Stories - 10 October 2022

Tragedi Nuklir Chernobyl Hasilkan Banyak Spesies Baru?

Pada peristiwa Chernobyl, ada sejumlah satwa liar lokal yang tetap berada di lokasi, sehingga terkena efek radiasi langsung.


Ilustrasi mutasi hewan. - Puspa Larasati -

Context.id, JAKARTA - Kecelakaan nuklir Chernobyl pada 1986 silam memang merubah kehidupan banyak orang. Mulai dari banyaknya korban jiwa, kota yang sudah tidak bisa ditinggali, hingga dampak negatif seperti penyakit kanker yang menurun hingga anak dan cucu penduduk setempat.

Tapi ternyata tidak hanya masyarakat yang terkena dampaknya, melainkan juga hewan. Dilansir dari Forbes, pada saat kejadian ada sejumlah satwa liar lokal yang tetap berada di lokasi dan tidak dievakuasi.

Hal itu pun menyebabkan hewan liar terkena efek radiasi secara langsung. Beberapa di antara mereka bahkan tidak bisa berkembang biak dengan baik dan terkena mutasi genetik yang menimbulkan cacat pada hewan.

Energi dari radiasi dapat merusak atau menghancurkan molekul DNA dan ini yang menjadi penyebabnya. Jika kerusakannya cukup parah, sel tersebut jadi tidak dapat membelah diri dan akan mati dengan sendirinya.

Namun, kadangkala ada pula DNA yang memang sudah rusak, tapi mereka malah bermutasi. Hal inilah yang kemudian menyebabkan tumor dan mempengaruhi kemampuan hewan untuk bereproduksi dan bertumbuh. Adapun pengaruh tersebut bisa membuat cacat ataupun munculnya suatu spesies baru.

Ini didukung oleh penelitian dari peneliti di Universitas Stirling. Diketahui, hewan di danau yang dekat dengan reaktor nuklir Chernobyl memiliki lebih banyak keanekaragaman mutasi genetik dibandingkan dengan hewan yang berada di tempat yang jauh dengan reaktor.

Sedihnya, mutasi hewan ini seringkali membuat umur hewan-hewan itu menjadi tidak panjang. “Biasanya harus menunggu beberapa generasi untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap mutasi, dan kebanyakan hewan mutan cukup rusak sehingga tidak berumur panjang,” ujar peneliti dari Universitas Stirling, Dr. Auld dikutip dari The Econogist.

 

Mutasi Katak Hitam

Salah satu jenis mutasi yang akhir-akhir ini sedang menjadi bahan pembicaraan adalah hewan dan tumbuhan yang berubah warna menjadi hitam. Adapun salah satu jenis hewan yang menjadi sorotan adalah penemuan katak berwarna hitam.

“Katak pohon yang hidup di dalam Zona Pengecualian Chernobyl memiliki warna punggung yang jauh lebih gelap daripada katak dari luar Zona,” ujar peneliti Pablo Burraco dan German Orizaola dikutip dari Forbes.

Adapun warna kulit hitam tersebut diciptakan oleh sekelompok pigmen yang melanin. Diketahui, melanin merupakan salah satu zat yang mengurangi efek berbahaya dari radiasi ultraviolet di bawah sinar matahari. Melanin juga berfungsi melindungi DNA dari efek merusak dari radiasi dengan menyerap dan menghilangkan sebagian dari energi radiasi tersebut.

Dengan demikian, kulit hitam ini mungkin respon tubuh katak untuk melindunginya dari kerusakan jaringan, sel, dan DNA, serta untuk meningkatkan peluang mereka untuk bertahan hidup.

Lebih lanjut, peneliti juga bahkan menemukan bahwa katak dengan kulit paling hitam berada di zona yang paling dekat dengan zona ledakan yang mana memiliki radiasi paling tinggi. 

Namun, di sisi lain peneliti juga memiliki asumsi bahwa katak hitam ini merupakan katak yang memang sudah ada sejak sediakala dan karena kulit hitamnya membuat mereka dapat bertahan hingga saat ini.


Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Gundam Raksasa Yokohama Dibongkar, Mengapa Robot Ini Sangat Populer?

Gundam mencerminkan negara Jepang yang memiliki ambisi di bidang teknologi.

Context.id | 05-04-2024

Ini Sejarah Panjang Pramuka di Indonesia

Penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah memantik polemik. Bagaimana sejarah gerakan ini di Indonesia?

Context.id | 05-04-2024

Cara Tepat Ajarkan Anak Puasa Ramadan ala Kak Seto

Anak-anak yang belajar berpuasa tentunya memerlukan perhatian khusus dari orang tua agar tak merasa kesulitan

Context.id | 04-04-2024

Krisis Iklim dan Melonjaknya Harga Biji Kopi Robusta

Pasokan kopi tersendat karena produktivitas lahan yang turun akibat kekeringan dan pemanasan global, sebagai dampak krisis iklim.

Noviarizal Fernandez | 04-04-2024