Stories - 12 August 2022

Siap-Siap, Hujan Meteor Perseid akan Hiasi Langit Bumi!

Pada malam ini (12/8/2022), hujan meteor Perseid atau yang dikenal juga sebagai Perseids akan menyapa masyarakat Bumi, termasuk Indonesia.


Hujan meteor Perseid. -Nasa-

Context, JAKARTA - Pada malam ini (12/8/2022), hujan meteor Perseid atau yang dikenal juga sebagai Perseids akan menyapa masyarakat Bumi, termasuk Indonesia. Salah satu hujan meteor terbaik yang bisa disaksikan penduduk Bumi ini akan mencapai puncaknya pada 12-13 Agustus 2022.

Hujan meteor Perseid ini bisa terjadi karena Bumi melewati puing-puing serpihan es dan batu dalam evolusinya mengelilingi matahari. Puing-puing es dan batu ini adalah serpihan yang ditinggalkan oleh Komet Swift-Tuttle yang terakhir melintasi Bumi pada 1992. 


Apa itu Komet Swift-Tuttle?

Komet Swift-Tuttle ditemukan oleh dua orang astronom bernama Lewis Swift dan Horace Tuttle pada 1862. Komet tersebut terakhir kali terlihat melewati Bumi pada tahun 1992. Namun, sayangnya saat itu cahaya dari Komet Swift-Tuttle terlalu redup sehingga sulit dilihat dengan mata telanjang. 

Komet ini rencananya akan melewati Bumi lagi. Tapi kemungkinan besar, kamu yang membaca artikel ini pada hari ini tidak dapat menyaksikannya. Karena, Komet Swift-Tuttle baru akan melintasi Bumi pada 2126. Pada tahun tersebut, Komet Swift-Tuttle diprediksi akan melintas dengan menunjukkan kecerahannya, tidak seperti saat melewati Bumi pada 1992. 

Dilansir dari Space, jika kita dapat menyaksikan komet ini melintasi Bumi, maka kita akan menyaksikan objek terbesar yang berulang kali melewati Bumi. Lebar komet tersebut menyamai jarak dari Jakarta Pusat ke Kota Bekasi, yaitu sekitar 26 kilometer (km).

Sebagai komet yang besar, Komet Swift-Tuttle ini selalu meninggalkan serpihan-serpihan berupa batu-batu kecil dan es saat berevolusi mengelilingi matahari. Kumpulan serpihan yang tampak seperti debu ini lah yang akan “ditabrak” oleh Bumi saat melintasi jalur Komet Swift-Tuttle. 

Ketika tertabrak Bumi, serpihan-serpihan komet tersebut akan memasuki atmosfer bumi dan terbakar serta menciptakan cahaya yang terang. Sehingga, kejadian ini tampak seperti hujan bola-bola api. Sebagian besar serpihan-serpihan tersebut berukuran kecil, bahkan sekecil butiran pasir.

Berdasarkan Nasa, hujan meteor Perseid ini merupakan hujan meteor yang paling banyak. Dalam satu kali peristiwa hujan meteor, sekitar 50 hingga 100 meteor bisa terlihat per satu jamnya. Selain itu, hujan meteor Perseid juga menciptakan cahaya yang lebih besar dan lebih tahan lama jika dibandingkan hujan meteor lain. 


Cara Terbaik untuk Melihat Hujan Meteor Perseid

Penamaan hujan meteor biasanya diambil menurut arah konstelasi dimana meteor berasal. Dari perspektif Bumi, hujan meteor Perseid berasal dari arah konstelasi Perseus di belahan Bumi Utara. Sehingga, jika ingin melihat hujan meteor Perseid dengan sangat jelas, cara terbaiknya adalah pergi ke belahan Bumi Utara dan turun ke garis lintang tengah-selatan.

Selain itu, agar bisa menyaksikan keindahan fenomena alam ini dengan sangat jelas, pastikan untuk mendatangi tempat yang sangat gelap, seperti di tengah hutan, pantai, atau pun pegunungan. Jika sudah berada di tempat yang gelap, maka hanya dibutuhkan kesabaran untuk menunggu datangnya hujan meteor. 

Di Indonesia sendiri, puncak hujan meteor Perseid diperkirakan bakal melintasi langit pada 12 hingga 13 Agustus 2022. Namun, hujan meteor ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 14 Juli 2022 yang lalu, dan diperkirakan berakhir pada 24 Agustus 2022 nanti.

Pada hujan meteor Perseid kali ini, beberapa meteor liar dari hujan meteor Delta Aquariid Selatan juga akan ikut andil dalam menghibur masyarakat Bumi. Pasalnya, hujan meteor Delta Aquariid Selatan mencapai puncaknya pada akhir Juli 2022 lalu.


Tahun Ini Tidak akan Seterang Biasanya

Tahun 2022 sepertinya tidak akan menjadi waktu terbaik untuk menyaksikan puncak fenomena hujan meteor Perseid. Karena dalam waktu bersamaan, langit akan dihiasi oleh Bulan Purnama (Sturgeon Moon) yang akan menjadi supermoon terakhir pada tahun 2022. 

Pada saat supermoon terjadi, maka jarak antara Bumi dan Bulan akan menyentuh titik terdekatnya. Hasilnya, bulan yang biasanya terlihat kecil, jauh, dan tidak begitu terang, akan terasa sangat besar, dekat, dan lebih terang dibandingkan biasanya. 

Jika cahaya supermoon ini tidak menerangi langit Bumi di malam hari, biasanya hujan meteor Perseid akan memperlihatkan 50 hingga 100 meteor per jamnya. Namun jika cahaya supermoon ini menerangi Bumi, maka cahaya dari hujan meteor Perseid pun akan kalah. Jumlah meteor yang terlihat diperkirakan hanya berkisar 10 hingga 20 meteor saja per jamya.


Akankah Komet Swift-Tuttle Menabrak Bumi?

Komet Swift-Tuttle terakhir melintasi Bumi pada 1992. Setelah itu, setiap tahunnya Bumi hanya melewati lintasan Komet Swift-Tuttle dan serpihan-serpihannya saja. Namun, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Bumi akan kembali berjumpa dengan Komet Swift-Tuttle.

Pada 2126 saat Bumi kembali berjumpa Komet Swift-Tuttle, jarak antar keduanya diperkirakan akan sangat dekat. Bahkan, bisa saja pada saat itu Bumi dan Komet Swift-Tuttle akan bertabrakan.

Melansir Forbes, saat Bumi dihantam sebuah objek pada 65 juta yang lalu, Bumi mengalami kepunahan massal yang sangat mengerikan. Objek tersebut diperkirakan merupakan asteroid berukuran diameter sekitar 5 hingga 10 km. 

Dibandingkan dengan asteroid tersebut, Komet Swift-Tuttle memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan bergerak sekitar empat kali lebih cepat. Karena itu, jika tabrakan akan terjadi suatu saat nanti, dampaknya akan 28 kali lebih besar daripada asteroid yang memusnahkan dinosaurus di Bumi 65 juta lalu.

Lebih jelasnya, tabrakan antara Bumi dan Komet Swift-Tuttle akan melepaskan lebih dari satu miliar MegaTon energi, atau setara dengan 20 juta bom hidrogen yang meledak secara bersamaan. Dengan kata lain, Komet Swift-Tuttle adalah objek luar angkasa yang paling berbahaya bagi umat manusia pada saat ini. 


Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman

Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...

Context.id | 29-10-2024

Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih

Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung

Context.id | 29-10-2024

Dari Pengusaha Menjadi Sosok Dermawan; Tren Filantropis Pendiri Big Tech

Banyak yang meragukan mengapa para taipan Big Tech menjadi filantropi, salah satunya tudingan menghindari pajak

Context.id | 28-10-2024

Dari Barak ke Ruang Rapat: Sepak Terjang Lulusan Akmil dan Akpol

Para perwira lulusan Akmil dan Akpol memiliki keterampilan kepemimpinan yang berharga untuk dunia bisnis dan pemerintahan.

Context.id | 28-10-2024