Stories - 08 August 2022

Dunia Diancam Stagflasi, Ini Dampak Ngerinya

Saat ini dunia sedang tidak baik-baik saja. Pasalnya, banyak negara di dunia terancam mengalami stagflasi, apa itu?


Warga berjalan di jembatan penyeberangan orang dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Senin (8/8/2022). -Antara-

Context, JAKARTA - Saat ini dunia sedang tidak baik-baik saja. Pertumbuhan ekonomi melambat, tingkat pengangguran tinggi, harga komoditas pun naik. Bank Dunia menyatakan keadaan seperti ini dapat menyebabkan stagflasi, yang tentunya harus diantisipasi.

Beberapa tahun terakhir, semua negara di seluruh dunia sedang berusaha untuk memulihkan perekonomian mereka dari Pandemi Covid-19. Namun, belum juga pulih, dunia malah dikejutkan dengan konflik geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Konflik ini pun menyebabkan munculnya permasalahan ekonomi yang baru.

Invasi Rusia yang dilakukan di Ukraina juga telah membuat naiknya suku bunga dan pengetatan likuiditas dari negara-negara maju. "Perang di Ukraina memunculkan disrupsi supply yang makin berkepanjangan dan akut setelah dua tahun dihantam pandemi Covid-19," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dikutip dari Bisnis.

Hal yang sama juga diutarakan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Menurutnya, adanya konflik Rusia-Ukraina, sanksi-sanksi yang diterima berbagai negara, dan kebijakan zero Covid-19 di China telah berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya inflasi di banyak negara 

Sri Mulyani mengatakan kombinasi antara perlambatan ekonomi dan meningkatnya inflasi tersebut bisa disebut sebagai stagflasi. Jika sudah berada di kondisi ini, maka akan menjadi suatu tantangan yang berat bagi pembuat kebijakan.


Lebih Dalam Tentang Stagflasi

Dilansir dari USA Today, stagflasi itu bisa terjadi karena adanya pertumbuhan ekonomi yang lamban dan tingginya inflasi. Stagflasi sendiri tidak bisa ditentukan oleh ambang batas tertentu, namun tanda-tandanya bisa dilihat dari tingginya angka pengangguran, ekonomi yang melemah, dan naiknya harga-harga barang.

Pada kondisi normalnya, jika ekonomi sedang melemah atau resesi, tingkat inflasi pun juga pasti akan rendah. Alasannya, permintaan konsumen akan jauh berkurang dan banyak produk serta jasa yang tidak terpakai. Selain itu, inflasi akan meningkat tinggi jika ekonomi sedang kuat, permintaan konsumen yang tinggi akan menaikkan harga.

Stagflasi ini juga bisa disebabkan oleh tatanan kebijakan ekonomi yang buruk. Misalnya, pemerintah membuat kebijakan yang merugikan industri, regulasi barang, pasar, dan tenaga kerja yang tidak baik akan membuat produksi terhambat, membiarkan uang beredar terlalu cepat, dan harga barang menjadi naik. 

Sementara itu, ditambah dengan adanya pelemahan laju ekonomi di waktu bersamaan akan menimbulkan bencana yang lebih besar dari sekedar resesi maupun inflasi.


Dampak Stagflasi

Stagflasi ini bisa dibilang sebagai suatu fenomena yang harus dihindari. Dilansir dari Bisnis, stagflasi ini adalah sebuah kontradiksi dari gagasan ekonomi yang sehat. Jika suatu negara mengalami stagflasi dalam jangka waktu yang lama, hal ini akan menyebabkan meningkatnya pengangguran.

Tingginya angka pengangguran di sebuah negara dapat menurunkan daya beli konsumen. Tentu hal ini bukan merupakan suatu hal yang baik bagi perekonomian. Pasalnya, keadaan seperti ini akan menimbulkan inflasi dan bahkan melemahkan nilai tukar uang di sebuah negara.

Menurut Dosen Senior dan Pengacara Fakultas Ekonomi Universitas Colombo Dr. Shanuka Senarath, tidak ada obat yang pasti untuk mengatasi stagflasi. Menurutnya, satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh pembuat kebijakan adalah meningkatkan kegiatan ekonomi.

Namun, ia mengatakan bahwa hal ini tidak semudah membalik telapak tangan. Karena perlu juga adanya stabilitas politik, unsur lain di luar ekonomi yang punya pengaruh besar dalam membuat kebijakan ekonomi di suatu negara. 

“Satu hal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kegiatan ekonomi. Namun hal tersebut bertolak belakang karena peningkatan kegiatan ekonomi akan mengakibatkan hiperinflasi. Jika Anda mencetak uang, Anda akan menciptakan lebih banyak masalah. Tidak ada teori untuk membebaskan diri dari ini selain mengendalikan ekonomi. Pertama, kita membutuhkan stabilitas politik untuk memikirkan ekonomi,” kata Dr. Senarath dikutip dari The Morning.


Contoh Stagflasi yang Pernah Terjadi

Pada tahun 1970, stagflasi pernah dirasakan oleh negara Amerika Serikat (AS). Pada kurun waktu 1970-an, dilansir dari investopedia, negara tersebut memang sedang mengalami segudang masalah ekonomi. 

Seperti tingginya anggaran perang Vietnam, runtuhnya perjanjian Bretton Woods, embargo Arab Saudi terhadap minyak, serta embargo minyak AS dari Iran. Kemudian resesi yang sering terjadi, pengangguran yang terus meningkat, dan The Fed yang terlalu fokus menopang pertumbuhan ekonomi dan gagal menurunkan inflasi. 

Sebelumnya pada 1960-an, The Fed pada saat itu selalu mengambil langkah untuk menjaga angka pengangguran agar tetap rendah, serta meningkatkan permintaan keseluruhan untuk produk dan jasa. Namun, rendahnya angka pengangguran dalam jangka waktu yang lama ini ternyata malah menciptakan spiral harga upah (wage-price spiral).

Melansir dari Ensiklopedia Keuangan, Spiral harga upah adalah teori ekonomi makro yang digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antara kenaikan upah dan kenaikan harga, atau inflasi. Singkatnya, rendahnya pengangguran membuat penduduk di AS banyak yang menerima upah.

Jadi, banyaknya orang yang menerima upah membuat meningkatnya permintaan barang di negara tersebut. Hal ini membuat harga barang terus naik hingga akhirnya menyebabkan inflasi. Inflasi yang terjadi di AS, digabung dengan perlambatan ekonomi AS akibat segudang masalah yang telah disebutkan di atas telah membawa negara tersebut resmi mengalami stagflasi pada tahun 1970-an.


Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Konflik Iran-Israel Bebani Pemerintahan Prabowo

Bagi presiden baru kondisi global yang penuh ketidakpastian bisa menghambat kebijakan ekonominya

Noviarizal Fernandez | 18-04-2024

Lawan Akun Bot, X Berlakukan Biaya Bagi Pengguna Baru

Seluruh akun baru di X diwajibkan untuk membayar ‘biaya kecil’ yang disebut oleh Elon sebagai bentuk verifikasi

Context.id | 18-04-2024

Tren Properti Indonesia, China dan Hongkong dari Selangit hingga Diobral

Harga properti Indonesia, China, dan Hongkong mengalami berbagai sentimen di tengah gejolak ekonomi global

Ririn oktaviani | 18-04-2024

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Memicu Depresi, Kenapa?

Data Kemenkes RI per Maret 2024 mencatat sebanyak 22,4 % atau sekitar 2.716 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi akibat PPDS.

Context.id | 18-04-2024