Mahathir Mohamad Kalah Pemilu, Pertama dalam 53 Tahun
Setelah 53 tahun aktif berpolitik, Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad untuk pertama kalinya kehilangan kursi karena kalah dalam pemilihan elektoral.
Context.id, JAKARTA - Setelah 53 tahun aktif berpolitik, Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad untuk pertama kalinya kehilangan kursi karena kalah dalam pemilihan elektoral, Sabtu (21/11/2022).
Kekalahan tersebut tampaknya akan mengakhiri karir politik sang eks perdana menteri yang sebelumnya pernah menjabat selama lebih dari 20 tahun.
Berdasarkan data dari KPU Malaysia, Mahathir hanya mendapatkan 4.566 suara dari 25/463 suara. Angka itupun tidak lebih dari seperdelapan dari total suara yang diperlukan.
Dengan demikian, Mahathir harus puas dengan namanya yang berada di posisi keempat dan ia juga kehilangan depositnya. Lebih lanjut, akibat perolehan suara yang sedikit, partainya juga tidak mendapatkan satupun kursi dalam parlemen.
Saat ini, kursi parlemen telah berhasil dimenangkan oleh kandidat dari Perserikatan Nasional, Mohd Suhaimi Abdullah dengan 13.518 suara. “Ini kejutan besar bahwa dia (Mahathir) tidak hanya kalah, tetapi dia juga kalah dengan cara yang spektakuler,” ujar Florence Looi dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (19/11/2022).
Dikutip dari The Hindu, Mahathir sedang memimpin koalisi yang berjanji untuk menjatuhkan kepemimpinan Barisan Nasional, yang memang sejumlah tokohnya tersandung kasus korupsi.
Namun sayangnya, Mahathir bukanlah satu-satunya aliansi yang melawan Barisan Nasional. Pasalnya, ada pula dua koalisi besar lainnya yakni kelompok yang dipimpin oleh Muhyiddin dan Anwar Ibrahim atau saingan lama Mahathir.
Salah Satu Politisi Paling Bertahan Lama di Asia
Dikutip dari Al Jazeera, Mahathir Mohamad merupakan perdana menteri Malaysia yang telah menjabat selama 22 tahun dari 1981 hingga saat ia mengundurkan diri di 2003. Namun sebenarnya karir politiknya sudah dimulai sejak ia mahasiswa.
Dikutip dari Anadolu Agency (AA), ia menjadi wajah terkemuka di Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) atau partai politik terbesar di Malaysia. Kemudian pada 1964, ia memenangkan pemilihan pertamanya saat mewakili Kota Setar Selatan sebagai DPRD setempat.
Lalu beberapa tahun setelahnya, terjadi ketegangan rasial antara Tionghoa dan Melayu. Di sanalah nama Mahathir semakin terkenal dengan tuduhannya kepada Tunku Abdul Rahman “mendukung kepentingan China”.
Ia juga kerap menulis buku yang kontroversial yang menyoroti dominasi Tionghoa dan nasib buruk orang Melayu. Sebenarnya buku tersebut pernah dilarang oleh pemerintah, tetapi ternyata diketahui bahwa buku tersebut yang membuat jatuhnya pemerintahan Rahman.
Pada 1973, ia kembali ke parlemen federal dan setelah itu karir politiknya terus melonjak. Pada 1974, ia menjadi menteri pendidikan kabinet, kemudian dua tahun setelahnya ia terpilih menjadi wakil perdana menteri.
Lalu pada 1981, ia terpilih menjadi ketua partai tempatnya bernaung, Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) dan terpilih menjadi perdana menteri Malaysia. Setelah itupun, ia memenangkan lima pemilihan berturut-turut sampai ia memutuskan untuk mengundurkan diri pada 2003.
Namun, pada 2015 ia kembali lagi ke dunia politik dengan membentuk Partai Adat Bersatu Malaysia (MUIP) yang ia gabungkan dengan Pakatan Harapan.
Diketahui, Mahathir dihormati karena membawa kemakmuran dan pembangunan ke Malaysia dengan kebijakannya bebas pajak di 1987. Pasalnya, hal itu telah menarik banyak investor pariwisata, mulai dari bandara internasional, layanan feri, serta hotel mewah.
Ia pun membawa Malaysia menjadi salah satu ekonomi utama Asia, dengan membuat pendapatan per kapita Malaysia juga mengalami kenaikan. Diketahui, Malaysia mengalami ekspansi ekonomi sebesar 8 persen pada 1988-1996 atau masa kepemimpinan Mahathir. Selain itu, Menara Kembar Petronas serta jalan tol Utara-Selatan juga dibangun pada masa kejayaannya.
RELATED ARTICLES
Mahathir Mohamad Kalah Pemilu, Pertama dalam 53 Tahun
Setelah 53 tahun aktif berpolitik, Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad untuk pertama kalinya kehilangan kursi karena kalah dalam pemilihan elektoral.
Context.id, JAKARTA - Setelah 53 tahun aktif berpolitik, Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad untuk pertama kalinya kehilangan kursi karena kalah dalam pemilihan elektoral, Sabtu (21/11/2022).
Kekalahan tersebut tampaknya akan mengakhiri karir politik sang eks perdana menteri yang sebelumnya pernah menjabat selama lebih dari 20 tahun.
Berdasarkan data dari KPU Malaysia, Mahathir hanya mendapatkan 4.566 suara dari 25/463 suara. Angka itupun tidak lebih dari seperdelapan dari total suara yang diperlukan.
Dengan demikian, Mahathir harus puas dengan namanya yang berada di posisi keempat dan ia juga kehilangan depositnya. Lebih lanjut, akibat perolehan suara yang sedikit, partainya juga tidak mendapatkan satupun kursi dalam parlemen.
Saat ini, kursi parlemen telah berhasil dimenangkan oleh kandidat dari Perserikatan Nasional, Mohd Suhaimi Abdullah dengan 13.518 suara. “Ini kejutan besar bahwa dia (Mahathir) tidak hanya kalah, tetapi dia juga kalah dengan cara yang spektakuler,” ujar Florence Looi dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (19/11/2022).
Dikutip dari The Hindu, Mahathir sedang memimpin koalisi yang berjanji untuk menjatuhkan kepemimpinan Barisan Nasional, yang memang sejumlah tokohnya tersandung kasus korupsi.
Namun sayangnya, Mahathir bukanlah satu-satunya aliansi yang melawan Barisan Nasional. Pasalnya, ada pula dua koalisi besar lainnya yakni kelompok yang dipimpin oleh Muhyiddin dan Anwar Ibrahim atau saingan lama Mahathir.
Salah Satu Politisi Paling Bertahan Lama di Asia
Dikutip dari Al Jazeera, Mahathir Mohamad merupakan perdana menteri Malaysia yang telah menjabat selama 22 tahun dari 1981 hingga saat ia mengundurkan diri di 2003. Namun sebenarnya karir politiknya sudah dimulai sejak ia mahasiswa.
Dikutip dari Anadolu Agency (AA), ia menjadi wajah terkemuka di Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) atau partai politik terbesar di Malaysia. Kemudian pada 1964, ia memenangkan pemilihan pertamanya saat mewakili Kota Setar Selatan sebagai DPRD setempat.
Lalu beberapa tahun setelahnya, terjadi ketegangan rasial antara Tionghoa dan Melayu. Di sanalah nama Mahathir semakin terkenal dengan tuduhannya kepada Tunku Abdul Rahman “mendukung kepentingan China”.
Ia juga kerap menulis buku yang kontroversial yang menyoroti dominasi Tionghoa dan nasib buruk orang Melayu. Sebenarnya buku tersebut pernah dilarang oleh pemerintah, tetapi ternyata diketahui bahwa buku tersebut yang membuat jatuhnya pemerintahan Rahman.
Pada 1973, ia kembali ke parlemen federal dan setelah itu karir politiknya terus melonjak. Pada 1974, ia menjadi menteri pendidikan kabinet, kemudian dua tahun setelahnya ia terpilih menjadi wakil perdana menteri.
Lalu pada 1981, ia terpilih menjadi ketua partai tempatnya bernaung, Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) dan terpilih menjadi perdana menteri Malaysia. Setelah itupun, ia memenangkan lima pemilihan berturut-turut sampai ia memutuskan untuk mengundurkan diri pada 2003.
Namun, pada 2015 ia kembali lagi ke dunia politik dengan membentuk Partai Adat Bersatu Malaysia (MUIP) yang ia gabungkan dengan Pakatan Harapan.
Diketahui, Mahathir dihormati karena membawa kemakmuran dan pembangunan ke Malaysia dengan kebijakannya bebas pajak di 1987. Pasalnya, hal itu telah menarik banyak investor pariwisata, mulai dari bandara internasional, layanan feri, serta hotel mewah.
Ia pun membawa Malaysia menjadi salah satu ekonomi utama Asia, dengan membuat pendapatan per kapita Malaysia juga mengalami kenaikan. Diketahui, Malaysia mengalami ekspansi ekonomi sebesar 8 persen pada 1988-1996 atau masa kepemimpinan Mahathir. Selain itu, Menara Kembar Petronas serta jalan tol Utara-Selatan juga dibangun pada masa kejayaannya.
POPULAR
RELATED ARTICLES