Share

Home Stories

Stories 02 September 2022

Ferdy Sambo Sebagai Obstruction of Justice, Apa Itu?

Istilah Obstruction of Justice telah menjadi buah bibir akibat kasus pembunuhan Brigadir J. Lalu, apa itu Obstruction of Justice?

Ferdy Sambo mengenakan baju tahanan. -Antara-

Context, JAKARTA - Akibat kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, istilah Obstruction of Justice menjadi sering muncul di berbagai media. Istilah ini juga digunakan Polri kepada para tersangka, termasuk Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.

Sederhananya, Obstruction of Justice berarti penghalangan proses hukum. Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan tersangka lainnya telah menyusun cerita agar seolah-olah yang terjadi adalah tembak-menembak, bukan pembunuhan. Tindakannya dalam menyusun cerita bohong tersebut telah menyulitkan polisi untuk melakukan penyelidikan. 


Pengertian Obstruction of Justice

Dilansir dari laman Merriam Webster, Obstruction of Justice diartikan sebagai tindakan yang dengan sengaja mengganggu proses peradilan dan hukum, terutama dengan mempengaruhi, mengancam, merugikan, atau menghalangi seorang saksi, calon saksi, juri, atau pejabat peradilan/hukum atau dengan memberikan informasi palsu, atau dengan cara lain menghalangi penyelidikan/proses hukum.

Kemudian, dilansir dari Tempo, mengutip jurnal Pembangunan Hukum Indonesia yang diterbitkan Universitas Diponegoro, Obstruction of Justice adalah perbuatan tindak pidana karena pelaku telah menghalangi proses hukum dalam perkara.


Obstruction of Justice dalam Undang-Undang

Di Indonesia sendiri, Obstruction of Justice ini sudah tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau 33 denda paling sedikit Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600 juta (enam ratus juta rupiah)”.

Sedangkan, dilansir dari laman yuridis.id, Pasal 221 KUHP berisi poin-poin berikut:

(1) Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.

1e. barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang sudah melakukan sesuatu kejahatan yang dituntut karena sesuatu perkara kejahatan, atau barangsiapa menolong orang itu melarikan dirinya dari pada penyelidikan dan pemeriksaan atau tahanan oleh pegawai kehakiman atau polisi, atau oleh orang lain, yang karena peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian; (K.U.H.P. 119, 124, 126, 216, 331).

2e. barangsiapa yang sesudah terjadi kejahatan, membinasakan, menghilangkan, menyembunyikan benda2 tempat melakukan atau yang dipakai untuk melakukan kejahatan itu atau bekas-bekas kejahatan itu yang lain-lain, atau yang berbuat sehingga benda-benda itu atau bekas-bekas itu tidak dapat diperiksa oleh pegawai kehakiman atau polisi baikpun oleh orang lain, yang menurut peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian, segala sesuatu itu dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan itu atau untuk menghalang-halangi atau menyusahkan pemeriksaan dan penyelidikan atau penuntutan (K.U.H.P. 180 s, 216, 222, 231 s)

(2) Peraturan ini tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan yang tersebut itu dengan maksud akan meluputkan atau menghindarkan bahaya penuntutan terhadap salah seorang kaum keluarganya atau sanak saudaranya karena perkawinan dalam keturunan yang lurus atau dalam derajat yang kedua atau yang ketiga dari keturunan yang menyimpang atau terhadap suami (isterinya) atau jandanya. (K.U.H.P. 166, 367).



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : David Eka

Stories 02 September 2022

Ferdy Sambo Sebagai Obstruction of Justice, Apa Itu?

Istilah Obstruction of Justice telah menjadi buah bibir akibat kasus pembunuhan Brigadir J. Lalu, apa itu Obstruction of Justice?

Ferdy Sambo mengenakan baju tahanan. -Antara-

Context, JAKARTA - Akibat kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, istilah Obstruction of Justice menjadi sering muncul di berbagai media. Istilah ini juga digunakan Polri kepada para tersangka, termasuk Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.

Sederhananya, Obstruction of Justice berarti penghalangan proses hukum. Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan tersangka lainnya telah menyusun cerita agar seolah-olah yang terjadi adalah tembak-menembak, bukan pembunuhan. Tindakannya dalam menyusun cerita bohong tersebut telah menyulitkan polisi untuk melakukan penyelidikan. 


Pengertian Obstruction of Justice

Dilansir dari laman Merriam Webster, Obstruction of Justice diartikan sebagai tindakan yang dengan sengaja mengganggu proses peradilan dan hukum, terutama dengan mempengaruhi, mengancam, merugikan, atau menghalangi seorang saksi, calon saksi, juri, atau pejabat peradilan/hukum atau dengan memberikan informasi palsu, atau dengan cara lain menghalangi penyelidikan/proses hukum.

Kemudian, dilansir dari Tempo, mengutip jurnal Pembangunan Hukum Indonesia yang diterbitkan Universitas Diponegoro, Obstruction of Justice adalah perbuatan tindak pidana karena pelaku telah menghalangi proses hukum dalam perkara.


Obstruction of Justice dalam Undang-Undang

Di Indonesia sendiri, Obstruction of Justice ini sudah tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau 33 denda paling sedikit Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600 juta (enam ratus juta rupiah)”.

Sedangkan, dilansir dari laman yuridis.id, Pasal 221 KUHP berisi poin-poin berikut:

(1) Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.

1e. barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang sudah melakukan sesuatu kejahatan yang dituntut karena sesuatu perkara kejahatan, atau barangsiapa menolong orang itu melarikan dirinya dari pada penyelidikan dan pemeriksaan atau tahanan oleh pegawai kehakiman atau polisi, atau oleh orang lain, yang karena peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian; (K.U.H.P. 119, 124, 126, 216, 331).

2e. barangsiapa yang sesudah terjadi kejahatan, membinasakan, menghilangkan, menyembunyikan benda2 tempat melakukan atau yang dipakai untuk melakukan kejahatan itu atau bekas-bekas kejahatan itu yang lain-lain, atau yang berbuat sehingga benda-benda itu atau bekas-bekas itu tidak dapat diperiksa oleh pegawai kehakiman atau polisi baikpun oleh orang lain, yang menurut peraturan undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan jabatan kepolisian, segala sesuatu itu dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan itu atau untuk menghalang-halangi atau menyusahkan pemeriksaan dan penyelidikan atau penuntutan (K.U.H.P. 180 s, 216, 222, 231 s)

(2) Peraturan ini tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan yang tersebut itu dengan maksud akan meluputkan atau menghindarkan bahaya penuntutan terhadap salah seorang kaum keluarganya atau sanak saudaranya karena perkawinan dalam keturunan yang lurus atau dalam derajat yang kedua atau yang ketiga dari keturunan yang menyimpang atau terhadap suami (isterinya) atau jandanya. (K.U.H.P. 166, 367).



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : David Eka


RELATED ARTICLES

Ada Tuntutan Bubarkan DPR, Secara Hukum Indonesia Bisa?

Tuntutan pembubaran DPR menggaung saat aksi demonstrasi 25 Agustus 2025. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut hal itu secara hukum tid ...

Renita Sukma . 14 September 2025

Fakta Unik, Gelombang Panas Bisa Bikin Kita Cepat Menua

Sebelumnya gelombang panas diketahui dapat meningkatkan risiko kematian dini akibat serangan panas, iskemia dan masalah kesehatan lainnya

Jessica Gabriela Soehandoko . 12 September 2025

PBB Sebut Waktu Pencegahan Eskalasi Kelaparan di Gaza Terbatas

PBB menyoroti fenomena kelaparan di Gaza dan menyebut sempitnya peluang untuk mencegah kelaparan menyebar di kota ini.

Renita Sukma . 08 September 2025

Pengibaran Bendera Inggris di Sepanjang Jalan dan Sentimen Anti Imigran

Berkibarnya bendera bendera St. George s Cross dan bendera Union Jack bertebaran di seluruh wilayah Inggris menimbulkan kekhawatiran atas meluasny ...

Renita Sukma . 27 August 2025