Share

Stories 07 Oktober 2022

Polisi Tetapkan 6 Tersangka Kanjuruhan, Siapa Saja?

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah resmi menetapkan enam tersangka atas tragedi yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah resmi menetapkan enam tersangka atas tragedi yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan.

Context.id, JAKARTA - Kepala Polri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah resmi menetapkan enam tersangka atas tragedi yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya dan menewaskan 131 orang.

Tiga dari keenam tersangka adalah warga sipil, yakni Direktur PT LIB Akhmad Hadian Lukita, ketua panitia pertandingan Abdul Hari, dan security officer Suko Sutrisno. 

Sementara tiga tersangka lainnya merupakan anggota kepolisian, yakni Kepala Bagian Operasi Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, Komandan Kompie III Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarmawan, dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi. 

Diketahui, keterlibatan sang Direktur PT LIB dalam kasus ini adalah pihak yang bertanggung jawab untuk memastikan setiap stadion memiliki sertifikasi layak fungsi. Soalnya, stadion LIB yang digunakan, persyaratan kelayakan fungsinya masih belum terselesaikan dan masih menggunakan hasil verifikasi tahun 2020.

Sementara panitia pertandingan Arema dan Persebaya sekaligus koordinator penyelenggara pertandingan, Abdul Hari, ternyata tidak membuat dokumen keselamatan dan keamanan bagi penonton di stadion.

Kemudian, Suko Sutrisno selaku security officer tidak membuat dokumen penilaian risiko, padahal ia bertanggung jawab untuk membuatkan dokumen penilaian risiko untuk setiap pertandingan. Lebih lanjut, ia bahkan memerintahkan steward untuk meninggalkan pintu gerbang saat insiden terjadi. 

Ketiga tersangka tersebut akan dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 UU No. 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan. 

Lalu, ketiga petinggi polisi ini juga ditetapkan sebagai tersangka karena memiliki andil masing-masing dalam tragedi. Kepala Bagian Operasi Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto sebenarnya sudah mengetahui mengenai aturan FIFA terkait pelarangan penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola. Sayangnya, ia tidak melakukan tindakan apapun sebagai pencegahan ataupun pelarangan.

Sedangkan kedua tersangka Komandan Kompie III Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarmawan dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi diduga merupakan sosok yang memberikan perintah kepada anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata yang mengakibatkan para penonton panik dan sesak nafas.

Atas tindakan mereka, ketiga tersangka dari kepolisian ini akan dikenakan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP.

Menurut Kapolri Listyo Sigit, pelaku masih dapat bertambah, baik karena pelanggaran etik maupun pelanggaran pidana. “Kemungkinan penambahan pelaku, apakah itu pelaku pelanggar etik, maupun pelaku akan kita tetapkan terkait pelanggaran pidana, kemungkinan masih bisa bertambah dan tim masih terus bekerja,” ujar Sigit dikutip dari Tempo.


 

Kronologi Kejadian

Pada kesempatan yang sama, Listyo Sigit juga memaparkan kronologi kejadian tragedi tersebut.

Jadi, sebelum pertandingan Panitia Pelaksana Arema DC telah mengirimkan surat kepada Polres Malang terkait permohonan rekomendasi jam pertandingan. Sebenarnya Polres sempat meminta panitia untuk mengubah jadwal menjadi pukul 15.30 karena mempertimbangkan faktor keamanan. 

Namun, hal tersebut ditolak oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) dengan alasan masalah penayangan siaran langsung. Oleh karena itulah Polres menyiapkan 2.034 personel, padahal awalnya hanya disiapkan 1.073 personel.

Singkat cerita, tragedi bermula saat laga Arema FC vs Persebaya selesai dengan skor 2-3 dengan kemenangan Persebaya. Supporter pun masuk ke lapangan sehingga aparat pun melakukan pengamanan dengan mengerahkan empat unit barakuda untuk ofisial dan pemain Persebaya. 

Namun, suporter yang masuk ke lapangan semakin banyak, sehingga anggota pengaman pun mengerahkan kekuatan dengan perlengkapan penuh. “Untuk mencegah semakin banyaknya penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel pun menembakkan gas air mata,” ujar Listyo.

Sayangnya, tembakan tersebut bukannya meredakan para suporter, tapi malah membuat para suporter semakin panik dan berdesakan untuk menuju pintu keluar. Apalagi gas air mata juga ditembakan ke tribun dan membuat mata para suporter perih serta tidak bisa melihat dengan jelas. 

Di tengah kepanikan tersebut, penonton pun berupaya keluar dari pintu 3, 11, 12, 13, dan 14. Namun ternyata pintu 14 yang seharusnya dibuka lima menit sebelum pertandingan juga belum terbuka secara sempurna. Adapun penjaga (steward) yang seharusnya menjaga pintu juga sedang tidak ada di tempat. “Berdasarkan Pasal 21 regulasi keselamatan PSSI, steward seharusnya berada di tempat, namun saat itu tidak berada di pintu,” ujar Listyo.

Hal itu diperparah dengan adanya besi yang melintang, sehingga menghambat penonton untuk melewati pintu. Alhasil, banyak penonton yang berdesak-desakan di pintu selama hampir 20 menit, dan mengalami patah tulang, trauma, kepala retak, serta sebagian meninggal karena asfiksia. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 07 Oktober 2022

Polisi Tetapkan 6 Tersangka Kanjuruhan, Siapa Saja?

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah resmi menetapkan enam tersangka atas tragedi yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah resmi menetapkan enam tersangka atas tragedi yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan.

Context.id, JAKARTA - Kepala Polri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah resmi menetapkan enam tersangka atas tragedi yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya dan menewaskan 131 orang.

Tiga dari keenam tersangka adalah warga sipil, yakni Direktur PT LIB Akhmad Hadian Lukita, ketua panitia pertandingan Abdul Hari, dan security officer Suko Sutrisno. 

Sementara tiga tersangka lainnya merupakan anggota kepolisian, yakni Kepala Bagian Operasi Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, Komandan Kompie III Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarmawan, dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi. 

Diketahui, keterlibatan sang Direktur PT LIB dalam kasus ini adalah pihak yang bertanggung jawab untuk memastikan setiap stadion memiliki sertifikasi layak fungsi. Soalnya, stadion LIB yang digunakan, persyaratan kelayakan fungsinya masih belum terselesaikan dan masih menggunakan hasil verifikasi tahun 2020.

Sementara panitia pertandingan Arema dan Persebaya sekaligus koordinator penyelenggara pertandingan, Abdul Hari, ternyata tidak membuat dokumen keselamatan dan keamanan bagi penonton di stadion.

Kemudian, Suko Sutrisno selaku security officer tidak membuat dokumen penilaian risiko, padahal ia bertanggung jawab untuk membuatkan dokumen penilaian risiko untuk setiap pertandingan. Lebih lanjut, ia bahkan memerintahkan steward untuk meninggalkan pintu gerbang saat insiden terjadi. 

Ketiga tersangka tersebut akan dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 UU No. 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan. 

Lalu, ketiga petinggi polisi ini juga ditetapkan sebagai tersangka karena memiliki andil masing-masing dalam tragedi. Kepala Bagian Operasi Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto sebenarnya sudah mengetahui mengenai aturan FIFA terkait pelarangan penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola. Sayangnya, ia tidak melakukan tindakan apapun sebagai pencegahan ataupun pelarangan.

Sedangkan kedua tersangka Komandan Kompie III Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarmawan dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi diduga merupakan sosok yang memberikan perintah kepada anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata yang mengakibatkan para penonton panik dan sesak nafas.

Atas tindakan mereka, ketiga tersangka dari kepolisian ini akan dikenakan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP.

Menurut Kapolri Listyo Sigit, pelaku masih dapat bertambah, baik karena pelanggaran etik maupun pelanggaran pidana. “Kemungkinan penambahan pelaku, apakah itu pelaku pelanggar etik, maupun pelaku akan kita tetapkan terkait pelanggaran pidana, kemungkinan masih bisa bertambah dan tim masih terus bekerja,” ujar Sigit dikutip dari Tempo.


 

Kronologi Kejadian

Pada kesempatan yang sama, Listyo Sigit juga memaparkan kronologi kejadian tragedi tersebut.

Jadi, sebelum pertandingan Panitia Pelaksana Arema DC telah mengirimkan surat kepada Polres Malang terkait permohonan rekomendasi jam pertandingan. Sebenarnya Polres sempat meminta panitia untuk mengubah jadwal menjadi pukul 15.30 karena mempertimbangkan faktor keamanan. 

Namun, hal tersebut ditolak oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) dengan alasan masalah penayangan siaran langsung. Oleh karena itulah Polres menyiapkan 2.034 personel, padahal awalnya hanya disiapkan 1.073 personel.

Singkat cerita, tragedi bermula saat laga Arema FC vs Persebaya selesai dengan skor 2-3 dengan kemenangan Persebaya. Supporter pun masuk ke lapangan sehingga aparat pun melakukan pengamanan dengan mengerahkan empat unit barakuda untuk ofisial dan pemain Persebaya. 

Namun, suporter yang masuk ke lapangan semakin banyak, sehingga anggota pengaman pun mengerahkan kekuatan dengan perlengkapan penuh. “Untuk mencegah semakin banyaknya penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel pun menembakkan gas air mata,” ujar Listyo.

Sayangnya, tembakan tersebut bukannya meredakan para suporter, tapi malah membuat para suporter semakin panik dan berdesakan untuk menuju pintu keluar. Apalagi gas air mata juga ditembakan ke tribun dan membuat mata para suporter perih serta tidak bisa melihat dengan jelas. 

Di tengah kepanikan tersebut, penonton pun berupaya keluar dari pintu 3, 11, 12, 13, dan 14. Namun ternyata pintu 14 yang seharusnya dibuka lima menit sebelum pertandingan juga belum terbuka secara sempurna. Adapun penjaga (steward) yang seharusnya menjaga pintu juga sedang tidak ada di tempat. “Berdasarkan Pasal 21 regulasi keselamatan PSSI, steward seharusnya berada di tempat, namun saat itu tidak berada di pintu,” ujar Listyo.

Hal itu diperparah dengan adanya besi yang melintang, sehingga menghambat penonton untuk melewati pintu. Alhasil, banyak penonton yang berdesak-desakan di pintu selama hampir 20 menit, dan mengalami patah tulang, trauma, kepala retak, serta sebagian meninggal karena asfiksia. 



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Siapakah Kim Keon-hee, ‘Lady Macbeth’ Korea Selatan?

Saat suaminya, Presiden Yoon Suk-yeol, dimakzulkan oleh parlemen, banyak yang menyalahkan Kim atas kejatuhan politik sang presiden

Context.id . 20 December 2024

Badan Antariksa Eropa Membuat Gerhana Matahari Buatan, Untuk Apa?

Badan Antariksa Eropa (ESA) meluncurkan Proba-3, wahana luar angkasa yang bertujuan menciptakan gerhana matahari buatan

Context.id . 20 December 2024

Harta Karun Tersembunyi di Hutan Afrika

Rumah bagi keanekaragaman hayati dan penyerap karbon yang tak ternilai

Context.id . 20 December 2024

Jepang dan India Kembangkan Satelit Laser Atasi Sampah Luar Angkasa

Sistem laser akan menghentikan perputaran sampah antariksa dan mengecilkannya sehingga pesawat perbaikan bisa menangkapnya

Context.id . 20 December 2024