Share

Home Stories

Stories 03 November 2022

Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 Molor Hingga Kini

Musibah jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 sudah 1 tahun 10 bulan berlalu, tetapi investigasinya masih belum kunjung menemukan titik terang.

Musibah jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 sudah 1 tahun 10 bulan berlalu, tetapi investigasinya masih belum kunjung menemukan titik terang. -Istimewa -

Context.id, JAKARTA - Musibah jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 sudah 1 tahun 10 bulan berlalu. Namun, investigasinya masih belum kunjung menemukan titik terang. Padahal seharusnya, investigasi dapat diselesaikan dalam waktu 1 tahun sejak kecelakaan pada 9 Januari 2021.

“Kami mohon maaf, bahwa seharusnya menurut aturan yang ada, investigasi harus diselesaikan dalam waktu 12 bulan. Namun demikian, hingga hari ini sudah berjalan kira-kira 1 tahun lebih 10 bulan,” ujar Kepala Sub Investigasi Keselamatan Penerbangan, Nurcahyo Utomo.

Nurcahyo menyatakan bahwa molornya investigasi dikarenakan banyaknya kendala, mulai dari Covid-19, terbatasnya personil investigasi, hingga keterbatasan anggaran.

Diketahui, pandemi dan larangan untuk tatap muka membuat hasil pertemuan wawancara dengan saksi mata serta pihak terkait sulit dilakukan. Alhasil, tim investigasi pun melakukan wawancara daring yang mana kurang efektif. 

Selanjutnya, keterbatasan anggaran berpengaruh pada pencarian puing-puing. Pasalnya, sebenarnya ada kapal yang memadai untuk melakukan pencarian puing-puing, tetapi harganya Rp12 miliar per 10 hari. Oleh karena itu, mereka hanya sanggup untuk menggunakan kapal dengan harga sewa per harinya sekitar Rp3 juta.  

“Sebenarnya kita ada kapal yang memadai yang memiliki semua fungsi. Namun, sewanya adalah Rp12 miliar per 10 hari, jadi anggarannya cukup besar. Akhirnya, kita mencari yang ada, yang bisa melaksanakan tugas yang kita harapkan,” ujar Nurcahyo.

Lebih lanjut, jumlah investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hanyalah delapan orang. Padahal, kejadian yang harus dilakukan investigasi bukan hanya insiden jatuhnya Sriwijaya Air. Maka dari itu, akhirnya seorang investigator harus mengelola banyak data. Hal inilah yang membuat pengolahan data berlangsung lama. 

Sebagai informasi, peningkatan kecelakaan di sektor penerbangan sepanjang 2021 lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2021, tren kecelakaan penerbangan mencapai 24,1 per 1.000.000 penerbangan. Sementara pada 2020, tren kecelakaan hanya 19,41 per 1.000.000 penerbangan.

Mengutip laman Kementerian Perhubungan, investigasi kecelakaan penerbangan ini bukan layaknya investigasi polisi untuk penuntutan tersangka ataupun meminta ganti rugi. Melainkan untuk mengetahui penyebab kecelakaan, agar kecelakaan dengan penyebab yang sama tidak berulang. 

Adapun hal ini sudah diatur dalam Laporan Kecelakaan atau Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 14 tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil. 

Adapun selama ini, penyebab kecelakaan adalah peristiwa kehilangan kontrol di lapangan, undershoot/ overshoot, kegagalan atau kerusakan sistem, peristiwa runway excursion, peristiwa hilang kontrol di penerbangan, dan peristiwa penerbangan terkendali.

Oleh karena itu, KNKT telah menerbitkan 31 rekomendasi otoritas penerbangan sipil Indonesia, operator pesawat udara, penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, dan operator bandara. Namun, hampir setengah rekomendasi tersebut belum ditindaklanjuti.

“44 persen rekomendasi belum ditindaklanjuti, 56 persen sudah ditindaklanjuti,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Novie Riyanto.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 03 November 2022

Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 Molor Hingga Kini

Musibah jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 sudah 1 tahun 10 bulan berlalu, tetapi investigasinya masih belum kunjung menemukan titik terang.

Musibah jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 sudah 1 tahun 10 bulan berlalu, tetapi investigasinya masih belum kunjung menemukan titik terang. -Istimewa -

Context.id, JAKARTA - Musibah jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 sudah 1 tahun 10 bulan berlalu. Namun, investigasinya masih belum kunjung menemukan titik terang. Padahal seharusnya, investigasi dapat diselesaikan dalam waktu 1 tahun sejak kecelakaan pada 9 Januari 2021.

“Kami mohon maaf, bahwa seharusnya menurut aturan yang ada, investigasi harus diselesaikan dalam waktu 12 bulan. Namun demikian, hingga hari ini sudah berjalan kira-kira 1 tahun lebih 10 bulan,” ujar Kepala Sub Investigasi Keselamatan Penerbangan, Nurcahyo Utomo.

Nurcahyo menyatakan bahwa molornya investigasi dikarenakan banyaknya kendala, mulai dari Covid-19, terbatasnya personil investigasi, hingga keterbatasan anggaran.

Diketahui, pandemi dan larangan untuk tatap muka membuat hasil pertemuan wawancara dengan saksi mata serta pihak terkait sulit dilakukan. Alhasil, tim investigasi pun melakukan wawancara daring yang mana kurang efektif. 

Selanjutnya, keterbatasan anggaran berpengaruh pada pencarian puing-puing. Pasalnya, sebenarnya ada kapal yang memadai untuk melakukan pencarian puing-puing, tetapi harganya Rp12 miliar per 10 hari. Oleh karena itu, mereka hanya sanggup untuk menggunakan kapal dengan harga sewa per harinya sekitar Rp3 juta.  

“Sebenarnya kita ada kapal yang memadai yang memiliki semua fungsi. Namun, sewanya adalah Rp12 miliar per 10 hari, jadi anggarannya cukup besar. Akhirnya, kita mencari yang ada, yang bisa melaksanakan tugas yang kita harapkan,” ujar Nurcahyo.

Lebih lanjut, jumlah investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hanyalah delapan orang. Padahal, kejadian yang harus dilakukan investigasi bukan hanya insiden jatuhnya Sriwijaya Air. Maka dari itu, akhirnya seorang investigator harus mengelola banyak data. Hal inilah yang membuat pengolahan data berlangsung lama. 

Sebagai informasi, peningkatan kecelakaan di sektor penerbangan sepanjang 2021 lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2021, tren kecelakaan penerbangan mencapai 24,1 per 1.000.000 penerbangan. Sementara pada 2020, tren kecelakaan hanya 19,41 per 1.000.000 penerbangan.

Mengutip laman Kementerian Perhubungan, investigasi kecelakaan penerbangan ini bukan layaknya investigasi polisi untuk penuntutan tersangka ataupun meminta ganti rugi. Melainkan untuk mengetahui penyebab kecelakaan, agar kecelakaan dengan penyebab yang sama tidak berulang. 

Adapun hal ini sudah diatur dalam Laporan Kecelakaan atau Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 14 tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil. 

Adapun selama ini, penyebab kecelakaan adalah peristiwa kehilangan kontrol di lapangan, undershoot/ overshoot, kegagalan atau kerusakan sistem, peristiwa runway excursion, peristiwa hilang kontrol di penerbangan, dan peristiwa penerbangan terkendali.

Oleh karena itu, KNKT telah menerbitkan 31 rekomendasi otoritas penerbangan sipil Indonesia, operator pesawat udara, penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, dan operator bandara. Namun, hampir setengah rekomendasi tersebut belum ditindaklanjuti.

“44 persen rekomendasi belum ditindaklanjuti, 56 persen sudah ditindaklanjuti,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Novie Riyanto.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Negosiasi RI-AS Mandek Tapi Vietnam Berhasil, Kok Bisa?

Menilai paket negosiasi yang ditawarkan Vietnam kepada AS secara signifikan mengurangi defisit neraca perdagangan AS

Renita Sukma . 11 July 2025

Ditekan Tarif Trump, Indonesia Bisa Perluas Pasar Tekstil ke Eropa

Di tengah tekanan tarif Trump 32%, Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pasar ke Uni Eropa

Renita Sukma . 11 July 2025

Tarif Jadi Senjata Trump Jegal China di Panggung Global

Kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk menghambat China dalam rantai pasok global

Renita Sukma . 11 July 2025

Ancaman Tarif Trump untuk 14 Negara, Indonesia Kena!

Negara-negara ini akan menghadapi tarif baru jika gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum batas waktu yang ditentukan

Noviarizal Fernandez . 10 July 2025