serikat dengan adanya Undang-undang Kesejahteraan Hewan, yang mengatur agar semua hewan tanpa terkecuali diperlakukan secara bertanggung jawab dan manusiawi. 

Selain itu, sebenarnya Amerika juga telah membuat Komite Institusional Perawatan dan Penggunaan Hewan yang bertugas untuk mengawasi para pekerja yang bekerja dengan menggunakan hewan. 

Lalu, Uni Eropa, Israel, Brazil, India, Selandia Baru, dan banyak negara lainnya juga melakukan hal yang serupa. Mereka melarang adanya penggunaan hewan untuk pengetesan dari bahan kosmetik dan obat-obatan tertentu. Selain itu, sejumlah perusahaan dan industri juga sudah mulai meninggalkan pengetesan untuk hewan dan menggantinya dengan mengetes pada sel hewan, organisme yang hidup, hingga replikasi genetik.

Namun tetap saja, masih ada sejumlah perusahaan yang masih menggunakan hewan untuk bahan ujicoba. Pasalnya, sampai saat ini masih belum ada cara yang sepenuhnya menggantikan pengujian hewan, karena teknologi untuk menduplikasi keseluruhan sistem kehidupan masih belum ada. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 01 Desember 2022

Kenapa Tikus Sering Jadi Bahan Percobaan Medis?

Ternyata binatang yang paling banyak dijadikan sebagai bahan percobaan adalah tikus.

Ilustrasi tikus yang dijadikan eksperimen oleh ilmuwan. - Freepik -

Context.id, JAKARTA - Kita pasti sering mendengar kata “kelinci percobaan” sebagai salah satu kata ganti untuk orang atau hal-hal yang dijadikan sebagai bahan eksperimen. Namun faktanya, ternyata binatang yang paling banyak dijadikan sebagai bahan percobaan bukanlah kelinci, melainkan tikus. 

Penemuan obat baru, suplemen makanan, hingga kosmetik, sebenarnya tidak terlepas dari jasa para tikus, karena 95 persen dari hewan-hewan yang dites di laboratorium adalah mencit dan tikus. 

Dikutip dari Live Science, para ilmuwan dan peneliti menggunakan tikus karena sejumlah alasan. Yang pertama adalah karena bentukan tikus yang kecil, sehingga mudah ditempatkan dan dipelihara. Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah beradaptasi di lingkungan yang baru, dapat bereproduksi dengan cepat, relatif berharga murah, dan mudah untuk dibeli oleh para ilmuwan.

Selain itu, karakteristik genetik, biologis, dan perilaku dari tikus juga sangat mirip dengan manusia. “Tikus dan mencit adalah mamalia yang berbagai banyak prosesnya mirip dengan manusia dan cocok digunakan untuk menjawab banyak pertanyaan penelitian,” ujar perwakilan dari Kantor Kesejahteraan Hewan Laboratorium Institut Kesehatan Nasional (NIH), Jenny Haliski. 

Adapun sebenarnya sudah ada beberapa penyakit yang sudah menggunakan tikus sebagai salah model untuk uji coba, yakni hipertensi, diabetes, katarak, obesitas, kejang, masalah pernafasan, alzheimer, kanker, dan penyakit lainnya. 


 

Eksperimen Pada Hewan, Menyakiti Mereka

Mengutip dari Human Society, dalam sejumlah eksperimen, tikus pernah diketahui dicekoki secara paksa dengan bahan kimia untuk melihat apakah bahan tersebut dapat menyebabkan kanker pada manusia. Selain itu, pada penelitian yang berbeda, tikus juga pernah ditempatkan di tabung kecil dan dipaksa untuk menghirup asap rokok selama berjam-jam untuk dapat mempelajari bagaimana respon tubuh manusia terhadap asap rokok. 

Sayangnya, binatang yang menjadi alat eksperimen manusia tidak hanya tikus, melainkan juga anjing, monyet, kucing, musang, kelinci, hingga babi. 



 

Pengujian Obat dan Kosmetik pada Hewan Sudah Dilarang

Sejumlah negara sebenarnya sudah melarang adanya penggunaan dan kekerasan pada hewan dalam penelitian biomedis. Salah satunya adalah Departemen Pertanian Amerika Serikat dengan adanya Undang-undang Kesejahteraan Hewan, yang mengatur agar semua hewan tanpa terkecuali diperlakukan secara bertanggung jawab dan manusiawi. 

Selain itu, sebenarnya Amerika juga telah membuat Komite Institusional Perawatan dan Penggunaan Hewan yang bertugas untuk mengawasi para pekerja yang bekerja dengan menggunakan hewan. 

Lalu, Uni Eropa, Israel, Brazil, India, Selandia Baru, dan banyak negara lainnya juga melakukan hal yang serupa. Mereka melarang adanya penggunaan hewan untuk pengetesan dari bahan kosmetik dan obat-obatan tertentu. Selain itu, sejumlah perusahaan dan industri juga sudah mulai meninggalkan pengetesan untuk hewan dan menggantinya dengan mengetes pada sel hewan, organisme yang hidup, hingga replikasi genetik.

Namun tetap saja, masih ada sejumlah perusahaan yang masih menggunakan hewan untuk bahan ujicoba. Pasalnya, sampai saat ini masih belum ada cara yang sepenuhnya menggantikan pengujian hewan, karena teknologi untuk menduplikasi keseluruhan sistem kehidupan masih belum ada. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Negara Bahagia yang Bertaruh pada Bitcoin

Bhutan menemukan jalan baru keluar dari krisis ekonomi: menambang mata uang kripto paling boros energi di dunia.

Noviarizal Fernandez . 28 April 2025

Whistleblower Bongkar Dugaan Meta Khianati AS Demi Bisnis di China

Meta, induk Facebook pernah diam-diam bekerja sama dengan Partai Komunis China untuk bisnis pengembangan AI militer senilai US$18 miliar

Context.id . 23 April 2025

Ketika Visa Menjadi Senjata Politik, Trump Deportasi Mahasiswa Asing

Ribuan mahasiswa asing yang sedang belajar di kampus-kampus bergengsi di AS tiba-tiba dicabut visanya oleh Presiden Trump. Apa penyebabnya?

Noviarizal Fernandez . 22 April 2025

Bukan Bandung, Ini Lokasi Dokter Terjahat di Dunia

Dokter di Bandung terjerat kasus rudapaksa, dunia medis pernah diguncang kasus lebih mengerikan, tepatnya di jantung Eropa

Noviarizal Fernandez . 21 April 2025